Indonesia dikenal sebagai negara majemuk dengan keanekaragaman  budaya, bahasa, kesenian, dan adat istiadat. Menurut data Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi, Indonesia memiliki 718 bahasa daerah yang kemudian diikat menjadi satu dalam sumpah pemuda yang berbunyi, "Kami putera-puteri Indonesia, dengan ini menyatakan bahasa yang satu, bahasa Indonesia." Sehingga dari banyaknya bahasa daerah yang dimiliki di Indonesia dapat disatukan dalam satu bahasa ibu, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari oleh masyarakat Indonesia merupakan cerniman dari budaya dan kehidupan masyarakat yang menggunakannya. Di setiap daerah tentunya memiliki bahasa tersendiri dengan arti yang berbeda.
Dalam konteks bahasa Sunda, kata-kata yang biasa digunakan oleh masyarakat Sunda seringkali mencerminkan hubungan erat antara masyarakat Sunda dengan lingkungan alamnya, termasuk dalam menggambarkan tempat tinggal atau wilayah. Salah satu yang menarik untuk dibahas dalam artikel ini adalah kata "Dusun". Sebagai bagian dari budaya Sunda yang kaya akan kearifan lokal, kata dusun tidak hanya merujuk pada satu arti. Penggunakaan kata 'dusun' dalam berbagai kontek kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda menunjukkan bagaimana nilai budaya terintegrasi dalam bahasa. Mari kita bahas lebih dalam lagi mengenai kata 'dusun' dalam bahasa Sunda.
Arti Kata Dusun
Umumnya masyarakat Indonesia mengetahui kata 'dusun' dengan arti sebuah kampung atau pedesaan. Begitupun yang tertulis dalam bahasa Indonesia, menurut KBBI kata 'dusun' memiliki arti sebuah daerah pedesaan, kampung atau pun dukuh di suatu kecamatan. Jarang masyarakat mengetahui arti kata 'dusun' selain dengan arti sebuah pedesaan. Namun dalam bahasa Sunda, kata 'dusun' memili arti lebih dari sekedar wilayah atau tempat tinggal.
Kata 'dusun' dalam bahasa Sunda memili berbagai arti tergantung di daerah mana kata tersebut digunakan. Biasanya masyarakat Sunda mengartikan sebuah kampung atau pedesaan dengan kata 'lembur', sedangkan kata 'dusun' dapat diartikan sebagai sebuah sikap atau sifat manusia. Sebagai contoh, di beberapa daerah di Jawa Barat seperti Majalengka, Cianjur, Pangandaran, Kuningan, dan Tasikmalaya mengartikan kata 'dusun' bukan hanya sebagai sebuah pedesaan atau kampung, melainkan juga sebagai sebuah arti sifat pemalu, tidak sopan, tidak bisa bergaul, atau kampungan.
Adapun yang mengartikan kata 'dusun' sebagai lapangan, kebun, atau komplek tergantung sebagaimana konteks kata 'dusun' itu digunakan dalam keseharian, lingkungan, dan budaya setempat. Di daerah Majalengka, beberapa masyarakat mengartikan kata 'dusun' menjadi 'tidak sopan', seperti contoh kalimat berikut "Dusun budak teh ka kolot siga kitu adatna" yang jika diartikan berarti "Jadi anak enggak sopan, ke orang tua kelakuannya seperti itu". Adapun jika digunakan di daerah Cianjur, kata 'dusun' berubah arti menjadi 'pemalu', seperti contoh kalimat berikut "Dusunnya si Teteh mah mun aya wargi ka bumi teh sok ngadekem di jero kamar". Yang mana arti dari kalimat tersebut menurut orang Cianjur akan menjadi, "Pemalu ya si Kakak kalau ada saudara ke rumah suka diam aja di kamar".
Hal ini tentunya membuat kita masyarakat di luar daerah tersebut terkejut mendengar arti kata 'dusun' yang berbeda dari umumnya yang kita ketahui. Kata 'dusun' dalam bahasa Sunda memiliki arti yang bervariasi, jauh melampaui makna dalam bahasa Indonesia. Namun inilah keindahan Indonesia yang memiliki banyak sekali bahasa dalam setiap daerahnya. Keberagaman arti kata 'dusun' di berbagai daerah Sunda menunjukkan adanya kekayaan dan budaya lokal yang kita miliki.
Penggunaan Kata Dusun Berdasarkan Konteks dan Kalimat
Pemaknaan kata 'dusun' sendiri dapat berubah-ubah sesuai dengan konteks ketika kata tersebut digunakan. Sebagai contoh di beberapa daerah seperti Garut, beberapa orang memakai kata 'dusun' dalam konteks pertanian sebagai 'kebun' atau 'perkebunan'. Kebun atau perkebunan yang dimaksud sendiri merupakan perkebunan yang biasanya dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat.
