China merespons dengan mengirim kapal untuk berpatroli di dekat anjungan. Indonesia kemudian segera mengirimkan kapal patroli Bakamla, KN Pulau Dana, yang pertama dari sejumlah Bakamla dan kapal Angkatan Laut Indonesia yang telah membuntuti kapal-kapal China di sekitar wilayah tersebut pada bulan-bulan sejak itu.
China melakukan kegiatan mata-mata di daerah tersebut dengan kedok kebebasan navigasi di dekat Blok Tuna.
Pada 25 September, kapal induk Amerika USS Ronald Reagan datang dalam jarak 7 mil laut dari rig pengeboran Blok Tuna. Ini adalah contoh pertama yang diamati dari kapal induk AS yang beroperasi di dekat kebuntuan yang sedang berlangsung di daerah tersebut.
Empat kapal perang China juga dikerahkan ke daerah tersebut, menurut nelayan setempat.
Menanggapi protes China, apa yang harus dilakukan Indonesia?
Angkatan Laut Indonesia mengatakan bahwa pekerjaan pengeboran akan terus berlanjut dan mereka akan meningkatkan keamanan dan patroli di daerah tersebut. Mereka tidak takut terhadap China.
Bahkan, pengeboran selesai tepat waktu tanpa ada gangguan. Perusahaan pengeboran Harbour Energy akan merilis hasil pengeboran pada tanggal 9 Desember.
Namun, analis politik vokal Indonesia Rocky Gerung mengecam pemerintah karena tidak mengambil sikap tegas dan menunjukkan kelemahan terhadap China.
"Mata-mata China telah menemukan bahwa Indonesia secara militer lemah. Makanya China berani mengirimkan nota protes tentang pengeboran kita di Laut Natuna Utara. Kementerian Luar Negeri kita mengatakan bahwa Indonesia memiliki kebijakan politik luar negeri bebas dan aktif. Ini adalah kebijakan luar negeri pasif tidak aktif," kata Rocky dalam video YouTube.
Menurut Global Fire Power 2021, Indonesia berada di peringkat ke-16 dari 140 sementara China menduduki peringkat sebagai kekuatan militer terbesar ketiga di dunia.