Menurut Dr. Siwage Dharma Negara, peneliti senior di ISEAS Singapura, pemerintah harus fokus pada pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial di tahun 2022.
Sementara itu, Dr. Mohammad Zulfan Tadjoeddin, peneliti senior di Western Sydney University di Australia, menyayangkan kondisi rasio pajak terhadap PDB yang masih rendah di Indonesia, yaitu sekitar 10 persen sekarang.
Ia menyarankan pemerintah harus meningkatkan rasio pajak terhadap PDB menjadi 15 persen.
Webinar yang dimoderatori oleh Dr. Arisman, direktur eksekutif CSEAS, tepat sekali untuk melihat tanda-tanda pemulihan ekonomi di tahun 2022.
Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 3.5 persen di 2021 dan 4.8 persen pada tahun 2022. Meskipun tingkat inflasi tinggi di banyak negara, ADB memperkirakan 1.7 persen inflasi pada tahun 2021 dan 2.7 persen inflasi di Indonesia di tahun 2022.
Pada tanggal 16 Desember, Bank Dunia mengumumkan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 3.7 persen pada tahun 2021 dan 5.2 persen pada tahun 2022.
Namun Dana Moneter Internasional (IMF) pada tanggal 13 Oktober menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 3.9 persen menjadi 3.2 persen untuk tahun 2021.
"Penyebaran varian delta menjadi penyebab utama penurunan peringkat," demikian laporan IMF bertajuk "World Economic Outlook".
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global sebesar 5.9 persen untuk tahun 2021 dan 4.9 persen untuk tahun 2022.
Di tengah pandemi COVID-19, Indonesia tetap menjadi daya tarik bagi investor asing. Pada tahun 2020, realisasi investasi asing langsung (FDI) di Indonesia adalah sebesar $29.44 miliar sedangkan selama sembilan bulan pada tahun 2021, FDI telah mencapai sekitar $24 miliar.
Indonesia telah melakukan pekerjaan yang baik dalam pemberian vaksin COVID-19. Per 27 Desember, Indonesia telah memberikan dosis pertama kepada 157 juta orang dan vaksinasi penuh kepada 110 juta orang. Indonesia telah menetapkan target pemberian vaksin kepada 208 juta orang.