Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dalai Lama Berulang Tahun ke-86, Melanjutkan Perjuangannya Melawan Komunis China

7 Juli 2021   16:37 Diperbarui: 7 Juli 2021   16:41 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalai Lama | Sumber: www.dalailama.com

Oleh Veeramalla Anjaiah

Ia merayakan ulang tahunnya yang ke-86 pada tanggal 6 Juli (Selasa) dengan cara yang sederhana di sebuah kota di India tetapi para penggemar, pendukung dan teman-temannya dari lebih dari 100 negara menyampaikan ucapan selamat ulang tahun yang tulus kepadanya. Banyak dari mereka adalah mantan presiden, perdana menteri, pangeran, menteri, anggota parlemen, selebriti, pejabat tinggi, pemimpin agama dan cendekiawan.

Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dan Menlu Amerika Serikat Antony Blinken telah menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepadanya.

Ia bukan orang India tapi orang yang damai. Ia telah memenangkan banyak penghargaan internasional, termasuk Ramon Magsaysay penghargaan pada tahun 1959 dan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1989. 

Ia juga telah melakukan perjalanan ke lebih dari 62 negara yang mencakup 6 benua. Ia telah berdialog dengan pemimpin-pemimpin dari agama yang berbeda dan banyak ilmuwan terkenal. Hebatnya, ia telah menulis lebih dari 72 buku. Namun, ia menggambarkan dirinya sebagai seorang biksu Buddha.  

Siapakah dia?

Ia tak lain adalah Dalai Lama ke-14 dari Tibet, yang kini hidup sebagai pengungsi di India sejak tahun 1959.

"Saya hanya seorang manusia. Banyak orang benar-benar menunjukkan bahwa mereka mencintai saya. Dan banyak orang yang benar-benar menyukai senyum saya. Meskipun usia saya sudah tua, wajah saya cukup tampan. Banyak orang benar-benar menunjukkan kepada saya persahabatan yang tulus," kata Dalai Lama dalam sebuah pesan di situs Central Tibetan Administration (CTA) di Dharamsala, India.

"Saya ingin menyampaikan penghargaan saya yang mendalam kepada semua teman-teman saya yang telah benar-benar menunjukkan saya rasa cinta, hormat dan kepercayaan. Untuk diri saya sendiri, saya dapat meyakinkan Anda bahwa selama sisa hidup saya, saya berkomitmen untuk melayani kemanusiaan dan bekerja untuk melindungi kondisi iklim."

Non-kekerasan dan kasih sayang adalah senjata utamanya dalam membebaskan tanah airnya Tibet dari pendudukan China.

Namun Komunis China menggambarkan Dalai Lama sebagai pemimpin separatis yang berbahaya. Sejak Mei 2005 Beijing telah meningkatkan upayanya untuk menyerang Dalai Lama dengan menyatakan "perjuangan sampai mati" untuk melawannya.

Lahir pada 6 Juli 1935 di Takster, Amdo, timur laut Tibet, Dalai Lama ke-14 adalah pemimpin spiritual Tibet. Namanya Tenzin Gyatso (namanya waktu lahir adalah Lhamo Dhondup). Pada tahun 1937, ia diakui sebagai reinkarnasi dari Dalai Lama ke-13.

Latar belakang sejarah

Tibet, wilayah tertinggi (dengan ketinggian 4,380 meter) di planet ini, dikenal sebagai Cholka-Sum, yang terdiri dari wilayah U-Tsang, Kham dan Amdo. Tibet memiliki luas 2.5 juta kilometer persegi, sebagian besar merupakan wilayah pegunungan, di mana beberapa bagian dari gunung tertinggi di dunia Everest (8,848 meter) berada. Orang-orang Tibet berbeda dengan mayoritas Tionghoa Han. Orang Tibet memiliki agama, budaya, bendera nasional dan bahasa mereka sendiri.

Revolusi Xinhai (1911-1912) mengakhiri pemerintahan dinasti Qing di China dan menyebabkan pembentukan Republik China (ROC) pada tanggal 1 Januari 1912. Sun Yat-Sen menjadi Presiden pertama China.

Tibet adalah kerajaan besar di abad ke-7. Dari waktu ke waktu kaisar China membantu penguasa Tibet atau memperluas kedaulatan mereka ke beberapa bagian Tibet.

