Mohon tunggu...
Anitasari
Anitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang bibliophile yang menemukan kedamaian dalam dunia literatur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Seni di Sekolah Dasar, Kunci Keseimbangan Belajar Antara Otak Kiri dan Kanan

15 Oktober 2024   17:22 Diperbarui: 15 Oktober 2024   17:40 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anitasari (Mahasiswa) & Dr. Eka Titi Andaryani, S.Pd., M.Pd., Dr (Dosen Pengampu) 

Pendidikan seni di tingkat sekolah dasar saat ini semakin mendapat perhatian, terutama dengan diterapkannya Kurikulum Merdeka yang menetapkan seni sebagai mata pelajaran wajib dari jenjang SD hingga SMA/SMK.  

Inklusi seni sebagai mata pelajaran wajib mulai tingkat SD hingga SMA/SMK menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya keseimbangan antara pengembangan kemampuan kognitif dan kreativitas dalam proses belajar. Pendidikan seni tidak lagi dipandang sebagai kegiatan pembantu, melainkan kegiatan utama dalam membangun kesatuan individu secara intelektual dan emosional.

Mengapa Pendidikan Seni Penting?

Seni memainkan peran penting dalam membentuk otak kanan yang bertanggung jawab atas kreativitas, imajinasi, dan intuisi. Di sisi lain, otak kiri cenderung fokus pada logika, analisis, dan bahasa. 

Keseimbangan antara kedua belahan otak inilah yang diharapkan dapat dicapai melalui Kurikulum Merdeka. Seni memberikan ruang bagi anak-anak untuk berpikir di luar batasan konvensional, menciptakan gagasan baru, serta mengekspresikan emosi dan ide dengan cara yang unik.

Dalam proses kesenian ini, anak-anak belajar memecahkan masalah melalui bunyi dalam musik, gerak dalam tari, dan warna dalam seni rupa. Proses ini menuntut mereka menggunakan kemampuan kritis dan logika sekaligus kreativitas. 

Di sinilah letak pentingnya seni: ia membantu menciptakan keseimbangan antara kemampuan kognitif dan kreatif, yang pada akhirnya dapat membentuk generasi yang berpikir fleksibel, inovatif, dan adaptif terhadap tantangan dunia modern.

Seni dan Kognisi: Hubungan yang Erat

Masyarakat pada umumnya, terutama orang tua, masih sering memosisikan pendidikan seni sebagai mata pelajaran sekunder dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya yang dianggap lebih "akademis" seperti matematika, sains, atau bahasa. 

Orang tua lebih fokus kepada kemampuan kognitif yang sempit terbatas pada kemampuan berhitung dan membaca dengan tidak menyadari bahwa seni adalah alat penting dalam mengembangkan kemampuan tingkat tinggi dalam cara berpikir.

Pendidikan Seni ini melibatkan sebuah proses pemecahan masalah yang kompleks, dimana menuntut anak-anak untuk bisa berpikir kritis dan analitis. Misalnya, saat membuat karya, anak harus memutuskan warna-warna apa, bentuk-bentuk apa, dan komposisi mana yang tepat. Semua ini memerlukan pemikiran yang dalam dan terstruktur. 

Seni juga mengajarkan kepada anak-anak cara melihat dunia dari berbagai perspektif, merangsang imajinasi mereka untuk lebih kreatif, serta mempelajari emosi-emosi dan pengalaman manusia lainnya.

Pendidikan Seni dalam Kurikulum Merdeka: Lebih dari Sekadar Ekspresi Kreatif

Dengan mengintegrasikan seni ke dalam Kurikulum Merdeka, pendidikan seni tidak sekadar media ekspresi kreatif. Namun, itu adalah usaha besar untuk menghasilkan insan yang seimbang secara intelektual dan emosional, berwawasan tinggi di bidang IPTEK, berkeimanan kuat, dan berbudi pekerti luhur. 

Seni memainkan peran penting dalam pengembangan karakter, membantu anak-anak memahami empati, tanggung jawab, serta mengajarkan kepekaan sosial dan budaya.

Bagi generasi yang tumbuh dalam era yang penuh dengan perubahan teknologi dan sosial yang cepat, kreativitas dan kemampuan beradaptasi menjadi lebih penting dari sebelumnya. Pendidikan seni memberikan fondasi bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan ini, sekaligus membantu mereka merespons dinamika global dengan cara yang inovatif dan humanis.

Membangun Dukungan dari Orang Tua dan Masyarakat

Meski demikian, tantangan terbesar dalam penerapan pendidikan seni secara optimal adalah pada tingkat kesadaran dan dukungan orang tua. Orang tua perlu menyadari bahwa kegiatan seni bukanlah sekadar aktivitas tambahan ataupun hiburan semata. Justru sebaliknya, kegiatan seni merupakan bagian dari perkembangan otak anak yang tidak bisa diabaikan sama sekali. 

Dengan kegiatan seni, anak-anak belajar berpikir out-of-the-box, melakukan hubungan-hubungan di antara ide-ide yang kelihatannya tidak terkait, serta mengembangkan solusi-solusi kreatif dari sebuah masalah.

Sekolah dan masyarakat pun harus terlibat aktif dalam perubahan paradigma ini. Pendidikan seni harus setara dengan mata-mata pelajaran lain yang lebih "penting." Dengan apresiasi dan ruang yang setara bagi pendidikan seni, kita menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan beragam, di mana anak-anak dapat mengeksplorasi bakat dan minat mereka secara menyeluruh.

Kesimpulan

Pendidikan seni dalam Kurikulum Merdeka membuka peluang besar bagi generasi muda Indonesia untuk berkembang menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga kreatif, inovatif, serta peduli. Seni bukan sekedar aktivitas ekspresi tetapi sarana pembelajaran yang mendalam, dapat membentuk pola pikir kritis dan inovatif anak-anak. 

Dukungan sekolah, orang tua, serta masyarakat dalam hal pendidikan seni mampu menjadi jembatan untuk membawa pada masa depan yang cerah seimbang ke arah wawasan yang lebih luas dan berkarakter kuat pada generasi muda dalam menghadapi berbagai kemampuan untuk beradaptasi dan berinovasi terhadap perubahan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun