Akibatnya, pihak militer di Pakistan berupaya untuk mempromosikan aplikasi pesan lokal seperti Beep Pakistan untuk memantau warga sipil dan mengelola sensor media secara keseluruhan di seluruh negeri.
Ada kecurigaan bahwa jangkauan aplikasi ini mungkin melampaui batas Pakistan dan mencakup pemantauan diaspora di luar negeri. Imran Khan mempunyai basis dukungan yang sangat besar di kalangan warga Pakistan di luar negeri, yang secara aktif mencoreng citra Angkatan Darat Pakistan di dunia internasional dengan mengangkat masalah Khan kepada pejabat pemerintah barat dan organisasi hak asasi manusia.
Selain itu, ISI telah berjuang untuk secara efektif melacak "aktivitas anti-militer" ini di luar Pakistan. Oleh karena itu, pengenalan aplikasi pesan baru ini berpotensi memungkinkan Rawalpindi untuk menjembatani kesenjangan informasi yang ada di kalangan warga Pakistan di luar negeri, serupa dengan metode yang digunakan oleh otoritas China untuk memantau warganya di luar negeri. Ada spekulasi bahwa Beijing mungkin membantu Islamabad dalam mengembangkan aplikasi semacam itu untuk mengintensifkan sensor.
Dengan lemahnya pemerintahan koalisi di Islamabad, militer Pakistan dan ISI kemungkinan akan melipatgandakan upaya mereka untuk memperkenalkan aplikasi semacam itu di seluruh negeri.
Menurut majalah The Diplomat, kebebasan pers adalah prinsip dasar setiap masyarakat demokratis, termasuk Pakistan. Namun, sejarah jurnalistik Pakistan penuh gejolak, dengan periode keterbukaan yang diselingi dengan pembatasan ketat terhadap kebebasan pers, khususnya pada masa kediktatoran militer.
Situasi kebebasan berekspresi di negara ini telah menjadi sumber kekhawatiran dalam beberapa tahun terakhir. Pakistan, menurut The Diplomat, berada di peringkat 150 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun 2023, yang mencerminkan kemerosotan dramatis dalam kebebasan pers dalam beberapa tahun terakhir. Di Pakistan, jurnalis menghadapi berbagai masalah, termasuk ancaman penyerangan dan pelecehan.
Seiring kemajuan Pakistan, penting bagi pihak berwenang untuk mengambil upaya dalam melindungi kebebasan pers, karena kebebasan pers merupakan unsur penting dalam berfungsinya demokrasi.
"Kebebasan pers sangat penting bagi demokrasi. Tidak akan ada akuntabilitas tanpa kebebasan pers, dan tidak akan ada demokrasi tanpa akuntabilitas," kata Cyril Almeida, seorang jurnalis, kepada The Diplomat.
Kebebasan pers sangat dibatasi selama era pemerintahan militer ini, dengan sensor dan intimidasi yang menjadi hal biasa. Jenderal Ayub Khan, yang memerintah sebagai diktator dari tahun 1958 hingga 1969, menerapkan pembatasan ketat terhadap kebebasan jurnalistik. Selama ini, pemerintah menerapkan aturan sensor yang ketat dan mengadili dengan keras wartawan yang berani mengkritik
Jenderal Zia Ul-Haq (1978-1988) juga menerapkan peraturan sensor yang ketat, sehingga memberi pemerintah kekuasaan yang belum pernah ada sebelumnya untuk membatasi berita apa pun yang dianggap provokatif atau tidak menguntungkan rezim.