Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Peringatan Hari Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri di Pakistan pada 5 Januari adalah Penipuan Besar?

6 Januari 2022   14:44 Diperbarui: 7 Januari 2022   07:51 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelompok masyarakat Forum Jammu Kashmir menggelar aksi demonstrasi dalam rangka menuntut Hari Hak untuk Menentukan Nasib sendiri di Pakistan. Foto: AP Photo/Anjum Naveed

Oleh Veeramalla Anjaiah

Pakistan terkenal karena suka membuat janji dan mengingkarinya. Negara tersebut juga terkenal atas perbuatannya yang menyebarkan kebohongan.

Seperti setiap tahun sebelumnya, Pakistan merayakan Hari Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri pada hari Rabu (5 Januari) untuk mengekspresikan solidaritas dengan orang-orang Kashmir dan mengingatkan PBB agar menerapkan plebisit yang bebas dan tidak memihak di Kashmir.

Apa sebenarnya Hari Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri ini?

Tepat 73 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 5 Januari 1949, Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk India dan Pakistan (UNCIP) mengadopsi sebuah resolusi mengenai Kashmir, yang secara hukum merupakan bagian integral dari India. UNCIP mengatakan dalam klausa pertamanya bahwa "pertanyaan tentang aksesi Negara Bagian Jammu dan Kashmir [J&K] ke India atau Pakistan akan diputuskan melalui metode demokratis plebisit yang bebas dan tidak memihak."

Pakistan menuduh India tidak menghormati resolusi Dewan Keamanan PBB tentang Kashmir. Mereka juga mengatakan bahwa Kashmir saat ini berada di bawah pendudukan ilegal India. Apakah tuduhan ini benar?

Apa masalah Kashmir? Mengapa Pakistan bertengkar dengan India karena masalah Kashmir? Apakah ada hubungan antara Pakistan dan Kashmir? Pakistan memiliki masalah sendiri seperti kemiskinan, buta huruf, kesehatan, pendidikan, pengangguran, terorisme dan radikalisme. Mengapa Pakistan hanya membicarakan Kashmir sepanjang waktu?

Tidak ada negara bernama Pakistan di planet ini sebelum 1947. Dulu Pakistan adalah bagian tak terpisahkan dari India selama ribuan tahun. Negara tersebut merupakan ciptaan penguasa kolonial Inggris sebagai bagian dari apa yang disebut sebagai kebijakan "Politik Pecah Belah [Divide and Rule]".

Pada 15 Agustus 1947, British India dipartisi menjadi dua negara terpisah berdasarkan agama. Yang pertama adalah India sekuler dan yang kedua adalah negara mayoritas Muslim Pakistan.

Ada 562 wilayah kerajaan (princely states), termasuk J&K, di India Britania pada saat pembagian. J&K adalah wilayah yang strategis.

Umat Hindu, Buddha, Sikh dan Muslim telah hidup rukun sejak lama di J&K. Mayoritas orang di J&K adalah Muslim dan penguasanya Raja Hari Singh adalah seorang Hindu pada saat pemisahan.

Wilayah kerajaan diberi tiga pilihan: masuk ke India, masuk ke Pakistan atau tetap sebagai negara merdeka.

Karena raja J&K adalah seorang Hindu, Pakistan khawatir raja akan beraksesi ke India yang mayoritas Hindu. Padahal, Hari Singh ingin mandiri. Tapi ia menunda keputusannya. Ia menandatangani perjanjian penundaan dengan Pakistan yang baru berdiri tetapi Pakistan tidak pernah mengimplementasikan perjanjian tersebut. Ini adalah pertama kalinya Pakistan melanggar janjinya. Sedangkan India tidak pernah menandatangani kesepakatan apapun dengan J&K tetapi melaksanakan apa yang diinginkan J&K.

Pakistan yang tidak sabar kemudian mengirimkan 5,000 suku Pashtun yang bersenjata pada tanggal 22 Oktober 1947 untuk menyerang kota-kota seperti Muzaffarabad, Baramulla dan kota-kota lain di J&K. Ratusan tentara Pakistan juga bergabung dengan suku tersebut dengan mengenakan pakaian sipil. Inilah awal mula penderitaan rakyat Kashmir, baik Muslim maupun Hindu.

Tentara berjaga-jaga untuk menyelamatkan warga dari teroris yang berasal dari Pakistan di Lembah Kashmir, India. | Sumber: NDTV
Tentara berjaga-jaga untuk menyelamatkan warga dari teroris yang berasal dari Pakistan di Lembah Kashmir, India. | Sumber: NDTV

Milisi suku membakar banyak kota, menjarah rumah, membunuh warga sipil tak bersenjata dan memperkosa wanita. Itu adalah genosida. Orang Kashmir, termasuk wanita, mengangkat senjata melawan penjajah. Baik Muslim maupun Hindu bergabung dalam pemberontakan ini melawan militer Pakistan dan milisi sukunya.

Hari Singh yang panik meminta bantuan India untuk campur tangan. India menolak karena J&K tidak diaksesikan ke India. Mayoritas Muslim dan Hindu Kashmir di bawah partai Konferensi Nasional menginginkan J&K untuk bergabung dengan India. 

Propaganda Pakistan tidak pernah mengatakan tentang peran Konferensi Nasional dan pemimpinnya Sheikh Abdullah, yang menentang baik Hari Singh maupun Pakistan. 

Lalu, demi pembebasan tanah airnya dari Pakistan, Syekh Abdullah bergandengan tangan dengan Hari Singh. Itu adalah keputusan penguasa hukum dan mayoritas rakyat untuk aksesi ke India. 

Pada 27 Oktober, Hari Singh menyerahkan dokumen Perjanjian Aksesi historis ke India. Kemudian India segera menerbangkan pasukannya ke Srinagar, ibu kota J&K, untuk membebaskan J&K dari Pakistan. 

Jadi India masuk ke J&K melalui proses hukum sementara Pakistan masuk ke Kashmir dengan pendudukan paksa. Itu adalah awal dari perang India-Pakistan pertama. Pasukan India hampir di ambang kemenangan penuh.

Milisi suku terkejut dan menderita banyak korban di tangan militer India dan kelompok perlawanan Kashmir. Mereka mundur dari banyak kota di J&K.

Indialah yang pertama kali menyampaikan keluhan kepada PBB pada tanggal 30 Desember 1947 sesuai dengan Pasal 35 Piagam PBB. Keluhannya mengenai invasi ilegal J&K oleh Pakistan.

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No. 39 dan 47 tentang masalah Kashmir.

Beberapa orang di India berpendapat bahwa melibatkan PBB adalah kesalahan besar dari Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru. Ia mungkin bertindak di bawah pengaruh dan tekanan dari Lord Mountbatten, Gubernur Jenderal India pada tahun 1947. 

Inggris berpihak kepada Pakistan. Bagaimanapun Pakistan diciptakan oleh Inggris. Pertama, penguasa kolonial membagi negara dan kemudian bersekongkol untuk membagi J&K. Inggris memainkan peran penting dalam menghentikan kemenangan penuh India dalam melawan Pakistan. Seandainya perang berlanjut selama satu minggu lagi, pasukan India mungkin telah membebaskan seluruh negara bagian J&K, termasuk Gilgit-Baltistan.

PBB menunjuk UNCIP pada bulan Juni 1948 untuk menengahi antara India dan Pakistan untuk mengakhiri perang.

PBB akhirnya menengahi gencatan senjata antara Pakistan dan India yang mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1948. Akibatnya, sebagian dari J&K dan Gilgit-Balitastan masih berada di bawah pendudukan ilegal pasukan Pakistan.  

Pada tanggal 5 Januari 1949, UNCIP mengadopsi resolusi untuk plebisit bebas dan tidak memihak di J&K untuk memutuskan masa depan negara. Tapi ada prasyarat untuk mengadakan plebisit. Pakistan tidak pernah menyebutkan tentang apa prasyarat untuk plebisit tersebut.

PBB mengatakan bahwa Pakistan pertama-tama menarik pasukannya dan milisinya dari wilayah yang berada di bawah kendalinya di J&K. Karena Pakistan adalah penjajah sedangkan India adalah pembebas, PBB juga meminta India untuk menurunkan pasukan penting atau minimum di J&K di bawah kendalinya setelah mundurnya Pakistan.

Pakistan-lah yang gagal memenuhi permintaan PBB untuk mengadakan plebisit di J&K. Seandainya Pakistan menarik pasukannya pada tahun 1949, tidak akan ada masalah Kashmir sekarang. India beberapa kali bersedia untuk bekerja sama dengan PBB tetapi Pakistan selalu menghalangi prosesnya. Karena Pakistan tidak pernah menarik pasukannya terlebih dahulu, India juga tidak pernah menarik pasukannya. Kebuntuan itu berlanjut hingga sekarang.

Berbagai upaya dilakukan PBB untuk menyelesaikan masalah Kashmir dari tahun 1948 hingga 1965. Namun semuanya gagal. UNCIP menjadi tidak aktif pada bulan Maret 1950. Dengan masuknya negara adidaya -- AS dan Uni Soviet -- masalah Kashmir menjadi lebih rumit dari sebelumnya.

Sekarang, Pakistan yang sama tanpa malu-malu menuntut PBB pada setiap 5 Januari untuk mengimplementasikan janjinya untuk mengadakan plebisit atau referendum di J&K untuk memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri kepada orang-orang Kashmir. Merekalah yang tidak memenuhi prasyarat plebisit. Mereka melupakan perbuatan jahatnya di J&K.

Tidak ada yang mendengarkan teriakan Pakistan atas Kashmir selama 73 tahun terakhir baik di PBB maupun di Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Mereka ingin menginternasionalkan masalah Kashmir seperti masalah Palestina. Namun usahanya gagal. Masyarakat internasional menganggap masalah Kashmir sebagai masalah bilateral antara Pakistan dan India.

Ada juga kendala besar dalam menyelesaikan masalah J&K. Tidak lain adalah militer Pakistan, yang ingin menjaga masalah Kashmir tetap hidup sehingga dapat mempertahankan kekuasaan dan mencetak jutaan atau milyaran dolar. 

Pada tahun 1953, Nehru dan Perdana Menteri Pakistan Muhammad Ali Bogra sepakat untuk menyelesaikan masalah Kashmir melalui mediasi PBB atau Mahkamah Internasional.

Militer Pakistan tidak menyukai gagasan Bogra untuk menyelesaikan masalah Kashmir melalui negosiasi dan hubungan yang lebih dekat dengan India. Mereka menggulingkan Bogra dari jabatannya pada tahun 1955.

Dengan hubungan militer yang meningkat dengan AS dan kekalahan India dalam perang India-China pada tahun 1962, Pakistan berpikir itu adalah waktu yang tepat untuk menyerang India untuk mengambil kendali J&K pada tahun 1965. India mampu mengalahkan Pakistan dalam perang kedua ini.

Cuaca buruk di salah satu jalan di wilayah Jammu dan Kashmir, India. | Sumber: PTI
Cuaca buruk di salah satu jalan di wilayah Jammu dan Kashmir, India. | Sumber: PTI

Setelah kekalahan besar di tangan India dalam perang Indo-Pak ketiga di tahun 1971 atas Pakistan Timur (sekarang Bangladesh), Pakistanlah yang menyetujui status quo pada J&K dan menerima Garis Kontrol (LOC), sebuah kontrol militer antara India dan Pakistan di wilayah negara bagian J&K yang diduduki berdasarkan Perjanjian Shimla 1972.     

Sejak tahun 1989, Pakistan melancarkan perang proksi melawan India di J&K dengan mengirimkan teroris dan mendorong elemen separatis untuk membuat kekacauan.

Pakistan mencoba lagi upaya militer lain pada tahun 1999 dan gagal lagi.

Pada bulan Agustus 2019, India mengambil keputusan bersejarah dengan menghapus dua pasal kontroversial -- Pasal 370 dan Pasal 35A -- dari Konstitusinya. Kedua pasal ini memberikan status khusus dan hak khusus bagi orang-orang di J&K. Sekarang orang Kashmir setara dengan semua orang India lainnya.

Namun Pakistan, seperti biasa, menuduh bahwa pencabutan Pasal 370 telah merampas kewarganegaraan Kashmir mereka.

Setiap tahunnya penuh kebohongan tentang Kashmir dari Pakistan.

"Hari Kashmir pada tanggal 5 Januari hanyalah bab lain dari buku horor tentang Kashmir yang ditulis oleh Pakistan. Itu hanya penipuan," kata Amjad Ayub Mirza, seorang aktivis hak asasi manusia dari kota Mirpur di Kashmir yang diduduki oleh Pakistan, dalam sebuah artikel baru-baru ini di situs web www.news18.com yang berbahasa di Inggris. 

Penulis adalah seorang jurnalis senior yang berbasis di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun