Mohon tunggu...
Anita Puspitasari
Anita Puspitasari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang yang berharap eksistensi dirinya berpengaruh positif pada orang di sekitarnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Palang Bukan Penghalang

16 Oktober 2023   21:55 Diperbarui: 16 Oktober 2023   22:25 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Indah...Nino...Ayo cepat bangun !  sudah hampir subuh !" teriak Ibu dari dalam dapur sederhana kami. " Iya, Bu." Jawabku sambil mengucek mata yang belum bisa diajak bekerja sama. Aku masih mengumpulkan ruh ku seusai bangun tidur. Tampak dinding  triplek yang tambal sulam, ditambah gambar abstrak tak bermakna, sungguh dinding yang penuh "warna", terlihat pula lemari pakaian yang sudah tidak tampak bentuk aslinya karena termakan usia. 

Aku menguap sejadinya sambil mendongak, tidak ada plafon rumah yang membatasi dengan atap asbes rumah. Ku paksakan mataku untuk terbuka. Kulihat Nino yang masih tertidur lelap dengan selimut kumalnya. Ku tundukkan kepala sejenak memperhatikan kasur satu-satunya milik kami, itu pun sebenarnya hanya busa yang dibungkus Ibu dengan seprai bekas. "Ternyata kamarku"gumamku setengah sadar.

"Lauknya cuma tempe goreng, Bu.Kapan kita makan ayam?"tanya Nino yang sedang sarapan tanpa semangat. "Alhamdulillah, masih ada nasi dan tempe yang dimakan, banyak orang di luar sana yang kelaparan."sahut Ibu sambil mengelus kepala Nino. "Bu, sarapan Bapak yang dibawa mana?"tanyaku sambil merapikan seragam putih merahku. "Sudah Ibu siapkan, ini"jawab Ibu sambil meletakkan kresek hitam di dekat tasku."Ayo, Nino cepetan sarapannya, nanti kita terlambat!."ucapku setengah berteriak.

Sekolah kami letaknya tidak jauh dari rumah. Jadi, aku dan Nino, adikku, terbiasa untuk berjalan kaki ke sana. Sebelum ke sekolah kami mampir ke tempat kerja Bapak untuk mengantarkan sarapan, karena Bapak sudah berangkat setelah sholat subuh. Ku lihat dari kejauhan Bapak nampak sudah sibuk mengatur lalu lintas. "Ayo, kiri...kanan...terus..." terdengar suara Bapak memberikan instruksi. "Bapak !!!" teriakku memanggil pria kesayanganku. Sambil ku genggam tangan Nino aku setengah berlari ke arah Bapak.

"Pinter anak-anak Bapak, sudah siap ke sekolah ?"tanya Bapak kepada kami. " Sudah, Pak.Ini sarapan dari Ibu, kesenangan Bapak tempe goreng"ucapku sambil tersenyum.Bapak menerimanya dengan suka hati karena katanya sudah lapar. "Ayo, Kak cepetan nanti terlambat nih !"ucap Nino dengan nada kesal. "Iya sebentar, kan yang lama juga kamu tadi"jawabku. "Sudah jangan bertengkar, Nino benar Indah, segera kamu berangkat, nanti keburu masuk sekolah" ujar Bapak melerai. Aku dan Nino bersalaman pada Bapak sebelum akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke sekolah."Hati-hati ya, sekolah yang baik supaya jadi anak sukses dunia akhirat."pesan ayahku.

"Kamu kenapa bersikap seperti itu sama Bapak ? tanyaku pada Nino. "Maksudnya apa, Kak ? Sikap Nino biasa aja."jawab Nino acuh. "Kakak perhatikan beberapa hari ini kamu bersikap dan berbicara kurang sopan pada Bapak, jadi suka ngelawan.Tadi juga Bapak menyapa kamu diam aja" ujarku gemas. "Kakak mau tau kenapa? Nino malu, Kak.Teman-teman Nino selalu mengejek Nino di sekolah, katanya anak pak ogah.Kenapa sih Bapak ga cari pekerjaan lain yang ga malu-maluin, kayak pekerjaan bapaknya teman-teman Nino. Nino malu pokoknya" ucap Nino sambil berlari masuk ke gerbang sekolah. Aku hanya menghela napas melihat adikku yang terpaut tiga tahun usianya berlari kencang.

Sejenak aku menoleh ke belakang. Dari kejauhan masih terlihat Bapak yang mengatur lalu lintas. Sudah beberapa tahun ini semenjak virus covid-19 merebak, Bapak harus berhenti dari pekerjaannya di sebuah pabrik. Sejak saat itu Bapak menafkahi kami dengan menjual jasa mengatur lalu lintas pada rel kereta tak berpalang pintu. Bahkan Bapak membuat palang pintu kereta seadanya dengan harapan sekaligus dapat membantu orang-orang yang menyebrang rel kereta api agar tidak terjadi kecelakaan. Sebenarnya bukan Nino saja yang diejek oleh teman-teman sekolah, aku juga sering. Bedanya aku tidak mempedulikan ejekan mereka. Mungkin karena Nino baru kelas satu, dia belum memahaminya. Kelak akan aku buktikan semua ejekan mereka dengan prestasi yang ku raih."Kring....kring....kring..."suara bel masuk sekolah mengejutkan lamunanku, dengan tergesa aku berlari menuju kelas.

***

"Walaikumsalamwrwb. Sudah pulang, Pak? Sambut ibu sambil mencium tangan Bapak. Aku setengah menarik tangan Nino juga ikut mencium tangan legam Bapak."Pak, tadi Indah ulangan matematika dapat 100"laporku pada Bapak. "Wah, Alhamdulillah anak Bapak memang pintar"ucap Bapak bangga. "Kalau Nino, bagaimana?"tanya Bapak. "Nino kan ga pinter, jadi ga dapet nilai 100"jawab Nino. "Nino, In syaa Allah bisa juga yang penting rajin ya"hibur Bapak tersenyum.

"Tadi ada kecelakaan lagi di rel, mobil menyenggol sepeda motor.Yang naik sepeda motor luka nya cukup parah, jadi langsung dibawa ke rumah sakit"cerita Bapak sambil makan malam bersama."Bapak nolongin mereka?"tanyaku penasaran. "Ga cuma bapak, semua orang juga nolongin" terang Bapak. Bapak selalu menceritakan kejadian yang ada di rel kereta, dari mulai kecelakaan, orang yang tidak mau antri, orang yang marah-marah karena diingatkan Bapak dan lain-lain. Tujuannya agar kami bisa mengambil pelajaran dari itu semua. 

Tak ada tanda marah atau kesal dari raut wajah Bapak saat menceritakan itu semua. "Tadi Bapak juga sudah mengembalikan dompet yang jatuh di pinggir rel kereta"cerita Bapak kembali."Kenapa dikembalikan, Pak?kan salah dia sendiri yang jatuhin.Kan lumayan uangnya bisa kita pakai"ujar Nino sekenanya. "Nino, walaupun kita hidup pas-pasan tapi kita bukan pencuri, tidak bleh mengambil barang yang bukan punya kita. Kasihan orangnya yang punya dia pasti juga kesulitan"jawab Bapak.

***

"Nino, keren banget Bapak kamu!!viral!!"teriak Deni dengan mata berbinar. "Viral kenapa?" tanya Nino heran bercampur kesal karena mengira itu adalah ejekan. "Bapak kamu nolongin Nando, ituloh youtuber yang sultan itu. Mobil dia ga bisa jalan di atas rel, terus tiba-tiba ada kereta yang mau lewat. Bapak kamu bantu Nando keluar dari mobilnya. Kalau enggak...Wah, bisa Innalillahi tuh. Mobil lamborgini nya aja rusak parah." cerita Deni penuh semangat. Seketika teman sekelasku ramai mengerumuniku untuk ikut mengomentri. Aku hanya bisa terheran-heran.Bagaimana tidak,kami sekeluarga tidak memiliki handphone.

Aku dan Nino berdiri terheran-heran ketika sepulang sekolah, rumah kami ramai dengan orang-orang dan kamera. "Ada apa ya, Kak?"tanya Nino penasaran. "Kakak juga tidak tahu, ayo kita masuk!"ajakku pada Nino. "Eh, kalian sudah pulang?ayo masuk sini".teriak bu RT sambil menarik tangan kami ke dalam rumah. Entah mengapa beliau bersikap tidak seperti biasanya. Kami hanya bisa memperhatikan keramaian yang tidak biasa di rumah mungil kami.

