Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengekspos Standar Ganda China yang Mencolok dalam Kebebasan Pers

31 Oktober 2020   06:40 Diperbarui: 31 Oktober 2020   07:03 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wartawan Australian Financial Review Michael Smith (kiri) dan wartwan ABC Bill Birtles pulang ke Australia dari Shanghai, China, di bulan September. | Sumber: ABC dan BBC

Oleh Veeramalla Anjaiah

Diplomat China yang sebagian besar masih muda dan agresif saat ini disebut sebagai "pejuang serigala" karena peran aktif mereka dalam mempertahankan citra China melalui media tradisional dan sosial di luar negeri. Twitter adalah alat utama mereka.

Tetapi banyak orang di luar China yang tidak tahu bahwa Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, Pinterest dan banyak platform media sosial populer lainnya dilarang di China.

Banyak surat kabar barat dan saluran TV internasional juga dilarang di China, yang diperintah oleh otoriter Partai Komunis China (PKC). Menurut Indeks kebebasan pers tahunan dari Reporters Without Borders (RSF) di tahun 2018, China menduduki peringkat 177 dari 180 negara. Ini, menurut RSF, terutama disebabkan oleh cengkeraman pemerintah China pada saluran informasi dan kemauan untuk menyensor dan memenjarakan siapa pun yang mengatakan sesuatu yang menentang rezim.

Sekarang China mengincar jurnalis asing. Pada tanggal 7 September 2020, reporter ABC Australia Bill Birtles dan reporter Australian Financial Review Mike Smith terpaksa meninggalkan China setelah diinterogasi oleh polisi China atas kasus keamanan nasional. Menurut polisi China, jurnalis-jurnalis Australia diperiksa terkait kasus penyiar TV China-Australia Cheng Lei, yang sudah berada dalam tahanan.

Para jurnalis The Sydney Morning Herald dan The Age telah menunggu pengesahan visa sejak akhir tahun lalu. Jurnalis AS dari The New York Times, The Wall Street Journal dan The Washington Post dikeluarkan pada bulan Maret 2020. Media organisasi dari Uni Eropa juga mengalami kesulitan dalam mengirimkan kembali koresponden ke China.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne memperingatkan warganya untuk tidak mengunjungi China karena polisi China dapat menangkap warga Australia dengan alasan membahayakan keamanan nasional. Apa masalahnya? Mengapa China melakukan ini?

Ini adalah pembalasan China terhadap Australia atas penyelidikan Australia tentang intervensi asing. Polisi Australia baru-baru ini menetapkan tujuh orang, termasuk Konsul China untuk Sydney Sun Yantao, sebagai tersangka yang menyusup ke Partai Buruh New South Wales (NSW).

Polisi Australia mengeluarkan surat perintah penggeledahan pada bulan Juni 2020 untuk menyelidiki penasihat kebijakan NSW John Zhisen Zhang dan anggota parlemen Shaoquett Moselmane. 

Zhang, menurut polisi, adalah bagian dari kelompok agen asing yang membantu Moselmane untuk mengedepankan kepentingan partai China melalui Partai Buruh. E-mail, pesan dan catatan panggilan telepon Zhang dengan jelas menunjukkan bahwa dia terus berhubungan dengan Sun Yantao, seorang diplomat yang tidak seharusnya terlibat dalam politik lokal.

Sebelumnya pada bulan Juni, empat jurnalis China dan dua akademis China berada di bawah pengawasan agen intelijen Australia karena aktivitas yang mencurigakan. Mereka semua sedang dalam misi untuk menyebarkan agenda PKC di Australia. Visa dua akademis tersebut dicabut oleh Australia.

Ketua Komite Keuangan dan Administrasi Publik Senat Australia James Peterson menyarankan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam memberikan akses kepada jurnalis China, yang bukan jurnalis sungguhan tetapi pegawai pemerintah, ke Parlemen Federal.

Menurut Prof. Clive Hamilton dari Charles Sturt University, layanan berita China adalah bagian dari propaganda United Front Department. Seorang diplomat China yang mempengaruhi politik Australia adalah langkah besar China.

Pada bulan Januari, Pasukan Perbatasan Australia di bandara Sydney telah menggeledah telepon dan laptop Zhang dan menemukan bukti campur tangan China dalam politik Australia.

China mengecam Australia karena memperlakukan jurnalis dan cendekiawannya dengan buruk.

"Perilaku pemerintah Australia [...] secara terang-terangan melanggar hak dan kepentingan sah jurnalis China di sana serta menyebabkan kerusakan parah pada kesehatan fisik dan mental jurnalis juga keluarga mereka," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China  Zhao Lijian kepada wartawan di Beijing.

China, yang tidak mengizinkan kebebasan pers dasar dan kebebasan berekspresi di dalam negeri, sedang berbicara tentang hak-hak jurnalis. Media pemerintah China telah mengeksploitasi nilai-nilai kebebasan keterbukaan di negara-negara demokratis seperti Australia untuk mengejar kepentingannya sendiri.

Waktunya telah tiba bagi dunia untuk memperhatikan dan secara efektif menangani semua standar ganda China yang mencolok.

Amerika Serikat pada 18 Februari menyatakan bahwa kantor berita China Xinhua, penyiar pemerintah CGTN, China Radio International, China Daily, dan People's Daily adalah operator negara China. Keputusan Amerika ini muncul setelah laporan dugaan keterlibatan operasi intelijen China dalam penelitian ilmiah di Universitas Harvard dan peretasan tahun 2017 dari badan pelaporan kredit terbesar negara itu, Equifax. AS juga menunjuk semua lembaga  China di Amerika Serikat  tersebut sebagai "Misi Asing".

Hal yang memprihatinkan untuk diperhatikan betapa sulit dan berbahayanya kehidupan jurnalis asing di China. Klub Koresponden Asing Tiongkok (FCCC) mengatakan dalam laporan tahunan 2019 bahwa jurnalis asing menghadapi peningkatan pelecehan, pengawasan dan intimidasi dari otoritas China. 

Visa jurnalistik dan akreditasi pers menjadi alat utama pemerintah untuk melecehkan dan mengintimidasi jurnalis asing. Agen intelijen sering meretas email jurnalis asing dan mengirim aplikasi pesan terenkripsi untuk membuat mereka frustasi. Mereka juga memantau semua komunikasi jurnalis asing.

PKC khawatir tentang laporan asli mengenai kondisi China oleh wartawan asing. Pada Agustus tahun lalu, China mengeluarkan jurnalis Wall Street Journal karena menerbitkan laporan tentang dugaan keterlibatan dalam aktivitas perjudian dan pencucian uang oleh sepupu Presiden Xi Jinping di Australia.    

Baru-baru ini, intimidasi terhadap jurnalis asing di China meningkat drastis. PKC menjadi lebih sensitif terhadap liputan COVID-19 dan hak asasi manusia di Xinjiang.

"Dengan pengusiran jurnalis Amerika dan cara Bill dan Mike diperlakukan, terlihat sangat jelas bahwa China melihat tidak ada manfaatnya lagi memiliki koresponden asing di China," kata kepala biro The Washington Post di Beijing, Anna Fifield dalam sebuah wawancara media.

"Xi Jinping menginginkan kendali penuh atas segalanya, jadi dia mencoba membungkam siapa pun yang memiliki pandangan berbeda atau dari luar - pengacara, aktivis hak asasi manusia, jurnalis, akademisi yang berpikiran independen. Ini mengerikan."

China telah menekan kebebasan pers di dalam negeri dan medianya yang dikendalikan negara mengeksploitasi kebebasan pers di negara asing untuk mengejar tujuan PKC.

Kita di Indonesia menikmati kebebasan pers penuh sebagai bagian dari demokrasi kita. Tapi kita tidak boleh membiarkan jurnalis asing palsu atau agen negara asing mengeksploitasi kebebasan kita untuk mengejar kepentingan mereka di Indonesia.

Penulis adalah seorang wartawan senior yang tinggal di Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun