Dalam penerjemahan, ketakterjemahan (Untranslatability) terjadi ketika sebuah kata atau istilah dalam bahasa sumber tidak memiliki padanan kata yang sama dalam bahasa target.
Sangatlah sering kita jumpai kata atau istilah dalam sebuah teks dari bahasa tertentu yang tidak memiliki terjemahan yang setara dengan bahasa targetnya.Â
Sebagai seorang penerjemah, ketakterjemahan adalah makanan sehari-hari yang sering dijumpai, terkhusus bagi mereka yang terjun ke dalam penerjemahan jenis teks dengan banyak istilah dan ekspresi budaya.
Kata atau istilah yang tidak mampu diterjemahkan sering disebut lacuna, atau lexical gap--sebuah bagian yang hilang.
Ketakterjemahan sangat mungkin terjadi karena setiap budaya yang berbeda memiliki pemahaman yang berbeda, begitu pun sebaliknya.
Maka dari itu, tiap istilah yang berbeda di antara kedua bahasa mungkin tidak memiliki padanan antar satu sama lain. Biasanya, beberapa istilah muncul hanya untuk beberapa waktu, seperti tren.Â
Istilah itu hanya bertahan selama beberapa tahun hingga tidak lagi populer, sebelum makna yang sama dari bahasa lain ditemukan dan digunakan.
Hal ini mempengaruhi dunia penerjemahan. Ketakterjemahan sangat sering terjadi dalam dunia penerjemahan dan biasanya menjadi salah satu masalah utama para penerjemah, khususnya penerjemah pemula.
Ketakterjemahan memang menantang, namun bukan berarti tanpa solusi. Misalnya, dalam bahasa Jerman, ada satu kata yang disebut Schadenfreude, yang berarti sebuah kecenderungan di mana seseorang merasa gembira atas penderitaan orang lain. Tak ada terjemahan yang pas ataupun kata dengan makna yang sama untuk kata Schadenfreude, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.Â
Kita bisa menerjemahkan kata ini dengan membuatnya menjadi parafrase atau dengan menyertakan catatan kaki, sehingga pembaca dari bahasa target dapat memahami istilah ini.