Pedoman tersebut mengakui bahwa ancaman dapat muncul di beberapa domain dan berbentuk perang asimetris, hibrida dan tidak teratur, serta taktik zona abu-abu seperti menggunakan kapal non-angkatan laut seperti kapal penangkap ikan sebagai milisi maritim informal.
China tidak disebutkan dalam pedoman tersebut, tetapi telah lama dikritik karena menggunakan taktik zona abu-abu untuk mengklaim kedaulatan di LCS.
Kementerian Luar Negeri China menanggapi dengan mengatakan China dengan tegas menentang langkah negara mana pun untuk ikut campur dalam masalah LCS untuk merusak kedaulatan teritorial dan hak serta kepentingan maritim China.
"Laut China Selatan adalah rumah bagi semua negara kawasan dan seharusnya tidak menjadi tempat perburuan pasukan eksternal," lapor VOA mengutip perkataan Mao.
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Marcos Jr. pada 1 Mei di Washington.
"Amerika Serikat tetap teguh dalam komitmen kami untuk membela Filipina, termasuk Laut China Selatan," kata Biden kepada Marcos Jr.
Kedua pemimpin berkomitmen untuk saling membantu.
"Penting bahwa Biden menggunakan bahasa yang begitu jelas. Fakta bahwa kedua pemimpin jelas selaras membuat komitmen-komitmennya menjadi jauh lebih konkret daripada selama masa kepresidenan [Rodrigo] Duterte," kata Brian Harding, pakar senior di US Institute of Peace kepada VOA dalam email.
Duterte membuat kesalahan besar karena percaya pada China tetapi kemudian mengubah kebijakan itu di akhir masa jabatannya.
Gregory B. Poling, direktur Program Asia Tenggara dan Prakarsa Transparansi Maritim Asia di Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS), mengatakan kepada VOA bahwa pedoman baru memberikan kejelasan lebih lanjut tentang tanggapan AS di wilayah tersebut.
"Itu tidak berarti bahwa jika ada pertikaian antara [kapal] penjaga pantai China dan kapal penjaga pantai Filipina, kami secara otomatis memulai Perang Dunia III. Tetapi jika Filipina meminta bantuan Amerika di bawah Perjanjian Pertahanan Bersama, Amerika Serikat akan menjawabnya," ujar Poling kepada VOA.