Jika dijadikan sebuah kalimat, maka kata 'dusun' tersebut akan berbunyi menjadi seperti berikut. "Abdi ayeuna keur di Dusun Kopi, ngala hasil panenna." Jika dimaknai secara kata, orang=orang akan mengartikan mejadi , "Saya sekarang sedang di Desa Kopi, mengambil hasil panen." Padahal jika diartikan secara kontekstual, arti dari kalimat tersebut seharusnya, "Saya sekarang sedang di Kebun Kopi, mengambil hasil panen."
Selai dalam konteks pertanian, kata 'dusun' pun memiliki makna lain dalam kontek penilaian terhadap seseorang. di beberapa daerah seperti Ciamis, Majalengka, Pangandaran, Kabupaten Bandung dan lainnya sendiri pun memiliki makna yang berbeda-beda. Ada beberapa yang mengartikan kata 'dusun' sebagai penilaian 'pemalu', ada yang 'kampungan', ada pula yang 'tidak sopan'.
Contoh kalimat untuk kata 'dusun' dengan arti kampungan, yaitu "Ulah dusun teuing atuh." jika diartikan secara kata, maka artinya akan menjadi, "Jangan terlalu desa." Sedangkan jika diartikan secara kontekstual, arti sebenarnya, yaitu "Jangan terlalu kampungan."
Lalu untuk contoh kalimat 'dusun' dengan arti pemalu, bisa dengan kalimat "Si Neng mah dusunan, sok tara gabung jeung batur." kalimat tersebut jika diartikan secara kata, maka artinya akan menjadi "Si Neng desa, suka enggak bergabung sama orang." padahal jika diartikan secara kontekstual, artinya akan menjadi "Si Neng pemalu, suka neggak bergabung sama orang."
Sedangkan untuk contoh kalimat 'dusun' dengan arti tidak sopan, di antaranya "Cik budak teh, ni dusun kitu kalakuanna." ketika kalimat tersebut diartikan secara kata, maka artinya akan menjadi "Jadi anak, desa gitu kelakuannya." Sedangkan secara kontekstual sendiri arti dari kalimat tersebut adalah "Jadi anak, Kelakuannya enggak sopan."
Dari beberapa contoh kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa di setiap daerah, bahkan di satu daerah yang sama pun arti kata 'dusun' dapat berbeda-beda sesuai dengan konteks pemakaian kata tersebut. Karena dalam beberapa konteks, suatu kata dapat berubah arti menyesuaikan dengan keadaan.
Persepsi Kata Dusun di Kalangan Generasi Z
Berdasarkan data yang telah kami kumpulkan, persepsi terhadap kata 'dusun' di kalangan generasi Z menunjukkan keberagaman yang cukup menarik. Faktor keberagaman ini dipengaruhi oleh asal daerah, lingkungan sosial, serta budaya tempat mereka tinggal. Sebagian besar responden memahami kata 'dusun' dalam pengertian tradisionalnya, yaitu sebagai bagian dari desa atau kampung. Hal ini mengindikasikan bahwa makna tradisional kata 'dusun' masih menjadi pemahaman dominan di kalangan generasi Z.
Namun, tidak sedikit responden yang memberikan makna berbeda terhadap kata ini. Beberapa responden memahami kata 'dusun' sebagai 'komplek' atau 'lapangan'. Ada pula yang mengasosiasikannya dengan perasaan 'malu', sebagaimana disampaikan oleh salah satu responden. Hal ini mencerminkan adanya pergeseran makna kata di daerah tertentu. Sementara itu, responden dari Garut menambahkan perspektif lain, yaitu bahwa kata 'dusun' dapat merujuk pada area perkebunan. Selain itu, beberapa responden menggunakan kata 'dusun' dengan konotasi negatif, menggambarkan sesuau yang dianggap 'kampungan'.
Perbedaan makna ini menunjukkan bahwa generasi Z memiliki cara pandang yang beraga terhadap kata 'dusun', yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal dan pengalaman mereka. Meski begitu, makna tradisional ini masih tetap bertahan di tengah perkembangan zaman.
Fenomena perubahan makna kata 'dusun' juga mencerminkan dinamika bahasa yang terus berkembang. Moderenisasi, pengaruh budaya populer, dan interaksi di era digital menjadi faktor utama yang mempengaruhi pemaknaan baru. Sebagai contoh, generasi muda yang terpapar berbagai konteks sosial melalui media digital cenderung memberikan interpretasi yang lebih variatif terhadap sebuah kata.
Fengan demikian, kata 'dusun' tidak hanya lagi merepresentasikan 'desa' dalam pengertian tradisional, tetapi juga mencerminkan bagaimana bahasa Sunda terus beradaptasi dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini menunjukkan bahasa adalah entitas yang hidup, yang terus berubah dan berkembang bersama zaman.
Penulis: Anissa Sucilawati, Risha Aulia Zahrani, dan Salsa NurpajriahÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H