Mohon tunggu...
Anisa Rahma Auliya
Anisa Rahma Auliya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya

Tertarik dengan isu kesehatan mental

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Long Sleepers Vs Short Sleepers, Manakah yang Lebih Baik?

12 Desember 2023   20:30 Diperbarui: 12 Desember 2023   20:36 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi manusia tertidur. Sumber : Pexels.

Short sleep telah terbukti meniadakan manfaat olahraga bagi otak. Tidur REM, yang merupakan tahap tidur, secara khusus mengatur konsolidasi jangka panjang dari memori episodik emosional, dan peningkatan aktivitas yang menonjol dalam struktur limbik dan paralimbik selama tidur REM mendukung kemampuan untuk pengaktifan kembali dan kembali memproses ingatan afektif yang diperoleh sebelumnya.

Ilustrasi orang yang merasa pusing akibat kurang tidur. Sumber : Freepik.
Ilustrasi orang yang merasa pusing akibat kurang tidur. Sumber : Freepik.

Secara umum, sistem limbik berkontribusi terhadap kualitas tidur dan fungsi kognitif seseorang melalui regulasi hormon melatonin, kontrol saraf otonom, dan penyesuaian ritme sirkadian. Selain itu, sistem limbik juga mempengaruhi keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik, yang dapat mempengaruhi kondisi terbangun seseorang. Saat seseorang melakukan long sleep  dan short sleep, sistem limbik tetap berfungsi dalam mengatur emosi dan motivasi. Namun, kualitas tidur yang buruk dapat mempengaruhi keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik sehingga dapat memengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidur yang terlalu panjang atau terlalu singkat dapat meningkatkan risiko kematian. 

Studi Penelitian Mengenai Short Sleepers dan Long Sleepers  

Menariknya, sebuah studi berskala besar yang dilaksanakan di Amerika Serikat dan Jepang, yaitu salah satunya studi yang dilakukan Tamakoshi dan Ohno di tahun 2004 dengan jumlah 104.110 relawan selama sepuluh tahun, justru ditemukan bahwa kematian paling sedikit dialami oleh mereka yang tertidur antara lima dan tujuh jam per malam dibanding mereka yang tidur delapan jam per malam. Namun, hal itu juga tidak dapat membuktikan bahwa tidur delapan jam atau lebih per malam menyebabkan masalah kesehatan. Sayangnya, studi ini meneliti sampel subjek yang sehat dan tidak memasukkan subjek-subjek dengan sumber bias potensial, yaitu orang-orang yang tertidur sedikit karena sakit,  depresi, atau mengalami stres. 

Masih Sering Begadang? Coba Lakukan Short Sleep! 

Begadang adalah kebiasaan terjaga di malam hari lalu tertidur saat pagi hari datang. Meski banyak dari kita mengetahui dampak negatif yang diakibatkan oleh begadang, namun kita juga menghiraukan hal tersebut baik karena menganggap remeh ataupun memang terpaksa oleh suatu pekerjaan atau aktivitas yang harus segera diselesaikan. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh begadang secara fisiologis diantaranya menurunkan   daya   tahan   tubuh akibat sistem imun yang rusak, produktivitas  menurun, kurangnya  konsentrasi,  serta munculnya gejala insomnia (kesulitan tertidur).  Selain itu, begadang juga berdampak secara psikologis, seperti ketidakstabilan emosional, impulsif yang berlebihan, meningkatnya risiko depresi dan cemas, serta menurunkan kinerja kognitif dan daya ingat.

Ilustrasi orang yang mengantuk akibat begadang. Sumber : Freepik.
Ilustrasi orang yang mengantuk akibat begadang. Sumber : Freepik.

Meskipun begadang dan short sleep terlihat sama karena durasi tidur yang singkat, namun sebenarnya berbeda, lho. Alih-alih begadang hingga larut malam, metode short sleep lebih baik digunakan saat kamu berada dalam aktivitas yang cukup banyak. Kamu bisa tertidur selama 15 menit dalam 2-3 jam sekali dibanding memaksakan diri untuk tetap terjaga hingga pekerjaanmu selesai. Hal ini pun meningkatkan efektivitas pekerjaan yang kamu lakukan. 

Penting untuk dicatat bahwa kebutuhan tidur bervariasi antar individu, dan beberapa orang mungkin dapat mengatasi short sleep dan long sleep tanpa konsekuensi negatif yang jelas terhadap morfometri otak, sejalan dengan pandangan tentang kebutuhan tidur yang bersifat individual. Oleh karena itu, apakah short sleep dan long sleep dapat memberi dampak negatif disesuaikan kembali dengan bagaimana seseorang mengatur gaya hidupnya. 

Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun