Sayangnya, limbah-limbah seperti oli bekas tadi ternyata kian meningkat keberadaannya di Pulau Obi. Hal ini berdasarkan temuan oleh Universitas Khairun Ternate Maluku Utara yang menemukan bahwa dari empat jenis oli yang digunakan, keempat-empatnya secara konsisten mengalami kenaikan selama tahun 2020.Â
Padahal, UU No.32/ 2009 tentang Limbah B3 Pasal 58, ayat 1 jelas mengatur tentang kewajiban setiap oknum yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
Aktivitas lainnya seperti pengerukkan dan pembakaran juga membawa petaka terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan dari dihasilkannya debu serta partikel-partikel kecil yang berbahaya dan terbawa oleh udara yang kemudian secara tidak sadar masuk ke dalam tubuh manusia dan mengancam kesehatan masyarakat.Â
Sejak bulan Januari hingga Juni tahun 2021 lalu, terjadi lonjakan kasus ISPA sebanyak 326 kasus. Data ini berdasarkan dari laporan Polindes Desa Kawasi. Selain ISPA, masyarakat juga dihantui dengan penyakit lainnya seperti demam dan diare yang menempati posisi kedua dan ketiga peringkat temuan penyakit di Pulau Obi.
Dari Surga Cakalang Menjadi Neraka Limbah
Selain udara dan daratan, kualitas air Pulau Obi dan habitat yang ada di dalamnya terancam mengalami penurunan kualitas atau bahkan kerusakan akibat dari adanya aktivitas penambangan yang cukup jauh dari kata sesuai dengan prosedur.Â
Sebuah penelitian dari Universitas Khairun Ternate menunjukkan bahwa air kepulauan Obi sudah terdapat pencemaran dari polusi logam berat yang juga mengancam keberadaan ikan-ikan dan terumbu karang perairan Obi. Hasil dari investigasi lainnya oleh tim Narasi menemukan bahwa ikan-ikan yang berada di perairan pulau Obi telah mengalami kerusakan sel dan ada satu sampel yang menunjukkan keracunan.
Fakta bahwa adanya ancaman terhadap kualitas air dan juga kualitas ikan serta spesies lain yang hidup di habitat perairan Obi menjadi satu polemik yang harus dituntaskan. Mengapa? karena ikan-ikan yang berada di perairan Obi merupakan salah satu sumber ekspor ikan nasional yang diekspor ke berbagai belahan Indonesia, termasuk Jawa, Sumatera, dan daerah lainnya.Â
Bayangkan saja potensi penyakit yang menghantui ketika sumber makanan yang selama ini dikonsumsi mengandung limbah logam. Belum lagi ikan-ikan yang juga diekspor ke negara-negara lain. Jika terdapat temuan limbah di dalamnya, sumber kekayaan ikan-ikan Indonesia bisa saja dilarang dari pasar dunia yang tentu saja ini akan sangat berakibat fatal terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Dugaan Demi Keuntungan
Segelintir bahaya yang mengintai tidak serta merta menarik ambisi negara dan para pengusaha untuk meraup keuntungan. Adanya dugaan kompromi khusus makin menguat ketika pada tahun 2020, bos besar Harita Group diperiksa KPK atas kasus dugaan suap terkait pemberian izin pertambangan nikel di wilayah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.Â