"Siapa?"
"Siapa wanita itu?" Teriakku.
Sesak di dada tak bisa kutahan. Aku segera menghubungi suamiku setelah membaca semua pesan-pesan yang masuk di akun WhatsApp-nya yang kusadap melalui WhatsApp Web.
Jika saja menjelang keberangkatannya aku tak mendapati ia menerima panggilan telepon yang mencurigakan, aku tentu tak akan melakukan hal ini. Aku melakukannya hanya untuk meyakinkan. Dan kenyataannya kecurigaanku benar.
Aku mendapati chat mesranya dengan wanita lain. Setiap pesan yang kubaca dari wanita jalang itu membuatku muak, membuat jantungku serasa mendidih. Panas membara.
"Kenapa? Kenapa kau tega sekali melakukan itu padaku, heh?" Ucapku penuh amarah.
ementara lelaki di seberang sana itu, dia hanya menghela nafas tak menjawab tanyaku sejak tadi.
"Kenapa diam saja?" Ucapku lagi dengan sedikit memelankan suara.
"Maaf. Aku masih di jalan. Biar kujelaskan nanti saja," balasnya langsung mematikan telepon.
Dadaku semakin memanas. Rasanya, ingin sekali aku mencakar wajahnya. Pun wajah wanita biadab yang menggodanya itu. Bagaimana bisa ini terjadi padaku? Apa salahku, Tuhan?
Aku memukul-mukul dada. Menahan sakit yang semakin lama semakin terasa mengimpit. Ingin sekali aku meluapkan tangisku bersama teriakan agar sedikit lega. Tapi nyatanya, aku tak seberani itu. Bagaimana jika ibu mendengarku? Bagaimana jika orang-orang bertanya tentang apa yang tengah kulakukan? Kenapa berteriak seperti itu?
Jika saja aku tahu ini akan terjadi, aku tak akan pernah membiarkan suamiku bekerja jauh dariku juga anakku, Bilqhis, buah dari perkawinanku dengannya.