Aku katakan, aku sudah siap, dan sudah paham. Karena bapakku dulu, pulang kerjanya juga selalu tengah malam.
"Memangnya, bapaknya dulu kerja apa?" tanya pemimpin redaksi itu.
"Wartawan, Pak," jawabku jujur.
Pempimpin redaksi itu nampak agak terkejut. Dia kemudian bertanya wartawan di surat kabar mana bapakku dulu bekerja.
Aku pun memberitahu nama surat kabar tempat bapakku bekerja di Medan, dan penyebab bapakku meninggal.
Wajah pemimpin redaksi itu seperti terpana. "Jadi, Ririn anak almarhum Hermawan?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan. "Iya, Pak."
Pemimpin redaksi itu menatapku dengan rasa iba. Dia pun bercerita kalau kejadian yang menimpa bapakku selalu diikutinya dan beritanya diterbitkan di surat kabar yang dipimpinnya, dengan mengutip dari LKBN Antara. Dia sangat prihatin dengan kejadian yang menimpa bapakku, juga hukuman yang diberikan hakim kepada pelaku penganiaya bapakku.
Dia kemudian bertanya banyak hal tentang kehidupan kami, setelah bapak meninggal. Ada keprihatinan yang dalam tergambar di wajahnya.
"Jadi, kapan Ririn mau mulai kerja di sini?" tetiba pemimpin redaksi itu bertanya padaku.
"Ririn diterima kerja di sini, Pak?" tanyaku tak percaya.