Menghadapi isu seperti ini, guru-guru SMA Global Prestasi pun tak kehabisan akal. Akhirnya terciptalah kemasan GDS a la SMA yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh unit SD dan SMP tadi. GDS di SMA dikemas ke dalam bentuk organisasi di mana para siswa bisa mengaktualisasikan segala ide, pikiran, dan tenaganya ke dalam karya. Melalui organisasi, siswa akan merasa diakui keberadaannya dan keanggotaan mereka sebagai Anak GDS tak sekedar ditunjuk pihak sekolah, namun mereka secara sadar dan bangga mencalonkan diri.
Organisasi yang dipilih para guru dalam mengemas GDS di SMA adalah Pramuka. Bersiap menghadapi Kurikulum 2013 (Kurtilas) yang akan segera diwajibkan bagi seluruh sekolah di Indonesia, Global Prestasi School menerapkan Pramuka hingga jenjang SMA semenjak tahun ajaran 2013/2014.
Saat itu memang hanya bagi kelas X, namun setelah itu Pramuka terus diterapkan hingga kelas XI dan hingga tahun keempat ini. Sudah tiga kali Raimuna (perkemahan) dilakukan dan semuanya terus mengarah ke konsep Pramuka yang lebih mapan dan baik dari sebelumnya.
Di tataran Pramuka Penegak usia SMA, sewajarnya ada sekelompok siswa yang menjadi pengurus. Pembina Pramuka tak lagi turun tangan sepenuhnya dalam melakukan bimbingan, namun peran ini banyak diambil alih oleh para mentor sebaya yang telah menjadi Bantara, atau tingkatan pertama dalam Pramuka Penegak. Mereka dinamakan Pengurus Ambalan.
Untuk menjadi Pengurus Ambalan, siswa harus melalui proses seleksi, misalnya telah mengikuti Raimuna tahun pertama, yang artinya para pengurus ini dipilih dari kelas XI. Seleksi selanjutnya adalah mendaftarkan diri kepada para Pembina Pramuka dan melengkapi pengisian Syarat Kecakapan Umum (SKU).
Mereka berhak menyandang tanda Bantara di seragam Pramuka mereka dan tentu saja memperoleh hand band yang merupakan kode kehormatan Anak GDS. Siapa pun tentu akan merasa bangga mengenakan atribut semacam itu di seragam Pramuka mereka. Apalagi mengucap ikrar dan dilantik di hadapan seisi sekolah, tepat pada upacara memperingati Hari Pramuka.
SMA Global Prestasi memulai konsep ini semenjak kali pertama GDS dicanangkan oleh sekolah. Sebanyak 21 siswa kelas XI dari angkatan ke-10 yang telah menjadi Bantara terpilih menjadi pengurus Ambalan dan selanjutnya menyandang hand bandGDS. Dipimpin Pradana Putri, Lady Catherina, dan Pradana Putra, Pramudhy Michael, mereka merintis konsep GDS sembari menerapkan nilai-nilai kepramukaan dalam setiap tugas dan tanggung jawabnya. Mereka saya beri nama, Pasukan Perintis.
Dalam agenda Pramuka, Pasukan Perintis banyak terlibat dalam kegiatan Blok Pramuka (orientasi materi kepramukaan) dan Raimuna di tahun ajaran 2015/2016 lalu. Mereka mendampingi para Pembina dan menjadi among bagi para peserta Raimuna yang terdiri dari dua angkatan sekaligus, yakni angkatan mereka sendiri dan adik kelas, angkatan ke-11. Dari dua kegiatan besar ini, Pasukan Perintis banyak memperlihatkan kemampuan mereka dari segi kreativitas dan jiwa kepemimpinan.
Bisa dikatakan, meski yang namanya perintis itu harus menghadapi situasi yang belum pasti dan seringkali harus diuji dalam berbagai kondisi tanpa pernah ada panutan untuk ditiru, namun apa yang mereka capai bisa dikatakan jauh di atas kata membanggakan. Mereka mampu merintis sebuah organisasi yang diharapkan akan berkibar selamanya di almamater mereka ini.
Sementara dalam agenda rutin kedisplinan, Pasukan Perintis mengadopsi konsep GDS yang pertama kali dicanangkan sekolah dan menjadikannya lebih sesuai untuk usia SMA. Mereka mendampingi Student Affair (wakil kepala sekolah bidang kesiswaan) dalam menjaga ketertiban upacara bendera, mendampingi guru olah raga memimpin senam pagi setiap hari Kamis, memproses siswa yang terlambat datang ke sekolah di gerbang setiap pagi (kecuali saat ada weekly test), piket di kantin saat jam istirahat 1 dan 2, serta mendampingi guru yang bertugas morning greeting setiap paginya. Tentu saja setiap kali bertugas, hand bandkebanggaan selalu tersemat di lengan mereka.