Di antara pesertanya adalah Ashok Kantha (mantan Duta Besar India untuk Tiongkok), Shinji Yamaguchi (Rekan Peneliti Senior di NIDS), Rupa Chanda (Direktur Divisi Perdagangan, Investasi dan Inovasi di UNESCAP) dan Bali Deepak (Profesor di Pusat China dan Selatan Universitas Jawaharlal Nehru Studi Asia Timur).
"Pidato pembukaan disampaikan oleh mantan sekretaris Menteri Luar Negeri India, Shyam Saran, yang berbicara tentang kebangkitan China, dari yang jinak menjadi yang ditandai dengan postur yang tegas dan provokatif, serta pemikiran politik yang mendorong kebijakan luar negeri China untuk memprioritaskan hierarki demi mencapai keharmonisan. Ia juga menguraikan perlunya menghubungkan perkembangan dalam negeri China dengan kebijakan luar negeri dan posturnya di panggung global," jelas siaran pers tersebut.
Sementara itu, pidato pembuka utama disampaikan oleh Lance Gore, Peneliti Senior di Institut Asia Timur Universitas Nasional Singapura. Ia merincikan aparat kebijakan luar negeri di China, pendekatan birokrasinya terhadap pengambilan keputusan dan bagaimana lembaga-lembaga tersebut menafsirkan serta menerapkan pedoman Partai.
Dalam pidato khusus yang diberikan oleh Claude Arpi, seorang Distinguished Fellow di Pusat Keunggulan Studi Himalaya Universitas Shiv Nadar, ia berbicara tentang peran Tibet dan Budha dalam persamaan India-China serta pentingnya India dalam Quad.
Sesi pertama bertema "Bagaimana China Melihat Dunia" berfokus pada kebijakan luar negeri dan upaya diplomatik Beijing di tingkat bilateral dan multilateral.
Sesi kedua, "Bagaimana China Menjaga Diri dan Kepentingannya Aman", menyoroti kebijakan yang digunakan China untuk meningkatkan kekuatan militernya, khususnya di wilayah maritim Indo-Pasifik. Dalam sesi ini, para pakar dari ketiga cabang angkatan bersenjata India membahas dampak perusahaan milik negara China terhadap keseimbangan kekuatan di perbatasan India-China. Mereka menyimpulkan bahwa sengketa perbatasan akan terus berlanjut untuk beberapa waktu, dan India harus mempersiapkan diri dengan baik.
Pada hari kedua konferensi, para panelis memberikan wawasan mengenai strategi Beijing untuk memajukan kepentingan ekonominya melalui proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) dan bagaimana Beijing mempertahankan dominasinya dalam rantai pasokan global dengan menghentikan diversifikasi rantai pasokan dari China. Mereka juga menekankan perlunya India dan ASEAN untuk melawan dominasi global China.
Penerapan teknologi dalam perekonomian China, khususnya di bidang manufaktur cerdas, energi terbarukan dan jaringan 5G, juga dibagikan kepada audiens.
"Tn. Jayadeva Ranade, Presiden Pusat Analisis dan Strategi China, menyampaikan pidato utama mengenai jaringan dan taktik badan intelijen China serta pentingnya United Front Work Department yang digunakan selama beberapa dekade terakhir untuk menangani perbedaan pendapat dan politik di China," papar siaran pers tersebut.
Sesi terakhir membahas topik "Bagaimana Sang Pangeran Mengatur China: Antara Kebijakan dan Politik". Laporan ini menyoroti metode Partai Komunis China dalam menggunakan badan intelijen untuk memperluas kewenangannya serta implementasi kebijakan di tingkat provinsi.
Pidato utama terakhir disampaikan oleh Neil Thomas, seorang Fellow di Pusat Analisis China di Institut Kebijakan Masyarakat Asia, yang percaya bahwa Xi tidak akan memilih penggantinya dalam waktu dekat untuk mencegah perebutan kekuasaan di antara faksi-faksi di dalam Partai Komunis China.