Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapakah Dalang Pembantaian Kashmir? Orang-orang Kashmir Masih Mengalami Terorisme Lintas Batas

22 Oktober 2022   07:47 Diperbarui: 22 Oktober 2022   07:53 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Veeramalla Anjaiah

Pejuang suku Pashtun menunggu kendaraan untuk menyerang Kashmir pada tahun 1947. | Sumber: Margaret Bourke-White/The LIFE Picture Collection/via BBC

Hari ini, 75 tahun yang lalu pada tanggal 22 Oktober 1947, militer Pakistan menggunakan ribuan milisi suku Pashtun bersenjata melancarkan serangan ke Jammu dan Kashmir (J&K), sebuah wilayah kerajaan (princely state) yang diperintah oleh Maharaja Hari Singh. Banyak tentara Pakistan juga bergabung dengan satuan sipil dalam invasi tersebut.

Itu adalah awal dari penderitaan rakyat Kashmir, yang masih menderita dari kegiatan teroris lintas batas.

Orang-orang Kashmir menyebut 22 Oktober sebagai "Hari Hitam" dalam sejarah mereka.

Anggota suku dilatih dan dipersenjatai oleh militer Pakistan, menurut Brigjen Angkatan Darat Pakistan Akbar Khan, yang memainkan peran sentral dalam invasi ini.

Para anggota suku yang buta huruf dan sifatnya biadab, diberi senapan, senapan mesin ringan dan senjata berat seperti senapan mesin dan mortir.

Akbar Khan mengungkapkan rincian lebih lanjut dalam bukunya tahun 1975 yang berjudul "Raiders in Kashmir".

Milisi tersebut menjarah beberapa kota besar dan kota kecil dan berkomitmen untuk melakukan genosida terhadap warga Kashmir. Mereka membunuh tanpa ampun warga sipil yang tak bersenjata dari komunitas Hindu dan Sikh. Muslim pun tidak terhindarkan. Mereka memperkosa ribuan wanita Kashmir dan membakar kota-kota besar dan kecil.

Tujuan utama invasi ini, yang juga dikenal sebagai "Operasi Gulmarg" adalah untuk menduduki J&K yang mayoritas Muslim dan menggulingkan penguasa Hindunya, Hari Singh.

Para anggota suku diberitahu bahwa itu adalah perang suci untuk membantu atau mendukung sesama Muslim di J&K.

Tentara Pakistan sebenarnya merencanakan invasi ini pada tanggal 20 Agustus 1947, tepat setelah enam hari kelahiran Pakistan, dengan 20.000 anggota suku. Namun rencana itu bocor dan ditunda hingga bulan Oktober. Akbar Khan, yang juga seorang Pashtun, mampu mengumpulkan ribuan pejuang.

Pada 22 Oktober 1947, sekitar 2.000 anggota suku menyerang kota Muzaffarabad dan tidak ada perlawanan dari pasukan Hari Singh, yang kalah jumlah dan melarikan diri dari kota. Kemudian mereka pindah ke Baramulla dan Uri. Target terakhir mereka adalah Srinagar. Lebih banyak pejuang dari Pakistan bergabung dengan invasi kemudian.

Muslim Kashmir, Hindu dan Sikh mengangkat senjata melawan penjajah ini. Konferensi Nasional Kashmir yang dipimpin oleh Sheikh Abdullah menyerukan perjuangan bersenjata melawan penjajah. Banyak wanita Muslim bergabung dengan perjuangan bersenjata tersebut.

Mengapa Pakistan melakukan ini di Kashmir?

Pada saat kemerdekaan India pada bulan Agustus 1947, ada 562 wilayah kerajaan semi independen, termasuk Jammu dan Kashmir. Sebagian besar dari mereka bergabung dengan India dan sisanya bergabung dengan Pakistan. Ada juga pilihan untuk tetap sebagai negara yang merdeka.

Dalam kasus wilayah kerajaan J&K, ada situasi yang aneh karena penguasanya Hari Singh tidak ingin bergabung baik dengan India maupun Pakistan. Ia ingin menjadi penguasa yang mandiri. Sekitar 77 persen orang di J&K adalah Muslim.

Pakistan khawatir J&K akan bergabung dengan India.

Hari Singh meminta bantuan India untuk membuang orang Pakistan dari negara bagiannya tetapi India menolak untuk campur tangan karena negara bagian J&K tidak gabung dengan India. Banyak pemimpin Muslim Kashmir seperti Sheikh Abdullah lebih menyukai India yang sekuler daripada Pakistan yang teokratis. Segera, Hari Singh menandatangani Instrumen Aksesi dengan India pada tanggal 26 Oktober 1947. Ia mengaksesi seluruh J&K, termasuk Ladakh, Kashmir yang diduduki Pakistan, Gilgit dan Baltistan ke India.

India menerbangkan pasukannya ke J&K pada 27 Oktober untuk mendorong kembali para penyerbu suku ke Pakistan. Pada tanggal 7 November, pasukan India membunuh lebih dari 600 suku dalam pertempuran Shalateng yang terkenal di dekat Srinagar dalam satu hari. Dengan banyaknya korban di tangan pasukan India dan penduduk setempat, suku-suku yang tersisa melarikan diri dari Kashmir.

Namun invasi suku tersebut menyebabkan perang Indo-Pak pertama pada tahun 1947. Perang berlangsung selama satu tahun. Pasukan India berhasil membebaskan sebagian besar negara bagian J&K.

Karena banyaknya korban dan kerugian dari kedua belah pihak, baik India maupun Pakistan menyetujui gencatan senjata yang ditengahi PBB pada tanggal 13 Agustus 1948 dan yang berlaku efektif mulai 1 Januari 1949. Akibatnya, sepertiga wilayah J&K, termasuk Gilgit dan Baltistan, tetap berada di bawah kendali Pakistan sampai sekarang.

