Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Waspada terhadap Diplomasi Jebakan Utang China

27 September 2020   18:53 Diperbarui: 27 September 2020   19:05 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta api dalam kota Orange Lane Metro Train di kota Lahore, Pakistan. | Sumber: Facebook/alibhai004

Oleh Veeramalla Anjaiah

 Kita harus waspada terhadap diplomasi jebakan utang China. China telah memompa ratusan miliar dolar, bukan dalam bentuk hibah tetapi dalam bentuk pinjaman dengan suku bunga komersial, di bawah program Belt and Road Initiative (BRI). 

Orang-orang mengira negara-negara akan mendapat uang mudah dari China untuk proyek pembangunan di bawah program BRI. Ini bukan uang yang mudah tapi ini adalah jebakan hutang.

China berencana untuk menginvestasikan lebih dari AS$1 triliun di berbagai negara di Asia, Afrika dan Eropa. Hasil proyek BRI di banyak negara jelas menunjukkan bahwa itu adalah jebakan utang. Berikut ini adalah cerita menarik dari Pakistan tentang bagaimana negara Asia Selatan ini menjadi korban imperialisme China.

Lahore adalah kota terbesar kedua setelah Karachi di Pakistan. Dengan 12 juta penduduknya, Lahore, ibu kota provinsi Punjab, telah berjuang untuk menyelesaikan berbagai masalah perkotaan, termasuk transportasi.

Tahun ini, Lahore akan mendapatkan kereta api metro pertama mereka, yang akan menghubungkan Ali Town ke Dera Gujjran dengan melewati 26 stasiun. Proyek sepanjang 27.12 kilometer tersebut, yang dikenal dengan Orange Link Urban Rail, merupakan kerjasama dari dua perusahaan raksasa China yaitu China North Industries Corporation (NORINCO) dan China State Railway Group.

Meskipun tujuan utamanya, menurut pemerintah Pakistan, adalah untuk merevitalisasi ekonomi negara dan kerangka transportasi perkotaan, proyek tersebut menelan biaya tinggi sebesar $1.6 miliar dan lebih dari 90 persen dari uang itu akan menjadi utang Pakistan. Biaya proyek mungkin naik mengingat pandemi COVID-19 dan konsekuensi ekonominya.

Hanya $300 juta yang akan datang dari pemerintah Pakistan, proyek kereta metro mungkin berakhir dalam jeratan utang karena pembiayaan massal dilakukan melalui pinjaman lunak dari China. 

Misalnya, Bank Ekspor-Impor China telah memberikan pinjaman lunak sebesar $1.55 miliar untuk proyek tersebut. Pinjaman lunak ini harus dibayar oleh pemerintah provinsi Punjab dengan bunga ke China dengan cara mencicil selama 20 tahun.

Masalah dengan investasi China adalah bahwa segala sesuatu harus datang dari China, termasuk bahan dan peralatan serta buruh. Bahkan setelah proyek selesai, perawatannya akan dilakukan oleh perusahaan China. 

Selama lima tahun mulai 2020, China Railway dan NORINCO akan mengoperasikan rel metro. Dalam proyek metro Lahore, total 27 kereta telah dibeli dari Lokomotif CRRC Zhozhou China dengan biaya sebesar $1 miliar. Di tahun 2025, proyek tersebut akan memiliki 54 kereta api, yang akan dibeli dari China.

Banyak kritikus di Pakistan mengatakan bahwa Lahore harusnya memilih proyek kereta transit bawah tanah yang diusulkan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) daripada kereta metro dari China. Pasalnya, biaya proyek ADB jauh lebih murah ketimbang kereta metro China.

Ada tuduhan serius tentang transparansi, korupsi dan intervensi pemerintah dalam proyek kereta metro Lahore.

Ada masalah besar dengan proyek kereta metro China. Ini menimbulkan bahaya besar bagi banyak situs warisan sejarah karena proyek ini berada di sekitar beberapa masjid dan taman penting. 

Bahkan, banyak dari tempat-tempat tersebut yang sudah diratakan dengan tanah untuk membangun rel kereta api. Pada bulan Agustus 2016, Pengadilan Tinggi Lahore memerintahkan penutupan proyek dalam jarak 200 kaki dari 11 situs bersejarah. Anehnya, larangan tersebut dicabut dan beberapa instruksi pengadilan tinggi diabaikan begitu saja. Pekerjaan terus berjalan.

Keberlanjutan ekologi proyek juga mendapat kecaman dari kelompok lingkungan. Operator proyek menebang 600 pohon, termasuk beberapa tanaman obat, selama proses pembangunan jalur kereta api. 

Orang yang tinggal di sepanjang rel kereta api dan bangunannya merasakan getaran selama proses konstruksi. Beberapa organisasi mengeluhkan kemungkinan bahaya bagi beberapa situs warisan sejarah. 

Pekerjaan proyek ditunda selama 22 bulan dan pembangunan dilanjutkan setelah keputusan Mahkamah Agung Pakistan yang kasih lampu hijau terhadap proyek tersebut.

Kereta metro akan digerakkan oleh listrik dan membutuhkan daya 20 megawatt. Banyak kota, termasuk Lahore, telah menderita kekurangan pasokan listrik. Tidak hanya itu, untuk mengoperasikan sistem metro yang baru dengan lancar Lahore Electricity Supply Company (LESCO) harus menambah 80 megawatt listrik untuk jaringan listrik yang ada.

Pakistan terutama bergantung pada Indonesia untuk pembangkit listrik. Indonesia memasok batubara berkualitas tinggi ke Pakistan untuk menghasilkan listrik.

China selalu mengklaim bahwa proyek kereta metro Lahore adalah sistem transportasi perkotaan yang paling efisien dan ramah lingkungan. Proyek tersebut menggunakan teknologi, desain dan peralatan China yang paling canggih dengan biaya yang terjangkau jika dibandingkan dengan negara lain.

Namun desain, kelayakan, keterjangkauan, keamanan dan keberlanjutan proyek selalu diragukan. Proyek tersebut akan menambah beban utang ke Pakistan.  

Proyek ambisius tersebut merupakan bagian dari program China Pakistan Economic Corridor (CPEC) di mana China telah menginvestasikan rekor $62 miliar di Pakistan, sebagian besar dalam proyek infrastruktur dan energi. Investasi China di bawah CPEC, bagian dari BRI, setara dengan seperlima dari produk domestik bruto (PDB) Pakistan.

Menurut laporan terbaru dari Center for Global Development, ada delapan negara - Djibouti, Kyrgyzstan, Laos, Maladewa, Mongolia, Pakistan, Montenegro dan Tajikistan - yang berisiko tinggi mengalami kesulitan utang akibat pinjaman BRI. 

Surat kabar harian terkemuka Pakistan The Express Tribune baru-baru ini melaporkan bahwa rasio utang Pakistan terhadap PDB melonjak menjadi 87.2 persen pada bulan Juni 2020. Jika semua kewajiban lain dimasukkan ke dalam total utang, rasionya akan menjadi 106.8 persen dari PDB. Pakistan memiliki total hutang sebesar Rs 36.8 triliun ($219.48 miliar).

Kita memiliki contoh proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bernilai lebih dari $6 miliar, proyek BRI. Proyek ini sedang ditunda saat ini. Banyak orang yang bertanya: Apakah kita benar-benar membutuhkan kereta berkecepatan tinggi ke Bandung?  Kita harus membatalkan keseluruhan proyek karena tidak akan layak secara ekonomi dan hanya memberikan kita lebih banyak hutang.

Tetangga kita, Malaysia, baru-baru ini membatalkan dua proyek berbiaya tinggi senilai $22 miliar dari China.

Kita juga memiliki contoh dari Sri Langka, yang menjadi sangat berhutang  kepada China dan akhirnya menyerahkan pelabuhan Hambantota ke China untuk sewa selama 99 tahun.  

Di Laos, China saat ini sedang membangun jalur kereta api berkecepatan tinggi, yang akan menghabiskan setengah dari PDB negara  tersebut. Apakah Laos sangat membutuhkan jalur kereta berbiaya tinggi ini?

Pakistan pasti jatuh ke dalam perangkap utang China. Tetapi ada sudut lain dari aspek ini. Antipati timbal balik terhadap India mempertemukan Pakistan dan China. China adalah negara yang diperintah oleh Partai Komunis China, yang tidak percaya pada Tuhan dan agama sedangkan Pakistan adalah Republik Islam.

China telah mendukung Pakistan melalui bantuan ekonomi, politik dan militer karena kemusuhan dengan India, yang menjadi lawan kuat terhadap China dan Pakistan.

Pakistan mengklaim dirinya sebagai pembela umat Islam, khususnya di Kashmir. Mereka telah berusaha untuk mendapatkan dukungan internasional untuk perjuangan Muslim di Kashmir selama tujuh dekade terakhir. Pakistan gagal mendapatkan dukungan internasional, termasuk sebagian besar negara Muslim. Sebab, Pakistan memiliki suatu kepentingan tersendiri di Kashmir.

Misalnya, jika Pakistan benar-benar pembela umat Islam, mengapa Pakistan tidak pernah mengatakan apapun tentang penderitaan umat Islam Uighur di China? Apakah karena uang yang mengalir ke Pakistan dari China?

Komunis China menyebarkan kebijakan Sinisasi di Xinjiang, tempat tinggal orang Uighur. Pemerintah China secara paksa memaksakan budaya, bahasa dan norma sosial China (budaya China Han) kepada orang Uighur.

Banyak laporan mengungkapkan bahwa Muslim Uighur sangat menderita di kamp yang disebut sebagai kamp pendidikan ulang di Xinjiang. Kebebasan beragama orang Uighur ditolak. Mereka tidak diperbolehkan menumbuhkan janggut panjang, perempuan tidak diperbolehkan memakai kerudung bahkan ada larangan menggunakan nama yang berkaitan dengan agama.

Mengingat ketergantungan penuhnya pada China, Pakistan tidak dapat mengutuk kekejaman China terhadap Uighur atau membela sesama Muslim secara terbuka. Itulah kekuatan diplomasi jebakan utang China.

Penulis adalah seorang wartawan senior tinggal di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun