"Dengan kedekatan pangkalan Angkatan Laut Ream yang hampir tepat di tengah-tengah Asia Tenggara, kehadiran China yang lebih besar akan menyebabkan kekhawatiran di beberapa ibu kota," ujar Natalie Sambhi, direktur eksekutif Verve Research, sebuah wadah pemikir tentang hubungan sipil-militer Asia Tenggara, kepada DW.
Kehadiran militer China di Ream menimbulkan risiko keamanan yang besar bagi ASEAN.
"Pembentukan pangkalan angkatan laut di Kamboja juga menimbulkan risiko keamanan yang besar bagi negara-negara di Asia Tenggara. Dalam modernisasi dan perluasan Pangkalan Angkatan Laut Ream akan memungkinkan Angkatan Laut Kerajaan Kamboja [RCN] untuk mengoperasikan kapal pengangkut rudal anti-kapal dan pertahanan udara seperti kapal rudal Tipe 22 [kelas Houbei] China, korvet Tipe 056 dan Tipe 054A frigat, berbeda dengan kemampuan RCN saat ini yang hanya memiliki kemampuan untuk mengoperasikan kapal patroli tanpa rudal anti kapal," tulis Takashi Hosoda, ilmuwan politik dari Praha, dalam sebuah artikel di The Jakarta Post beberapa waktu lalu.
Hal lain yang paling berbahaya adalah kemungkinan China untuk memata-matai pergerakan kapal di LCS dari Pangkalan Angkatan Laut Ream.
Seorang pejabat China mengatakan kepada The Washington Post bahwa teknologi stasiun bumi untuk sistem satelit navigasi BeiDou terletak di Pangkalan Angkatan Laut Ream bagian China.
BeiDou adalah alternatif Beijing untuk Sistem Pemosisian Global yang dikelola oleh Pasukan Luar Angkasa AS dan memiliki kegunaan militer termasuk panduan rudal.
Militer China menggunakan posisi akurasi tinggi dan layanan navigasi BeiDou untuk memfasilitasi pergerakan kekuatan dan pengiriman amunisi yang dipandu dengan presisi, menurut Badan Intelijen Pertahanan Pentagon.
Sejak tahun 1999, pengaruh China di Kamboja telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. China telah mengubah Kamboja dalam banyak cara yang signifikan. Kamboja terlalu bergantung pada China untuk pinjaman, hibah, investasi, perdagangan, turis dan peralatan militer.
Banyak ahli di Asia Tenggara menganggap Kamboja sebagai "proksi" China. Pada tahun 2012, ketika Kamboja memegang kepemimpinan ASEAN, Phnom Penh menunjukkan sikap pro-China yang kuat sehingga untuk pertama kalinya dalam sejarah ASEAN tidak ada pernyataan bersama yang dikeluarkan. Beberapa kali Kamboja terang-terangan mendukung China di berbagai forum internasional.
Mengapa?