Di sebuah kota kecil yang menyimpan keheningan diantara jalan-jalan yang berliku dan rumah-rumah tua dengan dinding yang terkelupas, berdirilah sebuah galeri seni. Galeri itu seperti perwujudan masalalu yang enggan dilupakan, dengan aroma cat minyak tua yang samar menguar diudara, dan lantai kayu yang berderit setiap kali seseorang melangkah. Meski sebagian orang tidak pernah berpikir untuk masuk kedalamnya, ada satu lukisan yang seolah memanggil jiwa-jiwa tertentu, mengundang mereka ke dunia yang tersembunyi di dalam kanvasnya.
Lukisan itu menggambarkan seorang gadis muda yang duduk di tepi sebuah danau. Dia mengenakan gaun putih sederhana, dengan rambut hitam panjang yang tergerai ditiup angin. Wajahnya memancarkan ketenangan, tetapi matanya menyimpan cerita yang tak terucap, mata yang menatap jauh ke cakrawala, seolah mencari sesuatu yang tak akan pernah kembali.
Namanya adalah Aluna. Dia sering datang ke galeri itu, berdiri diam di depan lukisan itu selama berjam-jam. Tidak ada yang tahu alasan sebenarnya mengapa dia begitu terpikat oleh karya seni tersebut. Bagi penjaga galeri, Aluna hanyalah seorang pengunjung biasa yang terlalu senang melamun. Tetapi bagi Aluna sendiri, lukisan itu bukan sekadar seni. Itu adalah cerminan hidupnya, sebuah pintu menuju masa lalu yang terlalu indah untuk dilupakan, sekaligus terlalu menyakitkan untuk diingat.
Hari itu hujan rintik-rintik mengguyur kota. Aluna memasuki galeri dengan langkah tenang, menggenggam payung lipat yang basah. Sepi seperti biasa, hanya suara kakinya yang bergema di ruangan. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Di sudut galeri, seorang pria tua berdiri, memandang lukisan yang sama dengan tatapan mendalam.
"Indah, bukan?" kata pria tua itu, suaranya serak namun hangat.
Aluna mengangguk perlahan, sedikit terkejut karena ada orang lain yang memperhatikan lukisan itu. "Lebih dari sekadar indah," jawabnya. "Ini terlihat bukan sekedar lukisan, tapi seolah juga ada perjalanan jiwa yang terukir dalam warna."
Pria tua itu tersenyum tipis. "Apakah kau tahu kisah di baliknya?"
Aluna menggeleng. Selama ini dia hanya terpaku pada perasaan yang ditimbulkan lukisan itu, tanpa pernah memikirkan cerita yang mungkin tersembunyi di balik kanvas. Aluna pun bertanya pada pria tua itu, “ Apakah kau tau cerita dibalik lukisan itu?”
Pria tua itu menjawab "Pelukisnya adalah seorang wanita muda yang tinggal di kota ini puluhan tahun yang lalu. Namanya Samara. Dia melukis ini sebagai kenangan terakhir sebelum meninggalkan tempat ini untuk selamanya."
Mata Aluna membelalak. Nama itu terdengar asing, namun anehnya terasa akrab. "Mengapa dia pergi?"
Pria tua itu menghela napas panjang, seolah menimbang apakah dia harus melanjutkan cerita atau tidak. Namun pada akhirnya pria tua itu memilih melanjutkan ceritanya, "Dia jatuh cinta pada seorang pria. mereka biasa bertemu di tepi danau yang kau lihat di lukisan itu. Namun, cinta mereka dilarang oleh keluarga pria itu. Samara adalah seorang pelukis sederhana, sementara pria itu berasal dari keluarga kaya yang penuh aturan."