 "Bapak juga tidak tau kalau Bapak divideoin pas nolong. Bapak kan biasa nolong gitu. Kalau bukan Bang Aji yang bilang viral, Bapak juga ga tau"terang Bapak kepada kami seusai para tamu sudah pulang."Ternyata artisnya yang tadi ganteng banget ya, ibu jadi deg-degan. Tapi kayaknya dia jarang ada di tivi" ujar Ibu bersemangat. "Kalau Mira bilang dia youtuber terkenal, Bu. Sultan gitu pokoknya ". "Jadi dia itu sultan? Dari kerajaan mana ? " tanya Ibu penasaran. "Sultan itu artinya orang kaya, Bu. Bukan dari kerajaan"terangku pada Ibu.Ibu mengangguk masih dengan wajah herannya.

***

"Ya Allah, Alhamdulillah atas segala nikmat yang telah Kau berikan pada kami sekeluarga. Jadikanlah kami orang-orang yang selalu bersyukur dengan apa yang Kau berikan" samar aku dengar do'a lirih dan isakan di sepertiga malam, sepertinya suara Bapak. Aku tak kuasa menahan kantuk dan terlelap kembali.

Esok pagi di hari Minggu yang cerah, kami kembali kedatangan tamu. Dengan adanya peristiwa viral tersebut, nama keluarga kami menjadi harum dan menjadi sorotan. Bapak banyak diwawancarai oleh berbagai media, termasuk diundang membuat konten dari sang Sultan Nando.

" Atas nama pribadi dan keluarga saya berterima kasih sekali atas pertolongan yang diberikan oleh Pak Rahmad kepada saya. Kalau tidak ada Bapak, mungkin saya sudah tidak ada di sini."ucap sang Sultan. "Saya tidak dapat membalas dengan apa-apa, karena In syaa Allah akan dibalas oleh Yang Kuasa. Tapi izinkan saya untuk memberikan rasa terima kasih saya kepada Bapak sekeluarga dengan memberikan anak-anak Bapak beasiswa hingga perguruan tinggi dan modal usaha untuk ibu membuat warung."lanjut sang Sultan menjelaskan. Seketika kami berempat hanya bisa sujud syukur dan berulang kali mengucapkan terima kasih. Kulihat ibu tak kuasa menahan tangis bahagianya.

"Selain itu saya juga sudah bertemu pihak terkait. Palang pintu kereta api akan dibuat resmi dan permanen, sehingga lebih menjamin keselamatan. Pak Rahmad juga akan dipercaya sebagai penjaga palang kereta api yang resmi, sehingga akan diberikan seragam, peralatan keselamatan dan gaji tiap bulannya." terang sang Sultan menjelaskan. Bapak dan Ibu kembali mengajak kami sujud syukur. Seketika tangis kami meledak karena berita ini dan tak hentinya mengucapkan terima kasih.

***

"Bapak !!!"teriak Nino penuh semangat saat kami mengantarkan sarapan ke pos kereta Bapak."Eh, anak-anak Bapak.Sudah siap ke sekolah?"tanya Bapak dengan kalimat yang selalu sama."Kita bawa sarapan untuk Bapak, nasi uduk dua bungkus, yang satu buat Bang Aji" jelas Nino. "Wah, sedap sekali menunya" ujar Bapak. Kami kemudian pamit untuk berangkat ke sekolah. Tiba-tiba Nino membalikkan badan dan berlari memeluk Bapak. "Bapak, maafin Nino ya selama ini Nino jahat sama Bapak"ucap Nino. Bapak yang keheranan menyambut pelukan Nino dengan hangat sambil berkata." Nak, jadikan segala penghalang menjadi tantangan yang kita selesaikan. Angkat tangan kita untuk meminta kepada Allah, biarkan Allah yang turun tangan membereskan masalah kita".terang Bapak kepada kami. Akhirnya kami berpamitan berangkat ke sekolah.

 "Dadaaaa Bapak !!! Hati-hati ya kerjanya !" ucap kami bersamaan sambil berlalu menuju ke sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun