"Ada banyak alasan mengapa Pakistan berubah menjadi negara yang berhutang banyak. Pertumbuhan eksponensial dalam tingkat utang luar negeri menggarisbawahi bahwa negara tersebut tidak mampu menarik arus masuk jangka panjang non-utang yang memadai seperti investasi asing langsung [FDI] atau meningkatkan ekspornya, yang tetap terjebak pada $23-24 miliar setahun, untuk memenuhi kebutuhan akun eksternalnya," kata Dawn.
"Tingkat simpanan domestik formal yang sangat rendah seperti yang tercermin dari simpanan perbankan berarti bahwa pemerintah harus bergantung pada tabungan asing untuk membiayai operasi anggarannya serta untuk mendukung neraca pembayaran."
Dengan populasi 223 juta, ekspor Pakistan pada tahun 2019-2020 mencapai sekitar $22 miliar, lebih kecil dari Bangladesh $40 miliar (2019).
China adalah satu-satunya negara yang saat ini banyak berinvestasi di Pakistan. China mendukung penuh pemerintahan Imran, yang membuka Pakistan bagi bisnis China. Investor asing lainnya enggan berinvestasi di Pakistan yang terkenal dengan terorisme, radikalisme, separatisme, korupsi yang merajalela, ketiadaan hukum dan ketertiban serta penghormatan terhadap supremasi hukum.
Pakistan memiliki tentara terbesar ke-7 di dunia dengan 654,000 tentara, senjata modern dan persenjataan nuklir. Namun 45 persen dari populasi hidup di bawah garis kemiskinan dan 40 persen orang bahkan tidak bisa membaca dan menulis. Fasilitas dasar seperti air minum, listrik, sekolah, rumah sakit, sanitasi, pekerjaan dan perumahan masih merupakan kemewahan bagi jutaan orang Pakistan.
Imran mengaku di bulan Desember 2020 bahwa ekonomi Pakistan telah membuat "perubahan yang luar biasa" dan sedang menuju pemulihan penuh. Banyak orang tidak percaya dengan klaimnya.
Partai-partai oposisi, yang telah bersatu di bawah bendera Gerakan Demokratik Pakistan (PDM), telah menggelar demonstrasi menentang pemerintahan Imran yang mereka sebut sebagai "boneka" militer. Mereka menuduh bahwa Imran adalah boneka militer Pakistan. Mereka ingin mengembalikan demokrasi dan supremasi sipil atas militer di Pakistan.
Terbukti bahwa selama 30 bulan terakhir, di bawah kepemimpinan Imran, Pakistan sedang menuju situasi terburuk sepanjang sejarahnya. Rakyat Pakistan akan lebih menderita dalam beberapa bulan dan tahun mendatang hingga tahun 2023, ketika masa jabatan Imran berakhir.
Oleh Veeramalla Anjaiah
Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H