Orang-orang Tibet mendeklarasikan kemerdekaan mereka pada tahun 1913, hanya satu tahun setelah kelahiran ROC. Sayangnya, ROC tidak mengakui secara resmi kemerdekaan Tibet. Berkali-kali orang Tibet mencoba mendapatkan pengakuan Beijing atas kemerdekaan mereka tetapi mereka selalu gagal. Mereka memiliki pemerintahan dan tentaranya sendiri.

Di bawah kepemimpinan Mao Zedong, pada tanggal 1 Oktober 1949, Partai Komunis China (PKC) merebut kendali kekuasaan dan mendirikan Republik Rakyat China (RRC).

Hal pertama yang dilakukan PKC adalah memusatkan perhatiannya kepada pendudukan Tibet pada tahun 1949. PKC sepenuhnya merebut Tibet antara Oktober 1950 hingga Mei 1951. PKC menggambarkan perebutan tersebut sebagai Pembebasan Damai Tibet meskipun banyak orang yang terbunuh. Propaganda utama PKC adalah "Perjanjian 17 Poin" tentang Tibet.

Pada tanggal 21 Mei 2021, PKC menerbitkan Buku Putih (White Paper) berjudul "Tibet sejak 1951: Pembebasan, Pembangunan dan Kesejahteraan" sebagai bagian dari perayaan memperingati ulang tahun "pembebasan Tibet" yang ke-70.

"Buku ini adalah gudang kebohongan dan kekhawatiran PKC. Saat dunia terus menegaskan pendiriannya terhadap PKC, kebohongan China semakin lemah dalam kemampuan persuasif mereka," ungkap Yeshi Dawa, seorang ahli di Tibet, baru-baru ini.

Buku tersebut menyatakan bahwa 'Tibet sebagai bagian tak terpisahkan dari China' sejak dulu kala. Dikatakan bahwa Tibet menjadi bagian dari China karena hubungan perkawinan yang dibangun melalui pernikahan Raja Songtsen Gampo ke-33 Tibet dengan seorang putri China. Tapi mereka lupa menyebutkan bahwa ratu pertama raja ini adalah seorang putri Nepal. Jika kita mengikuti argumen ini, Tibet seharusnya milik Nepal bukan China.

Juga tidak disebutkan tentang Perjanjian Sino-Tibet yang terkenal pada tahun 821 M. Perjanjian inilah yang membuat batas yang jelas antara Tibet dan China.

Bendera Tibet | Sumber: https://tibet.net/
Bendera Tibet | Sumber: https://tibet.net/

Sebagai negara merdeka, Tibet mengadopsi bendera nasionalnya pada tahun 1916. Bendera tersebut muncul untuk pertama kalinya di arena internasional pada tahun 1934 di Majalah National Geographic. Bendera nasional Tibet dikibarkan pada Konferensi Hubungan Asia di New Delhi pada tahun 1947. Delegasi Tibet terdiri dari empat orang sedangkan China memiliki delapan orang delegasi dan satu pengamat. Dengan 25 delegasi dan tujuh pengamat, delegasi Indonesia menjadi yang terbesar kedua setelah India yang menjadi tuan rumah dalam konferensi ini. Buku Putih tidak menyebutkan fakta bahwa Tibet ikut serta dalam Konferensi Hubungan Asia sebagai negara merdeka.

Kembali ke Perjanjian 17 Poin, delegasi Tibet dipimpin oleh Ngabo Ngawang Jigme, yang bertugas untuk menginformasikan hasil negosiasi dengan China kepada pemerintah Tibet. PKC memaksa delegasi Tibet untuk menandatangani perjanjian.

Penciptaan perjanjian itu sendiri bertentangan dengan narasi PKC di Tibet. Klausul pertama dari perjanjian mengatakan:

"Rakyat Tibet akan bersatu dan mengusir kekuatan imperialis yang agresif; mereka akan kembali ke keluarga Republik Rakyat China."

Jika Tibet adalah bagian dari China selama berabad-abad, mengapa mempertanyakan tentang kembalinya Tibet ke China? Ditemukan bahwa segel yang ditempelkan pada dokumen itu palsu.

Beberapa poin mengenai otonomi, sistem politik, kekuasaan Dalai Lama, keyakinan agama, adat istiadat dan kebiasaan yang disebutkan dalam perjanjian tidak pernah diterapkan oleh China di Tibet.

Alasan China tidak menerapkan Perjanjian 17 Poin sepenuhnya adalah hanya karena PKC tidak menyukai agama dan Tuhan.

Bahkan Mao pernah berkata, "Agama adalah racun" dan memberikan alasan berikut:

"Agama memiliki dua kekurangan besar: ia merusak ras dan kedua menghambat kemajuan negara."

Pada tahun 1959, orang Tibet memulai pemberontakan mereka dalam melawan konspirasi China untuk membajak atau menangkap Dalai Lama. Pemberontakan dimulai di Lhasa dan menyebar dengan cepat ke banyak daerah. Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dengan kejam menumpas pemberontakan tahun 1959 dengan membunuh lebih dari 80,000 orang Tibet.

Dengan bantuan dari Central Intelligence Agency (CIA), Dalai Lama dan ribuan pendukungnya dan para pengikutnya melarikan diri ke India pada bulan Maret 1959. Dalai Lama mendirikan pemerintahan yang disebut Central Tibetan Administration (CTA), pemerintahan di pengasingan, di Dharamsala.

Sebagai kepala CTA, Dalai Lama telah mengajukan banding ke PBB tentang masalah Tibet. Majelis Umum mengadopsi tiga resolusi tentang Tibet pada tahun 1959, 1961 dan 1965.

China membagi Tibet menjadi Daerah Otonomi Tibet (TAR) dan beberapa bagian Tibet tergabung dalam provinsi Qinghai, Sichuan, Gansu dan Yunnan. Populasi orang Tibet yang berada di bawah kendali China saat ini sebesar 6 juta orang.

Pendudukan China yang terus-menerus atas Tibet telah mengancam identitas nasional, budaya dan agama Tibet yang unik. Sudah seperti kediktatoran militer di Tibet saat ini. Orang Tibet tidak diberikan hak asasi universal mereka. Mereka tidak dapat menjalankan agama mereka secara bebas di bawah pemerintahan Komunis.

Komunis menghancurkan lebih dari 6,000 biara dan artefak keagamaan yang tak terhitung jumlahnya di Tibet selama tujuh dekade terakhir. Bahkan saat ini, China melihat agama dan budaya Tibet sebagai ancaman utama terhadap kepemimpinan PKC.

Masalah besar lainnya adalah masuknya orang Tionghoa Han ke Tibet dalam jumlah besar, yang dapat menjadikan penduduk lokal Tibet sebagai minoritas. Diskriminasi mulai meluas dalam pekerjaan dan pendidikan bagi orang Tibet.

Dalai Lama dan rakyatnya telah melakukan gerakan tanpa kekerasan dalam melawan China untuk mendapatkan kembali kebebasan dan martabat mereka yang hilang selama lebih enam dekade terakhir.

"Perjuangan kemerdekaan Tibet - berdasarkan kebenaran, keadilan dan non-kekerasan dan dedikasi kerja keras rakyat Tibet - telah membangkitkan minat yang kuat dan aktif untuk Tibet dari orang-orang di semua lapisan masyarakat secara internasional," kata CTA.

Dalai Lama adalah utusan perdamaian, yang bekerja untuk toleransi dan kerukunan beragama. Ia mengutuk orang-orang Myanmar dan tentara Myanmar yang membunuh Muslim Rohingya di Myanmar.

"Buddha selalu mengajarkan kita tentang pengampunan, toleransi, kasih sayang. Jika dari satu sudut pikiran Anda, beberapa emosi membuat Anda ingin memukul, atau ingin membunuh, maka tolong ingat keyakinan Buddha. [...] Semua masalah harus diselesaikan melalui dialog, melalui pembicaraan. Penggunaan kekerasan sudah ketinggalan zaman dan tidak pernah menyelesaikan masalah," katanya.

Pada bulan Mei 2013, ia berkata "Sungguh, membunuh orang atas nama agama itu jahat, sangat menyedihkan."

Mari kita doakan Dalai Lama sukses dalam perjuangan damainya melawan Komunis China.

Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun