Oleh Veeramalla Anjaiah
Situasi di Kashmir yang diduduki oleh Pakistan terus memburuk setelah protes baru-baru ini melibatkan banyak massa, seperti yang dilaporkan oleh surat kabar Al Arabia Post.
Serangkaian protes telah melibatkan Kashmir yang diperintah Pakistan karena masyarakat lokal menderita akibat inflasi pangan yang tinggi, tagihan energi yang sangat tinggi, pajak yang lebih tinggi, dominasi dan eksploitasi oleh pemerintah Islamabad, kurangnya pembangunan dan tidak memadainya keterwakilan dalam pemerintahan.
Pakistan telah menuai kritik dari masyarakat Gilgit-Baltistan dan Azad Kashmir (Kashmir Merdeka), yang merupakan bagian dari wilayah Kashmir yang diperintah oleh Pakistan. Daerah-daerah ini sering dilanda protes dalam beberapa tahun terakhir, dan sebagian besar masih berlangsung dengan damai. Baru-baru ini, salah satu protes berubah menjadi kekerasan karena Islamabad gagal memenuhi tuntutan penduduk setempat yang sudah lama tertunda. Batu-batu dilempari dan properti umum dirusak dalam kerusuhan yang disertai kekerasan di Muzaffarabad.
Protes terus terjadi bahkan pada tengah malam, masyarakat setempat memberikan pidato yang berapi-api, dan penyandang disabilitas ikut serta mengecam kebijakan dan pemerintahan pemerintah Pakistan.
"Bahkan pada tengah malam, perjuangan untuk hak dan keadilan melawan rezim Pakistan semakin intensif," lapor Al Arabia Post yang mengutip ucapan seorang warga Kashmir bernama Yusra Iqbal. Warga Kashmir lainnya bernama Jannat Benazeer berkata, "Di Azad Kashmir, suara-suara bersatu sebagai protes terhadap tindakan pasukan keamanan. Pencarian keadilan dan kebebasan bergema di jalanan."
Toqeer Gilani, presiden Front Pembebasan Jammu Kashmir (JKLF), mengatakan protes tersebut adalah bagian dari gerakan pemulihan hak-hak dasar dan mengakhiri eksploitasi sumber daya oleh Islamabad.
"Pajak yang tidak dapat ditanggung dan ilegal, dengan meningkatnya harga pangan, listrik, berakhirnya subsidi tepung dan penyalahgunaan dana publik oleh elit politik dan birokrasi telah memicu gerakan hak asasi manusia dalam skala besar," lapor Al Arabia Post mengutip perkataan Gilani.
Protes massal dan kemarahan yang membara menunjukkan betapa ketatnya kontrol yang dilakukan oleh pemerintah Islamabad terhadap wilayah ini, kata Salman Rafi Shaeikh, seorang profesor politik di Universitas Ilmu Manajemen Lahore.
"Protes pada bulan Mei menghancurkan mitos bahwa Kashmir yang diperintah Pakistan, atau Azad Kashmir, adalah negara yang benar-benar bebas. Warga Kashmir di Pakistan merasa terdegradasi ke status sekunder dan mengatakan bahwa Islamabad sering melanggar otonomi nominal mereka," lapor Al Arabia Post yang mengutip pernyataan Salman.