Resolusi PBB

Indialah yang pergi ke PBB untuk mencari solusi atas masalah Kashmir. Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi No. 39 dan 47 untuk memulihkan perdamaian di negara bagian J&K pada tahun 1948. Baik Pakistan maupun India sepakat untuk membentuk Komisi PBB untuk India dan Pakistan (UNCIP) yang beranggotakan tiga orang pada tahun 1949 untuk memulihkan perdamaian dan melakukan plebisit di wilayah J&K.

Pada tanggal 5 Januari 1949, UNCIP mengadopsi Resolusi di mana Pakistan harus menarik semua suku dan warga negara Pakistan dari wilayah J&K, yang tidak pernah dilakukan Pakistan sampai hari ini.

India juga diminta untuk mengurangi pasukannya ke tingkat minimum setelah penarikan Pakistan dan membentuk Kabinet semua partai untuk menjalankan pemerintahan. PBB meminta India untuk membebaskan semua tahanan politik dan mengatur pemulangan para pengungsi.

Karena Pakistan tidak menarik anggota suku dan tentara Pakistan dari Kashmir yang diduduki, India tidak menerapkan ketentuan yang disepakati dalam Resolusi UNCIP. Dengan demikian, Resolusi ini menjadi tidak relevan dalam segala aspek.

Pakistan lah yang pertama kali membawa kekerasan dan kehancuran ke J&K pada tahun 1947 dengan mengerahkan milisi suku. Pakistan lah yang memaksa Hari Singh untuk bergabung dengan India secara legal.

Sejak 1947, empat perang (1947, 1965, 1971 dan 1999) telah terjadi antara India dengan Pakistan. Itu adalah fakta bahwa semua perang diprakarsai oleh Pakistan dan mereka kalah dalam semua perang.

Pakistan sering mengangkat masalah Kashmir di PBB tetapi lupa bahwa ia adalah pelanggar besar Resolusi PBB tentang Kashmir.

Setelah menderita kekalahan besar dalam perang dengan India, Pakistan menetaskan konspirasi baru untuk merebut Jammu dan Kashmir dengan melancarkan "perang proksi" rahasia sejak tahun 1989.

Badan mata-mata Pakistan Inter Services Intelligence (ISI) bertanggung jawab untuk mengobarkan perang proksi melawan India dengan menggunakan terorisme.

Senjata yang disita oleh Polisi Kashmir dari para teroris di Jammu dan Kashmir. | Sumber: Zeenews
Senjata yang disita oleh Polisi Kashmir dari para teroris di Jammu dan Kashmir. | Sumber: Zeenews

Mereka mendukung berbagai kelompok teror dari Pakistan dan Kashmir dengan memberikan uang, senjata dan pelatihan. Mereka menciptakan ketegangan komunal antara Muslim dengan non-Muslim. Melalui metode ini Pakistan tidak akan pernah mencapai tujuannya di Kashmir.

Pada 5 Agustus 2019, India menghapus Pasal 370 dan 35A dengan menghapus status khusus J&K. Sekarang, J&K adalah bagian tak terpisahkan dari India. Orang Kashmir memiliki hak yang sama dengan sesama orang India lainnya.

"Seluruh wilayah Jammu dan Kashmir adalah dan akan selalu menjadi bagian integral dari India [...] Kami menyerukan Pakistan untuk menghentikan terorisme lintas batas sehingga warga negara kami dapat menikmati hak mereka untuk hidup dan kebebasan," kutip surat kabar Economic Times dari perkataan Perwakilan Tetap India untuk PBB Ruchira Kamboj baru-baru ini di PBB.

Sejak J&K menjadi Wilayah Kesatuan pada tahun 2019, ada peningkatan progresif dalam situasi keamanan. 

"Tingkat kekerasan dan ketegangan di Wilayah Persatuan Jammu & Kashmir secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2021. Ada penurunan yang nyata dalam jumlah insiden. Banyaknya warga sipil, aparat keamanan dan teroris yang tewas, sebagaimana tercermin dalam statistik di atas, merupakan hasil dari sinkronisasi jaringan intelijen dan dukungan dari masyarakat serta aparat keamanan," tulis Kolonel (purn.) Balwan Singh Nagial dalam sebuah artikel di The Times of India beberapa waktu lalu.

Menurut South Asian Terrorism Portal (STAP), jumlah insiden teror pada bulan Juli 2022 adalah 31 dibandingkan dengan 59 pada bulan yang sama di tahun lalu. Total teroris yang tewas pada bulan Juli adalah 5 dibandingkan dengan 17 di Juli lalu.

Tetapi selama 75 tahun, banyak orang Kashmir yang telah kehilangan nyawa mereka akibat serangan teroris yang didukung Pakistan.

"Empat puluh dua ribu orang kehilangan nyawa akibat terorisme di Jammu dan Kashmir. Mereka yang mendukung terorisme yang duduk di pemerintahan diidentifikasi dan telah ditindak," ujar Menteri Dalam Negeri India Amit Shah kepada wartawan belum lama ini.

Menurut Shah, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi ingin mengakhiri terorisme, korupsi, membawa pembangunan menyeluruh dan menjadikan J&K nomor satu di negaranya.

Dalang pembantaian Kashmir adalah pemerintah Pakistan, militer dan kelompok militan. Akibat niat Pakistan untuk menduduki seluruh J&K dengan segala cara, penderitaan rakyat Kashmir masih berlanjut bahkan setelah 75 tahun kemudian.

Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun