Mohon tunggu...
Anisa NuradiaRustu
Anisa NuradiaRustu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Mahasiswi Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengusaha Makin Elit, Masyarakat Lokal Makin Sulit: Potensi Berbahaya di Balik Menggiurkannya Industri Nikel Pulau Obi

13 Oktober 2022   05:33 Diperbarui: 13 Oktober 2022   05:38 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri mobil listrik tengah naik daun. Produk mobil yang diklaim hadir sebagai solusi atau alternatif dari penggunaan bahan bakar fosil ini sedang menyita perhatian publik. Bagaimana tidak? selain menawarkan klaim ramah lingkungan dan rendah karbon, mobil listrik juga menawarkan model futuristik dan dilengkapi dengan fitur pendukung yang canggih. 

Naiknya popularitas mobil listrik juga berimbas kepada popularitas bahan baku utama untuk komponen sel baterai yang digunakan mobil listrik, yaitu nikel. Mengikuti perkembangan tren mobil listrik, tren nikel juga terus naik secara pesat. 

Bahkan, per Agustus 2022 harga nikel dunia meningkat sebanyak 2 persen dan diprediksi akan semakin menguat. Maka dari itu, tidak heran sebenarnya mengapa Indonesia cukup ambisius mengejar keuntungan komoditas nikel.

Indonesia sendiri menempati peringkat 1 dunia cadangan nikel terbesar yang mencapai 21 juta ton atau 24 persen cadangan nikel dunia. Pada tahun 2020, Indonesia berhasil memproduksi sebanyak 781 ribu ton atau 31,8% produksi nikel dunia. Dengan produksi nya yang melimpah, Indonesia juga berhasil menempati peringkat 1 dalam ekspor produk berbasis nikel dengan total ekspor senilai US$1,63 miliar berdasarkan World Top Export tahun 2020.

Potensi cadangan yang melimpah dan keuntungan fantastis menjadi modal mutlak negara untuk "serius" mengelola industri ini. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menjabarkan peta jalan khusus untuk komoditas nikel ini. 

Pertama, pemerintah akan berfokus kepada peningkatan ketahanan cadangan dan optimalisasi produk melalui eksplorasi lalu meningkatkan cadangan sumber daya jadi. Selanjutnya, pemerintah akan melakukan inventarisasi untuk memastikan tidak ada sumber daya yang terbuang menjadi limbah. 

Lalu, pemerintah akan lebih berfokus kepada peningkatan, optimalisasi, dan efisiensi industri pengolahan pemurnian dan pembatasan jumlah pabrik feronikel pada peta jalan kedua. Peta jalan ketiga akan berfokus kepada pengembangan industri fabrikasi, manufaktur, dan peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri. 

Kemudian, peta jalan terakhir akan berorientasi kepada optimalisasi penggunaan produk dalam negeri dan pencanangan sistem daur ulang untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam yang tidak terbarukan. Jika melihat kembali, peta jalan yang dicanangkan oleh pemerintah terlihat sangat berfokus kepada aspek pencapaian dan peningkatan daya jual. 

Apakah ini berarti komoditas nikel merupakan komoditas yang bersih tanpa potensi yang mengancam? tentu saja tidak.

Untuk memenuhi kebutuhan baterai kendaraan listrik, banyak negara pemasok baterai dan nikel berbondong-bondong menciptakan smelter dengan teknologi High Pressure Acid Leaching termasuk Indonesia yang telah memiliki pabrik HPAL milik Harita Group di Pulau Obi, Halmahera Selatan.

 Sangking berharganya, sejak tahun 2019 pabrik HPAL milik Harita Group telah banyak mendapatkan hak spesial dari negara. Bahkan, pabrik milik Harita Group menjadi salah satu objek vital nasional yang berimbas kepada penjagaan ketat sepanjang fasilitas pabrik oleh para TNI/Polri. Namun, dibalik spesial dan berharganya pabrik ini terdapat banyak potensi bahaya yang mengancam.

  1. Huru-Hara Lahan Penduduk

Pembangunan pabrik nikel milik Harita Group pada tahun 2019 berujung kepada pemindahan penduduk. Pemerintah Halmahera Selatan secara sepihak menandatangani nota kesepakatan dengan Harita Group terkait dengan pembangunan pemukiman  baru. Berdasarkan pengakuan masyarakat lokal desa, mereka tidak pernah dilibatkan atau diberi tahu soal nota kesepakatan terkait. 

Mereka langsung disuguhkan gedung bangunan bertingkat dengan ruangan yang kecil di atas tanah yang sebelumnya merupakan lahan sagu, lahan yang menjadi mata pencaharian utamanya. 

Para perusahaan terkait beralasan kepindahan penduduk dilakukan untuk menjaga mereka dari wilayah rawan gempa. Alasan ini diterima secara langsung oleh pemerintah dan akhirnya mengupayakan kepindahan masyarakat lokal yang telah ratusan tahun hidup di tanah tersebut. Akibatnya, masyarakat lokal pun tergusur dari lahan milik mereka.

Tidak hanya masalah tempat tinggal, masyarakat lokal kepulauan Obi juga terusir dari lahan-lahan perkebunan yang telah dirawat selama bertahun-tahun oleh masing-masing keluarga. Salah seorang warga bernama Lily mengatakan lahannya seluas 33 hektar ikut tergusur dan hanya mendapatkan ganti rugi untuk tanamannya saja dikarenakan tanah tersebut diklaim merupakan milik negara. 

Harga untuk ganti rugi tanaman pun telah diatur dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Halmahera Selatan Nomor 117 Tahun 2017 yang lagi-lagi masyarakat lokal merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan SK tersebut.

Jelas masyarakat tidak terima dengan keputusan sepihak ini, tetapi apa daya mereka. Masyarakat yang menolak untuk tanda tangan dan menerima keputusan SK, kerap kali menerima tindakan intimidasi dan ancaman tidak akan mendapatkan sepeserpun dari pemerintah maupun penjara.

Salah seorang warga yang bertahan mempersoalkan permasalahan ini kepada pemerintahan pusat di Jakarta, Dominggus ditangkap dan akhirnya dipenjara selama 6 bulan pada tahun 2019. Dengan demikian, masalah ini secara nyata berujung lagi kepada peningkatan kerentanan masyarakat.

  1. Untaian Masalah Kesehatan

Sudah terhimpit lahannya, tercekik juga oleh masalah pencemaran. Banyaknya aktivitas tambang menyebabkan banyak aktivitas yang memerlukan alat berat. Banyaknya aktivitas alat berat akan selalu mengakibatkan bercecernya limbah B3 berupa oli dan solar bekas. 

Sayangnya, limbah-limbah seperti oli bekas tadi ternyata kian meningkat keberadaannya di Pulau Obi. Hal ini berdasarkan temuan oleh Universitas Khairun Ternate Maluku Utara yang menemukan bahwa dari empat jenis oli yang digunakan, keempat-empatnya secara konsisten mengalami kenaikan selama tahun 2020. 

Padahal, UU No.32/ 2009 tentang Limbah B3 Pasal 58, ayat 1 jelas mengatur tentang kewajiban setiap oknum yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.

Aktivitas lainnya seperti pengerukkan dan pembakaran juga membawa petaka terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan dari dihasilkannya debu serta partikel-partikel kecil yang berbahaya dan terbawa oleh udara yang kemudian secara tidak sadar masuk ke dalam tubuh manusia dan mengancam kesehatan masyarakat. 

Sejak bulan Januari hingga Juni tahun 2021 lalu, terjadi lonjakan kasus ISPA sebanyak 326 kasus. Data ini berdasarkan dari laporan Polindes Desa Kawasi. Selain ISPA, masyarakat juga dihantui dengan penyakit lainnya seperti demam dan diare yang menempati posisi kedua dan ketiga peringkat temuan penyakit di Pulau Obi.

  1. Dari Surga Cakalang Menjadi Neraka Limbah

Selain udara dan daratan, kualitas air Pulau Obi dan habitat yang ada di dalamnya terancam mengalami penurunan kualitas atau bahkan kerusakan akibat dari adanya aktivitas penambangan yang cukup jauh dari kata sesuai dengan prosedur. 

Sebuah penelitian dari Universitas Khairun Ternate menunjukkan bahwa air kepulauan Obi sudah terdapat pencemaran dari polusi logam berat yang juga mengancam keberadaan ikan-ikan dan terumbu karang perairan Obi. Hasil dari investigasi lainnya oleh tim Narasi menemukan bahwa ikan-ikan yang berada di perairan pulau Obi telah mengalami kerusakan sel dan ada satu sampel yang menunjukkan keracunan.

Fakta bahwa adanya ancaman terhadap kualitas air dan juga kualitas ikan serta spesies lain yang hidup di habitat perairan Obi menjadi satu polemik yang harus dituntaskan. Mengapa? karena ikan-ikan yang berada di perairan Obi merupakan salah satu sumber ekspor ikan nasional yang diekspor ke berbagai belahan Indonesia, termasuk Jawa, Sumatera, dan daerah lainnya. 

Bayangkan saja potensi penyakit yang menghantui ketika sumber makanan yang selama ini dikonsumsi mengandung limbah logam. Belum lagi ikan-ikan yang juga diekspor ke negara-negara lain. Jika terdapat temuan limbah di dalamnya, sumber kekayaan ikan-ikan Indonesia bisa saja dilarang dari pasar dunia yang tentu saja ini akan sangat berakibat fatal terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Dugaan Demi Keuntungan

Segelintir bahaya yang mengintai tidak serta merta menarik ambisi negara dan para pengusaha untuk meraup keuntungan. Adanya dugaan kompromi khusus makin menguat ketika pada tahun 2020, bos besar Harita Group diperiksa KPK atas kasus dugaan suap terkait pemberian izin pertambangan nikel di wilayah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. 

Belum lagi pemberian "status spesial" sebagai objek vital nasional yang akhirnya memberikan penjagaan sekaligus ruang untuk tidak banyak terekspos ke khalayak publik dikarenakan akses yang super minim bagi pendatang ataupun kamera satelit. Situasi ini juga diperparah dengan nihilnyanya ruang bagi masyarakat lokal kepulauan Obi untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tambang. 

Semuanya seolah-olah telah diskenariokan, dibuat untuk berpihak kepada elit. Menutup pintu untuk dilirik publik. Wilayah yang eksklusif, akses yang terbatas, dan ruang partisipasi yang nihil membuktikan seberapa tertutupnya aktivitas pabrik yang satu ini. Sebenarnya mengapa begitu tertutup, jika sudah patuh?

DAFTAR PUSTAKA

Aris, M., & Tamrin, T. (2020). Heavy Metal (Ni, Fe) Concentration in Water and Histopathological of Marine Fish in the Obi Island, Indonesia. Jurnal Ilmiah PLATAX, 8(2), 221. https://doi.org/10.35800/jip.8.2.2020.30673

Iskandar, F. (2022). Harita Nickel Bantah Limbah Nikel Mereka Cemari Lingkungan. Narasi. https://narasi.tv/video/narasi-daily/limbah-nikel-harita-nickel-diduga-cemari-lingkungan-perusahaan?autoplay=true&utm_source=copy_link&utm_medium=share

JawaPos.com. (2020, July 16). KPK Periksa Owner Harita Group Lim Hariyanto. JawaPos.com. https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/16/07/2020/kpk-periksa-owner-harita-group-lim-hariyanto/

Pramuji, S. (2022, February 4). Perempuan Obi bertahan di tengah gusuran industri nikel: "Torang dibuat mati perlahan-lahan." Ekuatorial. https://www.ekuatorial.com/2022/02/perempuan-obi-bertahan-di-tengah-gusuran-industri-nikel-torang-dibuat-mati-perlahan-lahan/

Saturi, S. (2021, November 21). Warga Kawasi Terancam Relokasi Ketika Ada Kawasan Industri Nikel [2]. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2021/11/21/warga-kawasi-terancam-relokasi-ketika-ada-kawasan-industri-nikel-2/

Saturi, S. (2022, February 3). Moncer Baterai Kendaraan Listrik, Suram bagi Laut dan Nelayan Pulau Obi [2]. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2022/01/03/moncer-baterai-kendaraan-listrik-suram-bagi-laut-dan-nelayan-pulau-obi-2/

Sawal, R. (2021, November 14). Cerita Warga dari Pulau Penghasil Bahan Baku Baterai Kendaraan Listrik [1]. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2021/11/14/cerita-warga-dari-pulau-penghasil-bahan-baku-baterai-kendaraan-listrik-1/

Umah, A. (2021, September 28). Demi Raup Ribuan Triliun, Ini Rencana Besar Industri Nikel RI. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20210928162532-4-279855/demi-raup-ribuan-triliun-ini-rencana-besar-industri-nikel-ri

Zam Zam, Z., & Putrawan, I. M. (2020). EVALUASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN DI PULAU OBI PROVINSI MALUKU UTARA. Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan Dan Pembangunan, 21(02), 58--68. https://doi.org/10.21009/plpb.212.05

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun