Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Partai Komunis China Memperlakukan Rakyatnya Seperti Tawanan dan Robot

28 Mei 2022   15:12 Diperbarui: 28 Mei 2022   15:18 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana sepi di kota Shanghai yang sedang lockdown. | Sumber: Times of India

China menghadapi situasi terburuk karena kebijakan arogan Presiden Xi, yang sangat mendukung langkah-langkah keras untuk menahan virus.

Menurut surat kabar PKC Global Times, China telah menyelenggarakan pertemuan virtual Dewan Negara yang belum pernah terjadi sebesar ini sebelumnya pada 25 Mei, di mana sekitar 100.000 pejabat ikut serta.

Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan pada pertemuan tersebut bahwa China telah mengalami tren negatif dalam pengangguran, produksi industri, pembangkit listrik dan angkutan kargo pada bulan Maret dan April.

Ia menyerukan perlindungan "ketahanan ekonomi dan berusaha untuk memastikan pertumbuhan yang wajar untuk kuartal kedua dan penurunan tingkat pengangguran sesegera mungkin, untuk menjaga operasi ekonomi dalam kisaran yang wajar".

Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk memulai paket stimulus untuk mendorong perekonomian. Tetapi tingkat utang yang tinggi dan kelebihan kapasitas di bidang manufaktur dan real estat dapat mengurangi efektivitas paket stimulus.

Sebuah kapal kontainer dari Cosco Shipping di pelabuhan Yangshan Deep Water di kota Shanghai yang sedang mengalami lockdown. | Sumber: CNN
Sebuah kapal kontainer dari Cosco Shipping di pelabuhan Yangshan Deep Water di kota Shanghai yang sedang mengalami lockdown. | Sumber: CNN

Seluruh dunia akan menderita dari dampak lockdown China karena terganggunya rantai pasokan global. Banyak perusahaan multinasional seperti Apple, Airbnb, Starbucks, Tesla dan banyak lainnya akan mengalami penurunan penjualan yang sangat besar dan kerugian ratusan miliar tahun ini akibat situasi di China dan perang di Ukraina.

Mengapa China melakukan ini meskipun telah mengetahui dampak yang menghancurkan?

Pada tanggal 11 Mei, Universitas Fudan yang berbasis di Shangai menerbitkan sebuah penelitian di jurnal Nature tentang tindakan nol-COVID-19 di China.

Menurut penelitian, jika China menghapus strategi nol-COVID-19, akan ada 112 juta kasus COVID-19, tertinggi di dunia, 5 juta rawat inap dan 1,55 juta orang akan meninggal.

"Kami menemukan bahwa tingkat kekebalan yang diinduksi oleh kampanye vaksinasi Maret 2022 tidak akan cukup untuk mencegah gelombang Omicron yang akan mengakibatkan melebihi kapasitas perawatan kritis dengan proyeksi permintaan puncak unit perawatan intensif sebesar 15,6 kali kapasitas yang ada," ungkap penulis-penulis dari studi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun