Pola Asuh Permisif cenderung memprioritaskan kenyamanan anak, sehingga mereka akan bersikap layaknya teman kepada anak. Anak yang menerima pola asuh ini juga jarang mendapatkan aturan yang ketat atau hukuman. Namun di sisi lain, orang tua menjadi lemah terhadap setiap keinginan anak. Sehingga mereka tidak bisa mengatakan "tidak" dan cenderung memanjakan anaknya. Dampak pola asuh permisif : tidak mandiri, memiliki kontrol diri yang kurang baik, cenderung egois dan mendominasi, tidak memiliki tujuan, tidak dapat mengikuti aturan, dan berisiko lebih besar menghadapi masalah dalam hubungan dan interaksi sosial.
Pola Asuh Neglecful di antaranya, tidak memberikan batasan yang tegas terhadap anak, tidak memerhatikan kebutuhan anak, bahkan enggan terlibat dalam kehidupan anak. Singkatnya, gaya pengasuhan ini ditandai dengan orang tua yang bersikap acuh. Dampak dari pola asuh tersebut adalah : kurang percaya diri, tidak mampu mengatur emosi sendiri, memiliki risiko lebih besar terkena gangguan mental, dan cenderung merasa rendah diri.
Dampak pola asuh terhadap anak meliputi beberapa hal, yaitu :
 Akademik : Pola asuh orang tua dapat berdampak pada pencapaian akademik dan motivasi anak dalam belajar.
      Kesehatan mental : Pola asuh juga bisa memengaruhi kesejahteraan mental anak, di mana anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang cenderung otoriter, permisif, dan acuh (careless) berisiko lebih tinggi mengalami gangguan cemas, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.
 Harga diri : Anak-anak yang dididik dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki harga diri lebih kuat daripada anak yang dibesarkan dengan gaya asuh lainnya.
 Hubungan social : Jenis pola asuh juga dapat memengaruhi cara anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Contohnya, anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif akan cenderung ditindas. Sebaliknya, anak yang mendapatkan pola asuh otoriter berpotensi menindas orang lain.
 Hubungan saat dewasa : Anak yang dibesarkan oleh orang tua yang tegas dan otoriter lebih mungkin melakukan kekerasan emosional atau cenderung mengekang pasangan ketika menjalani hubungan romantis saat dewasa.
Gentle parenting adalah gaya pengasuhan dengan pendekatan berbasis bukti untuk membesarkan anak-anak dengan bahagia dan percaya diri. Dikutip dari laman Very Well Family, empat elemen utama menjadi pokok dari pendekatan ini, yaitu empati, rasa hormat, pengertian, dan batasan. Gaya mengasuh ini sebagian besar berfokus pada pengembangan yang sesuai dengan usia. Karen Estrella, MD, dokter anak dari Weston Physician Center, menjelaskan jika gentle parenting berbeda dari gaya mengasuh tradisional. Menurutnya gaya pengasuhan ini dapat berpengaruh positif terhadap masa depan sang anak. Gaya tradisional dalam mengasuh anak cenderung menekankan hukuman dan penghargaan. Ketika sang anak menunjukkan tindakan atau sikap yang baik, orang tua akan mengganjar mereka dengan hadiah atau timbal balik yang positif. Namun, hukuman akan diberikan jika mereka berperilaku sebaliknya.
Sementara itu, gentle parenting lebih fokus untuk meningkatkan kesadaran diri anak dan membuat mereka paham terhadap perilaku mereka. Menurut Dr. Estrella, dalam gentle parenting orang tua menjadi pelatih bagi sang anak, dan bukan seorang penghukum. "Anak tidak selalu memahami bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Mereka hanya menghentikan perilaku mereka karena mereka takut. Mereka tidak sungguh paham mengapa mereka berhenti, kecuali Anda menjelaskannya," tegas Estrella, dikutip dari laman Cleveland Clinic. Orang tua yang menerapkan gentle parenting berperilaku lembut namun tetap tegas. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, orang tua gentle parenting tidak langsung berteriak dan melakukan tindakan negatif. Orang tua sebaiknya mengambil jeda kemudian melakukan pendekatan tatap muka pada anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H