Contoh kalimat untuk kata 'dusun' dengan arti kampungan, yaitu "Ulah dusun teuing atuh." jika diartikan secara kata, maka artinya akan menjadi, "Jangan terlalu desa." Sedangkan jika diartikan secara kontekstual, arti sebenarnya, yaitu "Jangan terlalu kampungan."
Lalu untuk contoh kalimat 'dusun' dengan arti pemalu, bisa dengan kalimat "Si Neng mah dusunan, sok tara gabung jeung batur." kalimat tersebut jika diartikan secara kata, maka artinya akan menjadi "Si Neng desa, suka enggak bergabung sama orang." padahal jika diartikan secara kontekstual, artinya akan menjadi "Si Neng pemalu, suka neggak bergabung sama orang."
Sedangkan untuk contoh kalimat 'dusun' dengan arti tidak sopan, di antaranya "Cik budak teh, ni dusun kitu kalakuanna." ketika kalimat tersebut diartikan secara kata, maka artinya akan menjadi "Jadi anak, desa gitu kelakuannya." Sedangkan secara kontekstual sendiri arti dari kalimat tersebut adalah "Jadi anak, Kelakuannya enggak sopan."
Dari beberapa contoh kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa di setiap daerah, bahkan di satu daerah yang sama pun arti kata 'dusun' dapat berbeda-beda sesuai dengan konteks pemakaian kata tersebut. Karena dalam beberapa konteks, suatu kata dapat berubah arti menyesuaikan dengan keadaan.
Persepsi Kata Dusun di Kalangan Generasi Z
Berdasarkan data yang telah kami kumpulkan, persepsi terhadap kata 'dusun' di kalangan generasi Z menunjukkan keberagaman yang cukup menarik. Faktor keberagaman ini dipengaruhi oleh asal daerah, lingkungan sosial, serta budaya tempat mereka tinggal. Sebagian besar responden memahami kata 'dusun' dalam pengertian tradisionalnya, yaitu sebagai bagian dari desa atau kampung. Hal ini mengindikasikan bahwa makna tradisional kata 'dusun' masih menjadi pemahaman dominan di kalangan generasi Z.
Namun, tidak sedikit responden yang memberikan makna berbeda terhadap kata ini. Beberapa responden memahami kata 'dusun' sebagai 'komplek' atau 'lapangan'. Ada pula yang mengasosiasikannya dengan perasaan 'malu', sebagaimana disampaikan oleh salah satu responden. Hal ini mencerminkan adanya pergeseran makna kata di daerah tertentu. Sementara itu, responden dari Garut menambahkan perspektif lain, yaitu bahwa kata 'dusun' dapat merujuk pada area perkebunan. Selain itu, beberapa responden menggunakan kata 'dusun' dengan konotasi negatif, menggambarkan sesuau yang dianggap 'kampungan'.
Perbedaan makna ini menunjukkan bahwa generasi Z memiliki cara pandang yang beraga terhadap kata 'dusun', yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal dan pengalaman mereka. Meski begitu, makna tradisional ini masih tetap bertahan di tengah perkembangan zaman.
Fenomena perubahan makna kata 'dusun' juga mencerminkan dinamika bahasa yang terus berkembang. Moderenisasi, pengaruh budaya populer, dan interaksi di era digital menjadi faktor utama yang mempengaruhi pemaknaan baru. Sebagai contoh, generasi muda yang terpapar berbagai konteks sosial melalui media digital cenderung memberikan interpretasi yang lebih variatif terhadap sebuah kata.
Fengan demikian, kata 'dusun' tidak hanya lagi merepresentasikan 'desa' dalam pengertian tradisional, tetapi juga mencerminkan bagaimana bahasa Sunda terus beradaptasi dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini menunjukkan bahasa adalah entitas yang hidup, yang terus berubah dan berkembang bersama zaman.
Penulis: Anissa Sucilawati, Risha Aulia Zahrani, dan Salsa NurpajriahÂ