Perlu juga dicatat bahwa pada bulan Juni 2020 China mengklaim Suaka Margasatwa Sakteng di negara Bhutan sebagai miliknya untuk pertama kalinya.
Konflik saat ini di Lembah Galwan dimulai ketika China mengajukan keberatan tentang pembangunan infrastruktur India, termasuk membuat jembatan penggeser di sungai Shyok dekat LAC tetapi di wilayah India.
Pada saat yang sama orang China membangun jalan di sepanjang Galwan Nallah, wilayah China, dekat LAC. China dapat membangun infrastruktur di dekat LAC dan sekarang mereka keberatan jika India melakukan hal yang sama.
Sebelum bentrokan 15 Juni, China telah mengerahkan sejumlah besar pasukan di Sektor Barat LAC. India juga merespons dengan mengerahkan pasukannya.
Dalam upaya untuk menghilangkan ketegangan, pada 6 Juni kedua negara mengadakan pembicaraan untuk menenangkan situasi. Masalahnya dimulai ketika orang China mendirikan tenda sementara di Lembah Galwan di sisi India tepat di seberang LAC. Tidak ada indikasi kapan orang China akan melepas tendanya.
Pada 15 Juni, India mengirim pasukannya untuk mendirikan kemahnya di sebelah tenda China. Kemudian keributan dimulai di mana 20 tentara India dan sejumlah pasukan China terbunuh.
China menuduh pasukan India masuk ke wilayah China dan India menyangkalnya dan mengatakan tidak pernah berniat mengubah status quo.
Setelah insiden 15 Juni, kedua negara terlibat dalam pembicaraan untuk mengurangi situasi tegang.
Banyak cendekiawan bertanya-tanya mengapa China berkelahi dengan beberapa negara secara bersamaan pada waktu yang sulit. Mungkin China berpikir bahwa seluruh dunia sibuk menangani pandemi COVID-19 yang mematikan sehingga ini adalah waktu yang tepat untuk memproyeksikan kekuatannya dan mencoba mencapai kepentingan strategisnya dengan cara apa pun.
Dalam situasi ini, apa yang dapat dilakukan India?
Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, baru-baru ini memberikan beberapa petunjuk tentang pentingnya perubahan dalam pendekatan strategis negara.