Mohon tunggu...
Anjani Dwi Apriliana
Anjani Dwi Apriliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Sejarah Unnes

apa aja suka

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenjangan Pendidikan di Masa Pandemi Akibat Pembelajaran Daring

20 Mei 2022   15:41 Diperbarui: 20 Mei 2022   15:52 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-19 yang terjadi pada awal tahun 2020 menjadi salah satu ancaman kesehatan berskala global dengan kasus terkonfirmasi dan angka kematian yang cukup tinggi. Pandemi Covid-19 tersebut sangat menimbulkan pengaruh ke beberapa aspek kehidupan. 

Tidak hanya berpengaruh pada aspek kesehatan saja, tetapi juga berpengaruh pada berbagai lini kehidupan. Salah satunya berdampak pada bidang pendidikan. Melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam rangka pencegahan penyebaran virus COVID-19. 

Kebijakan tersebut memaksa para guru dan murid untuk melakukan segala aktivitas pekerjaan dan pembelajaran dari rumah mulai dari jenjang PAUD hingga Perguruan Tinggi. Kondisi pandemi Covid-19 membawa perubahan yang luar biasa, terutama dalam jenjang pendidikan yang mana seolah-olah dipaksa untuk bertransformasi secara tiba-tiba untuk melakukan proses pembelajaran dari rumah melalui media online atau disebut dengan media daring.  

Pembelajaran daring atau online itu sendiri merupakan sistem pembelajaran yang dilakukan tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi pembelajaran dilakukan melalui media daring atau online. 

Transformasi dari pendidikan tatap muka menjadi pembelajaran tanpa tatap muka menjadi sebuah tantangan baru karena mau tidak mau baik itu guru dan murid harus bisa beradaptasi dengan pembelajaran dari rumah melalui jaringan internet. 

Hal tersebut tentunya menjadi sebuah tantangan besar terutama bagi para guru, karena dalam kondisi pandemi dan daring, guru dituntut untuk dapat mengelola dan mendesain segala bentuk media pembelajaran. Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi kebosanan para murid dalam proses pembelajaran daring dimulai.

Proses pembelajaran daring agar berjalan baik dan lancar juga harus disertai fasilitas pembelajaran yang memadai. 

Contohnya dalam pembelajaran daring biasanya para murid harus memerlukan laptop, sinyal, Kouta, WIFI, handphone (Android). Begitupun para guru agar dapat mencapai tujuannya media pembelajaran yang dibuat harus semenarik mungkin agar para murid tertarik dan tidak merasa bosan. 

Namun dalam pelaksanaannya, pemberlakuan pembelajaran dari atau pembelajaran jarak jauh pada saat pandemi COVID-19 yang telah berlangsung kurang lebih 2 tahun terakhir ini mengakibatkan kesenjangan pendidikan di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut prediksi World Bank tahun 2020 pada bulan Agustus, menyatakan bahwa selama masa pandemi sebanyak 91.000 siswa di Indonesia kemungkinan mengalami putus sekolah akibat faktor ekonomi.

Pada masa pandemi kondisi perekonomian di Indonesia memang tidak stabil begitpula masyarakatnya. Sebagian besar masyarakat Indonesia pada masa pandemi mengalami imbas akibat pandemi tersebut. Salah satunya pada bidang pendidikan, untuk menunjang fasilitas pembelajaran jarak jauh para murid memerlukan ponsel atau media online yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. 

Tidak semua murid mempunyai fasilitas tersebut, bahkan dari mereka ada yang tidak punya sama sekali ketika proses pembelajaran diganti melalui jaringan internet, mereka harus membelinya untuk sekolah. Hal inilah yang kemudian memunculkan adanya kesenjangan pendidikan dan juga ketimpangan teknologi. 

Pada masa pandemi baik dari civitas akademik termasuk guru dan murid dituntut untuk menguasai teknologi digital, yang mana pada akhirnya membuka tabir bahwa dunia pendidikan di Indonesia masih sangat jauh.

Kesenjangan pendapatan akibat pembelajaran daring dapat dilihat ketika para siswa yang tinggal di pelosok daerah harus berjalan berkilo meter jauhnya demi mendapatkan sinyal internet agar dapat mengikuti pembelajaran daring, bahkan bagi mereka yang tempat tinggalnya tidak ada jaringan internet harus meminjam gawai tetangga atau pergi ke sekolah seminggu sekali untuk mengambil dan menyerahkan tugas sekolah. 

Tidak hanya itu, banyak pula yang terseok-seok hanya demi membeli kuota internet agar dapat mengikuti kelas daring melalui platform yang telah tersedia secara online. 

Kualitas guru yang berada di daerah pelosok juga masih sangat rendah dalam hal penguasaan teknologi pendidikan. Alhasil menimbulkan masalah-masalah baru seperti kekerasan pada anak di rumah, putus sekolah, bahkan pada masa pandemi banyak anak yang menikah di usia dini. 

Masalah-masalah yang terjadi tersebut pada umumnya para siswa siswi yang mengalami hambatan besar dalam proses pembelajaran jarak jauh berlangsung. 

Selain itu, mereka juga merupakan siswa dari masyarakat kelas menengah ke bawah yang mana berada di daerah 3T (Terdepan, terpencil, tertinggal), yang notabenenya tidak memiliki fasilitas belajar seperti laptop, gawai (handphone), komputer, WiFi, Kouta internet. 

Faktor ekonomi juga menjadi salah satu hambatan mereka dalam proses pembelajaran jarak jauh berlangsung, hal itu dikarenakan anak-anak yang tingal di daerah 3T sangat minim kemampuannya dalam membeli kuota internet. Begitu juga sulitnya untuk mengakses sinyal di tengah kondisi rumah dan lingkungan yang kurang mendukung. 

Sehingga hal itu, cukup menyulitkan para siswa dalam mengikuti proses pembelajaran jarak jauh melalui jaringan internet, dan mengakibatkan para siswa ketinggalan materi belajar yang sangat jauh.  

Di sisi lain, siswa dari kalangan menengah ke atas kemungkinan juga tidak akan menemui kendala ataupun hambatan dalam proses pembelajaran daring berlangsung karena fasilitas belajar yang memadai, penguasaan teknologi, pendidik yang berkualitas, dan lingkungan yang mendukung. 

Mereka dengan mudah mengikuti setiap pembelajaran dan akan berjalan melesat jauh melampaui siswa dari kalangan miskin. Kegiatan pembelajaran jarak jauh seperti ini hanya membuat gap atau jurang pendidikan ‘si kaya’ dan ‘si miskin’ semakin lebar saja. Kondisi seperti ini apabila dibiarkan begitu saja akan berdampak pada stagnansi bahkan turunnya kemampuan siswa. 

Pada gilirannya mengakibatkan ketimpangan pendidikan yang akan berpengaruh pula pada masa yang akan datang. 

Maka dari itu, kondisi pembelajaran daring di masa pandemi perlu dilakukan evaluasi dan pemerintah juga harus mengambil kebijakan yang strategis dalam menangani kesenjangan pendidikan seperti ini. 

Sehingga diharapkan nantinya generasi muda penerus bangsa memiliki peluang dan fasilitas yang sama dalam mencari ilmu di dunia pendidikan tanpa adanya kesenjangan maupun ketimpangan dalam proses pembelajaran berlangsung. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun