Mohon tunggu...
Anis Kurniawan
Anis Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis, berjumpa dan berkolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rumput Laut Sebagai Sumber Pendapatan Alternatif (Potret dari 4 Daerah di Sulsel)

27 Desember 2015   11:58 Diperbarui: 27 Desember 2015   13:35 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebutuhan lain petani rumput laut adalah pada pekerja saat pembibitan dan pasca panen. Upah rata-rata pekerja bila dihitung per hari cukup bervariasi antara Rp. 20.000 hingga Rp.50.000. Kalau khusus pembibitan atau pemasangan bibit ditali bentangan pekerja digaji antara Rp. 1000 hingga Rp. 1500 per bentangan.

Mengenai lahan budidaya, semua petani di Punaga dan Laikang memakai lahan milik sendiri. Luas wilayah dan banyaknya bentangan bervariasi, tapi bila dirata-ratakan antara 300-1000 bentangan. Pola penentuan lokasi atau lahan sifatnya konsensus saja. Jadi, siapa saja bisa mengklaim lokasi sepanjang tidak ada orang yang menggarap sebelumnya. Walau begitu, konflik lahan dengan skala kecil sering terjadi namun dengan intensitas rendah.

  1. Panen, Pasca Panen, Produksi dan Pemasaran

Pasca panen berlangsung setelah rumput laut diangkut dengan sampan ke daratan. Pekerjaaan ini dilakukan oleh laki laki dibantu perempuan terutama pada saat pengeringan sampai penyimpanan. Hampir semua petani melakukan pengeringan selama 2-3 hari tergantung cuaca. Sebahagian besar petani mulai memahami mengenai tingkat kekeringan rumput laut berdasarkan informasi dari pedagang pengumpul walaun sebagian lagi, kadang-kadang tidak mempertimbangan tingkat kekeringan sesuai standar yakni 32 %. Rumput laut ditingkat petani langsung dikarungkan dan jarang dilakukan penyortiran dan langsung dijual, tetapi untuk beberapa petani di desa Pitunggu Pangkep sangat memperhatikan kegiatan sortir sebelum dijual.

Berdasarkan pengakuan petani untuk 400 bentangan memproduksi rata-rata 1 ton lebih rumput laut kering, tapi jika pertumbuhan kurang baik hanya menghasilkan 500 kg, ada diantara petani menghasilkan 1,5 ton rumput laut kering untuk 700 betangan. Sehingga dapat disimpulkan setiap petani menghasilkan 3-5 kg rumput laut kering setiap bentangan. Setelah dikeringkan rumput laut akan langsung diambil oleh pedagang pengumpul atau dibeli oleh tengkulak dengan harga yang bervariasi.

Di Takalar Harga Kontonik sekitar Rp 7000 dan SP atau spinosum seharga Rp 6000. Sedangan di Pangkep yang umumnya menghasilkan kotonik harga lebih tinggi yakni sekitar Rp 8.000 – Rp 9000. Melalui proses tersebut petani mendapat nilai tambah sekitar Rp 2.500 dengan rata-rata keuntungan sekitar Rp 5 500

Masalah Ketidakstabilan harga

Umumnya, petani di empat Kabupaten (Takalar, Pangkep, Maros dan barru) mengeluhkan aspek pemasaran. Harga yang rendah dan tidak stabil menjadi persoalan, sementara kebutuhan pokok lainnya terus melonjak. Namun, petani di empat Kabupaten tetap saja bekerja di bidang ini karena mayoritas mengaku tidak memiliki pekerjaan lain. Mereka berharap ke depan, harganya kembali normal.

Permainan harga layak dicurigai terjadi. Hal ini terlihat pada perbedaan harga empat daerah penelitian, meskipun tidak terlalu signifikan. Di level pedagang besar, perbedaan harga dikaitkan dengan kualitas produk. Faktanya, kualitas rumput laut di Maros dan Barru sedikit lebih baik dari Takalar. Dan petani di Maros dan Barru menjual produknya lebih mahal dari Takalar.

Mayoritas petani rumput laut tidak pernah menjual langsung produknya ke eksportir besar. Umumnya, mereka hanya menjual produknya ke tingkat pedagang kecil atau pedagang lokal. Selain karena pertimbangan jumlah produk yang tidak banyak. Relasi antara petani dan pedagang atau tengkulak sulit dipisahkan karena adanya penyertaan modal di dalamnya. Khusus di Sulawesi-Selatan, hanya terdapat sedikit eksportir besar yang memiliki gudang dan industry pengolahan berstandar industri. PT Giwang yang berkantor pusat di Takalar adalah eksportir terbesar di Sulsel yang selama ini mengekspor produknya ke Eropa.

Harga ekspor per kg untuk rumput laut yang berbentuk tepung seharga 6 Dollar AS atau sekitar Rp. 70.000, sementara untuk produk chip dijual seharga 5 Dollar AS, atau sekitar 60.000. Hitungan produksinya sebagai berikut; setiap 1 kg produk dalam bentuk chip atau tepung membutuhkan bahan baku sekitar 4 sampai 4.5 kg rumput laut kering. Kalau harga rumput laut kering sekitar 11.000 maka, modal dasarnya=44.000, jumlah ini belum termasuk biaya produksi, infrastruktur pabrik, pengemasan, pengiriman, dokumen ekspor dll. Dalam hitungan bisnisnya, selisih yang diperoleh perusahaan sebenarnya tidak terlalu besar, hanya dikisaran 10.000 per kg.

Masalahnya, harga rumput laut sulit diprediksi. Tidak pernah ada harga permanen yang bisa dijadikan rujukan dalam kurun waktu tertentu. Penentu harga adalah buyer di Eropa. Logika harga juga menggunakan pendekatan teori ekonomi suplay and demand, jadi kalau permintaan buyer besar maka harga juga kadang naik. Tapi, kalau permintaan pasar global sedikit, maka harga domestik biasanya turun. Masalahnya adalah perubahan harga di tingkat buyer bersifat unprediktible karena tergantung pada kebutuhan rumput laut pasar global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun