Vietnam menyebut LCS sebagai Laut Timur sedangkan Filipina menyebutnya Laut Filipina Barat.
Belum lagi tentang Taiwan, yang setiap hari menghadapi teror dan pelecehan dari China.
Pada bulan Juni tahun lalu, kapal Penjaga Pantai China menyusup ke Sarawak, Malaysia, untuk memantau operasi pengeboran gas sementara jet tempur China berpatroli di dekat wilayah udara Malaysia, mendorong Malaysia untuk mengajukan protes diplomatik dengan China.
China telah menolak eksplorasi minyak di Laut Natuna Utara Indonesia dan memprotes latihan militer Indonesia dengan AS dengan nama Perisai Garuda tahun lalu. Indonesia tidak senang dengan perilaku China.
Indonesia telah memutuskan untuk mengundang tentara dari 14 negara untuk ambil bagian dalam Perisai Garuda tahun ini, yang akan diadakan dari tanggal 1 hingga 14 Agustus.
Indonesia juga mulai berkoordinasi dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk mengambil tindakan bersama terhadap tindakan perundungan China. Untuk mengantisipasi ancaman besar dari China, Indonesia telah membeli 42 jet tempur Rafale Prancis, kapal selam dari Prancis dan 36 F-15 dari AS.
Tindakan agresif China di LCS telah menyebabkan respons yang kuat dari AS dan mitranya. AS telah meningkatkan pengerahan angkatan lautnya di seluruh zona yang diperebutkan LCS demi mengamankan kebebasan navigasi dan penerbangan di LCS. Pada tahun 2021, kelompok tempur kapal induk AS memasuki SCS 10 kali, lebih dari tahun 2020 (enam kali) dan 2019 (lima kali).
Banyak negara seperti, Inggris, Australia, Prancis, dan Jerman juga telah mengerahkan kapal perang mereka di LCS untuk menantang kendali China dan mempertahankan kebebasan navigasi. Di bawah UNCLOS, kebebasan navigasi dibolehkan.
China telah menentang kebebasan operasi navigasi ini tetapi mereka sendiri menggunakan dalih yang sama untuk memasuki ZEE negara lain.
Dengan kekayaan ekonominya yang meningkat, China ingin menggunakan perdagangan, investasi, pinjaman dan turisnya sebagai senjata untuk mempengaruhi tetangga ASEAN-nya. Itu sebabnya, masing-masing negara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, bahkan Indonesia kerap tak mau menyebut China untuk kegiatan bullying. Demikian pula ASEAN yang seringkali tidak mencantumkan nama China dalam pernyataannya.