Mohon tunggu...
Anita Puspitasari
Anita Puspitasari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang yang berharap eksistensi dirinya berpengaruh positif pada orang di sekitarnya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 1.4: Budaya Positif

17 Oktober 2023   20:26 Diperbarui: 17 Oktober 2023   20:31 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kemedikbudristek

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 : Budaya Positif

Mempelajari modul 1.4 yang membahas tentang Budaya Positif merupakan hal yang membuat saya tercerahkan terhadap konsep pendidikan saat ini, terutama dalam pembelajaran yang berpihak pada murid. Dalam modul ini saya juga meluruskan miskonsepsi terhadap beberapa hal yang selama ini saya pahami, sehingga ke depannya saya dapat memperbaiki pemahaman saya dan mengimplementasikannya dalam pembelajaran di kelas.

Peran Calon Guru Penggerak

Saya sebagai calon guru penggerak pada angatan 9 memiliki peran yang cukup strategis dalam menyosialisasikan, menularkan dan mengimplementasikan budaya positif di sekolah seperti tentang disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol, keyakinan sekolah/kelas, dan segitiga restitusi. Jika dikaitkan dengan materi sebelumya, maka adanya budaya positif yang diterapkan di sekolah akan menjadi daya dukung terhadap penerapan filosofi pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak dan menghamba pada murid. Dimana  sebagai pendidik mampu menempatkan kepentingan dan kebutuhan murid di atas segalanya guna menjadikan murid sebagai manusia yang dapat beradaptasi sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Memperlakukan murid  dengan rasa hormat dan memandang mereka sebagai manusia utuh yang memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri yang berbeda antara satu sama lain.Berkolaborasi di dalam satu satuan pendidikan merupakan hal yang mustahil untuk tidak dilakukan, karena dengan berkolaborasi transformasi sistem pendidikan akan berjalan lebih baik dan efisien.Sehingga pada gilirannya visi guru penggerak dapat direalisasikan dan diwujudkan dalam aksi nyata yaitu menjadikan sekolah sebagai tempat menumbuhkembangkan manusia-manusia yang merdeka dan beradab.

Pemahaman tentang Disiplin Positif 

Saya memahami bahwa disiplin positif merupakn unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa "dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat "self discipline" yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja;sebab jikalau kita tidak cukap melakukan self disciplne, wajiblah penguasa lain mendisiplinkan diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka". Oleh karena itu, untuk menciptakan manusia merdeka diperlukan disiplin kuat yang berasal dari dalam manusia itu sendiri ( intrinsik ) adapaun disiplin yang berasal dari luar (ekstrensik) berasal karena individu tersebut membiarkan orang lain untuk mendisiplinkan dirinya.

Teori Kontrol

Seorang psikiater dan pendidik yang bernama Dr. William Glasser dalam Chiice Theory meluruskan beberapa miskonsepsi terkait makna "control" yaitu :

1. Ilusi guru mengontrol murid

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuati jika murid tersebu memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun terlihat guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu, bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dilipih murid tersebut. Teori kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan perilaku yang tidak disukai.

2. Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat

Baik penguatan positif ataupun bujukan merupakan bentuk-bentuk kontrol. Segala sesuatu untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, ketika murid tersebut menyadarinya ia bisa saja menolak bujukan tersebut atau bisa juga murid tersebut melakukan sesuatu tergantung pada pendapat guru, sehingga ia tidak memiliki kemandirian dalam memutuskan sesuatu.

3. Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter

Menerapkan disiplin dengan kritik dan rasa bersalah untuk membuat murid mengikuti keinginan kita akan menjadikan murid memiliki identitas gagal. Murid akan merasa buruk dan bersalah terhadap diri mereka sendiri.Sehingga karakter yang terbentuk merupakan karakter negatif

4. Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa

Orang dewasa harus menyadari bahwa setiap murid memiliki tanggung jawab dan pemikiran atas dirinya sendiri. Perilaku yang memaksa murid justru akan menimbulkan permusuhan atau bentuk penolakan lain.

Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan

Diane Gossen dalam bukunya Restrucuring School Discipline menyatakan ada tiga motivasi perilaku manusia yaitu :

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Merupakan tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia yang berasal dari luar diri ( eksternal). Timbul rasa ketakutan karena akan mendapat hukuman baik fisik maupun psikologis.

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain

Merupakan motivasi yang satu tingkat di atas motivasi pertama yang berasal dar luar ( eksternal ). Pada tahap ini perilaku yang tibul didasari keinginan untuk mendapatkan imbalan, pujian maupun penghargaan dari orang lain.

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Merupakan motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri ( intrinsik ).Melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang diyakini dan dihargai. Motivasi ini menimbulkan disiplin positif yang muncul dari dalam dirinya.

Perbedaan Hukuman dan Konsekuensi

Hukuman : Hukuman bersifat tiba-tiba dan tidak terencana. Murid tidak dilibatkan dan bersifat satu arah karena hanya dari pihak guru yang memberikan sedangkan murid harus bisa menerima dan menjalankannya. Murid dibuat tidak nyaman dalam menjalankannya.

Konsekuensi : Sudah terencana dan disepakati sebelumnya, sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Murid dibuat tidak nyaman dalam jangka pendek.

Penghargaan

Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya.

Keyakinan Kelas

Keyakinan yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya. Prosedur membuat keyakinan kelas :

1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.

2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.

3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur 'Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas'. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
Contoh:
Kalimat negatif: Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.

4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 'payung' yaitu keyakinan untuk 'Saling Menghormati' atau nilai kebajikan 'Hormat'. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati. Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke keyakinan sekolah/kelas.

5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan.

6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.

7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.

Kebutuhan Dasar Manusia

Setiap tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang dilakukan adalah usaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Ketika seorang murid melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan atau melanggar peraturan sebenarnya karena mereka gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Kebutuhan dasar manusia terdiri dari :

1. Bertahan hidup

Kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup.Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman.

2. Kasih sayang dan rasa diterima

Meliputi kebutuhan untuk disayangi dan diterima, kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok.

3. Penguasaan

Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dan dihormati.

4. Kebebasan

Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.

5. Kesenangan

Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi.

Posisi Kontrol

Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru,orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol yaitu :

1. Penghukum

Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Kalimat penghukum ( menggunakan nada tinggi karena marah )

"Awas ya kalau kamu berani !"

" Kamu lagi kamu lagi yang membuat ulah"

2. Pembuat merasa bersalah

Menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar lembut, sehingga menimbulkan rasa bersalah pada murid.

" Kamu tidak kasihan dengan, Ibu?"

"Kalau ibu kamu tahu, pasti beliau akan sangat kecewa"

3. Teman

Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Menggunakan nada dan gaya berbicara seperti teman untuk menimbulkan keakraban. Pada posisi ini murid akan merasa nyaman untuk bercerita dan dapat mengikuti perkataan guru tersebut, tapi jika yang mengatakan guru lain maka akan cenderung mengabaikan. Kalimat yang digunakan :

"Ayo, tolong lakukan, demi Ibu ya "

"Ok, kali ini tidak apa-apa. Bapak bantu deh"

4. Pemantau

Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau.Kalimat yang digunakan :

" Kamu tahu apa konsekuensinya?"

"Peraturan sekolah kita apa mengenai ini ?"

5. Manajer

Posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.Kalimat yang digunakan :

"Apa yang kamu yakini ?"

"Apa yang dapat kamu lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?"

Segitiga Restitusi

Sumber : Kemendikbudristek
Sumber : Kemendikbudristek

Berikut ketiga bagian segitiga restitusi :

1. Menstabilkan Identitas

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

 Berbuat salah itu tidak apa-apa.

Tidak ada manusia yang sempurna

Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.

2. Validasi tindakan yang salah

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.Kalimat-kalimat yang bisa dikatakan :

"Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?"

"Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu"

3. Menanyakan keyakinan

Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.Kalimat-kalimat yang dapat dikatakan :

Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?

Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?

Hal yang menarik menurut saya adalah mempelajari posisi kontrol karena saya selama ini menjalankan posisi kontrol poin 1-4. Saya baru mengetahui adanya fungsi manajer pada fungsi kontrol dan berusaha memahaminya.Selain itu saya tertarik dengan konsep segitiga restitusi yang belum pernah saya terapkan sebelumnya. Menurut saya hal ini menarik karena dengan merapkan segitiga restitusi dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada murid dengan menimbulkan keyakinan dan kesadaran untuk mencari solusi dari dalam dirinya sendiri.

Perubahan yang terjadi pada saya setelah mempelajari modul ini adalah saya menyadari posisi kontrol yang biasa saya lakukan yang sebelumnya saya berada di posisi 1-4, seharusnya saya menempatkan diri sebagai manajer dengan cara menangani permasalahn murid dengan menggunakan segitiga restitusi. Saya juga bahwa permasalahan yang muncul dari murid berasal dari belum terpenuhinya kebutuhan dasar mereka seperti kebutuhan bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, kesenangan, penguasaan, dan kebebasan.

Pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep ini adalah saya menangani siswa yang tidak membawa buku pelajaran dan murid yang mengolok-olok orangtua temannya, sehingga terjadi pertengkaran.Saya menggunakan segitiga restitusi untuk membantu murid menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Perasaan saya ketika mengalami hal-hal tersebut adalah saya merasa tertantang untuk menahan diri tidak sebagai posisi penghukum. Saya juga tertantang untuk mengendalikan kalimat yang keluar dari mulut saya agar sesuai dengan proses segitiga restitusi.

Hal yang sudah baik menurut saya adalah sudah mulai muncul motivasi internal pada murid untuk melaksanakan budaya positif sesuai dengan nilai-nilai kebajikan yang diyakini. Yang harus diperbaiki adalah memposisikan diri sebagai manajer terutama dalam hal menata kalimat-kalimat yang keluar dari mulut saya sehingga dapat memunculkan kesadaran diri dari murid untuk memaknai nilai kebajikan.

Sebelumnya saya pernah berada diposisi penghukum. Saat saya menghadapi murid yang melakukan kesalahan atau pelanggaran di sekolah, maka saya akan memarahinya dan memberikan hukuman sesuai dengan keinginan saya walaupun saya tidak pernah memberikan hukuman secara fisik. Pernah juga saya berada diposisi pembuat merasa bersalah. Biasanya saya diposisi ini ketika saya sudah merasa putus asa karena murid yang melanggar aturan setelah diberi hukuman beberapa kali tidak juga jera. Selain itu, saya juga pernah berada di posisi teman karena saya merasa dekat dengan murid-murid, sehingga menurut saya akan tampak perubahan nyata jika kita dapat membersamai murid dengan posisi teman. Saya juga pernah menjadi pemantau, dan saat ini posisi tersebut yang sering saya lakukan. Perasaan saya saat berada di posisi kontrol ini adalah saya merasa heran karena murid masih mengulang kesalahan atau pelanggaran. Setelah mempelajari modul ini, maka saya memposisikan diri sebagai manajer dan perasaan saya adalah merasa tertantang karena hal ini merupakan posisi baru yang belum saya coba. Perbedaannya saya lebih tenang dan bijaksana ketika berhadapan dengan murid yang bermasalah karena kalimat yang saya gunakan benar-benar saya pikirkan kebermanfaatannya.

Saya ingat pernah melakukannya pada tahap validasi tindakan yang salah.Biasanya saya menanyakan "Mengapa kamu melakukan itu?" walaupun masih dengan nada tinggi.

 

Hal yang penting dilakukan untuk dipelajari dalam menciptakan budaya positif di sekolah adalah adanya pemahaman dan kolaborasi di lingkungan sekolah untuk secara sadar dan bersama-sama menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya positif di sekolah tercipta karena adanya lingkungan yang positif dan lingkungan positif akan tercipta dengan adanya pembiasaan-pembiasaan positif yang dilakukan secara komsisten.Menyusun program sekolah yang dapat menstimulus budaya positif bagi setiap warga sekolah saya rasa mutlak diperlukan dan tak lupa adanya monitoring dan evaluasi secara berkala agar program sekolah dapat berjalan dengan optimal.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun