Tingkat pengangguran Pakistan mencapai 4.45 persen pada tahun 2020 dan mungkin akan meningkat akibat COVID-19. Surat kabar India The Hindustan Times melaporkan dengan mengutip Survei Ekonomi tahunan Pakistan tahun 2019 hingga 2020 memperkirakan bahwa jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akan berada di antara 1.4 juta hingga 18.5 juta jika bisnis di negara itu ditutup secara luas.
Sejak pendiri partai Tehreek-e-Insaf (PTI) Imran Khan mendapatkan kekuasaan pada tahun 2018 dengan janji-janji besar, ekonomi Pakistan telah melambat dengan cepat. Pada tahun pertama, ekonomi hanya tumbuh 1.8 persen, penurunan yang besar dari 5.53 persen pada tahun 2017. Pakistan jatuh ke dalam resesi karena ekonominya menurun -0.4 persen akibat pandemi COVID-19 dan pengelolaan yang kurang baik.Â
Orang-orang berada dalam situasi yang sangat sulit. Di satu sisi, banyak dari mereka kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Harga makanan naik seperti yang lainnya. Misalnya, tingkat inflasi di tahun 2020 telah naik ke level rekor 10.7 persen, lompatan besar dari 4.7 persen pada tahun 2018.
Rakyat Pakistan kehilangan kepercayaan pada pemerintah koalisi Imran. Mereka turun ke jalan untuk memprotes manajemen ekonomi yang kurang tepat, penanganan pandemi COVID-19, pengangguran massal dan harga pangan. Partai oposisi berada di garis depan protes untuk menuntut pengunduran diri Imran.
Faktanya, jauh sebelum datangnya pandemi COVID-19, perekonomian Pakistan sedang dalam kondisi yang buruk.
Pada saat itu Pakistan berjalan dengan menggunakan dana talangan atau paket Extended Fund Facility dari Dana Moneter Internasional (IMF) senilai AS$6 miliar. Namun program tersebut terhenti pada bulan Maret 2020 akibat pandemi COVID-19.
Imran menyalahkan kekacauan saat ini pada pendahulunya, yang menempatkan negara dalam jebakan hutang. Pada tanggal 30 September 2020, total utang dan kewajiban Pakistan mencapai $280 miliar, lebih besar dari PDB negara yang senilai $278.22 miliar.
Ironisnya, sekitar sepertiga dari total APBN digunakan untuk pembayaran utang dan 20.3 persen digunakan untuk anggaran militer. Jadi, lebih dari 50 persen APBN hanya digunakan untuk membayar utang dan anggaran pertahanan.
Orang Pakistan sangat malang karena memiliki begitu banyak masalah yang kompleks. Pakistan memiliki pendapatan per kapita PDB yang rendah hanya $1,325 pada tahun 2019, penurunan besar dari $1,625 pada tahun 2018. Pakistan juga memiliki standar hidup yang rendah serta tingkat kemiskinan yang tinggi. Negara Asia Selatan ini memiliki sistem pendidikan di bawah standar.
Alasan utama dari semua masalah ini adalah para jenderal Pakistan yang rakus dan haus akan kekuasaan, politisi korup dan birokrat yang tidak kompeten, yang menjarah negara selama lebih dari tujuh dekade. Korupsi merajalela. Pakistan berada di peringkat 120 dari 180 negara pada Indeks Persepsi Korupsi dari  Transparency International 2019.