Penulis ini sendiri telah menyaksikan sendiri bagaimana Banh ditanyai oleh berbagai peserta SLD di Singapura.
"Proyek ini sejalan dengan konstitusi Kamboja, yang melarang pangkalan militer asing di wilayahnya, dan bahwa negara Asia Tenggara itu terbuka untuk bantuan pembangunan dari negara lain," tutur Banh.
Banh telah gagal meyakinkan banyak peserta SLD, mengingat kerahasiaan tertinggi tentang kegiatan militer China di Kamboja, kurangnya transparansi dari China dan rekam jejaknya di Laut China Selatan (LCS).
Menurut CNN, Perdana Menteri baru Australia Anthony Albanese menyebut laporan tersebut "mengkhawatirkan" saat berkunjung ke Indonesia baru-baru ini.
"Kami telah mengetahui aktivitas Beijing di Ream selama beberapa waktu, dan kami mendorong Beijing untuk transparan tentang niatnya dan untuk memastikan bahwa aktivitasnya mendukung keamanan dan stabilitas regional," jelas Albanese kepada wartawan di Jakarta.
Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) yang bermarkas di Den Haag telah memutuskan bahwa semua klaim China berdasarkan peta Sembilan Garis Putus-putusnya yang kontroversial adalah ilegal dan bertentangan dengan Undang-Undang Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Konvensi Laut (UNCLOS) tahun 1982, yang sudah ditandatangani dan diratifikasi oleh China. Berdasarkan peta kontroversialnya China mengklaim lebih dari 90% LCS.
"Perilaku agresif China di Laut China Selatan dalam beberapa tahun terakhir, serta angkatan lautnya yang berkembang dan kebijakan luar negeri yang tegas, telah menimbulkan kekhawatiran dari para pemimpin Barat bahwa Beijing mungkin berusaha untuk mempertaruhkan keamanan dan kesepakatan lain dengan pemerintah asing ke dalam kehadiran militer di luar negeri," papar CNN dalam sebuah laporan baru-baru ini.
Sejauh ini pemerintah Asia Tenggara lainnya diam tentang pembangunan Ream. Namun kehadiran militer China dapat menimbulkan kekhawatiran serius bagi Vietnam dan Thailand.
Vietnam tetap sangat curiga terhadap niat Beijing. Kehadiran militer China di Kamboja mungkin dilihat oleh Hanoi sebagai pengepungan oleh Beijing.
"Hal ini menempatkan Vietnam ke dalam situasi two-front atau bahkan three-front di mana ia harus menghadapi kehadiran militer China tidak hanya di sepanjang perbatasan utara dan di Laut China Selatan, tetapi juga di perbatasan barat dayanya," kata Alexander Vuving, profesor di Daniel K Inouye Asia-Pacific Center for Security Studies di Honolulu, Hawaii, kepada DW baru-baru ini.
Dengan pandangan serupa, ahli lain mengatakan bahwa kehadiran China di Kamboja akan menyebabkan kekhawatiran di Asia Tenggara.