Meskipun pembatasan impor pada awalnya diterapkan untuk menjaga devisa negara, namun terkadang pembatasan tersebut secara tidak sengaja meningkatkan pertumbuhan jaringan informal dan transaksi pasar gelap ilegal. Tidak hanya itu, kesenjangan antara nilai tukar antar bank dan pasar terbuka telah menciptakan peluang arbitrase, yang menarik ekspatriat Pakistan untuk menggunakan jalur pengiriman uang tidak resmi, sehingga meningkatkan tekanan pada posisi cadangan devisa negara tersebut.
"Meskipun terdapat kerangka kerja untuk mengatasi tantangan terkait penipisan cadangan devisa, inti dari solusi ini berakar pada penegakan efektif dan realisasi kebijakan serta undang-undang yang ada, yang terhambat oleh berbagai masalah mendasar yang dihadapi oleh negara ini," papar Ashraf kepada Daily Times.
"Uang gelap yang masuk ke Pakistan melalui jalur ilegal, kini telah menangkap sejumlah besar pengiriman uang yang sebenarnya bisa masuk ke negara itu melalui jalur yang sah. Tingginya permintaan uang gelap di negara ini, yang didorong oleh motif-motif seperti penghindaran pajak, korupsi dan kegiatan ilegal, terus mendorong aliran dana terlarang melalui saluran-saluran tidak resmi ini."
Menurut laporan ACE Money Transfer, Pakistan mengalami kerugian sekitar $150 juta per bulan karena penyelundupan dolar, yang mencapai puncaknya pada angka tahunan yang mengkhawatirkan yaitu sekitar $2 miliar per tahun.
Demikian pula, laporan tersebut menyatakan bahwa minyak selundupan dari Iran kini menguasai pangsa pasar yang signifikan, diperkirakan mencapai lebih dari 30 persen pasar diesel Pakistan. Sekitar 10 juta liter solar dan 2 juta liter bensin diselundupkan setiap harinya ke Pakistan dari Iran. Penyelundupan solar ini akhirnya merugikan pemerintah lebih dari $1 miliar setiap tahunnya.
Penyelundupan emas menimbulkan tantangan lain. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa, dari nilai pasar emas yang signifikan sebesar Rs 2,2 triliun ($7,1 miliar), hanya 1,32 persen atau Rs 29 miliar yang secara resmi diumumkan kepada otoritas pajak. Laporan yang dilaporkan ini disebabkan oleh penyelundupan tahunan sekitar 80 ton emas ke dalam negeri dari total konsumsi tahunan sebesar 160 ton. Dengan regularisasi, pasar ini dapat menyumbang minimal $500 juta per tahun terhadap pendapatan pemerintah.
Ashraf juga menyoroti masalah penting lainnya dimana pembayaran impor ke Pakistan dilakukan dari Uni Emirat Arab (UEA). Perusahaan yang berbasis di UEA memfasilitasi pembayaran dari UEA ke negara lain, seperti China, atas nama perusahaan dan importir Pakistan. Ia menyoroti perlunya pemerintah Pakistan dan Bank Negara Pakistan untuk berkolaborasi dengan mitra mereka di UEA demi mengendalikan praktik ini. Ashraf menjelaskan, jika pembayaran ini dilakukan di dalam wilayah Pakistan, maka akan berkontribusi terhadap cadangan devisa negara.
Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H