Mohon tunggu...
Anisa Noviana Herlambang
Anisa Noviana Herlambang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nursing Student

Blueprint

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penanganan Stress pada Remaja di Masa Pandemi Covid-19

24 April 2022   15:35 Diperbarui: 24 April 2022   15:53 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PamfletStressByAnisaN

COVID-19 adalah jenis virus baru yang ditemukan awal pada tahun 2019 di kota Wuhan, China. Gejala yang timbul hampir menyerupai flu pada umumnya,karena COVID-19 merupakan jenis virus baru, maka banyak pihak yang belum mengetahui cara penanganannya. Penyebaran virus tersebut semakin agresif, terlebih lagi virus tersebut dapat ditularkan dengan mudah melalui droplet saat seseorang batuk atau bersin. Selain flu, terdapat tanda dan gejala lain yaitu demam, batuk dan sesak nafas, dan pada gejala yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernafasan akut, gagal ginjal dan bahkan kematian (Sari et al., 2020). Penyebaran virus begitu cepat dari satu negara ke negara lain, WHO pun menyatakan status COVID-19 sebagai pandemi global sehingga diperlukannya penerapan dan pencegahan penyebaran virus secara masif yaitu dengan diterapkannya beberapa aturan di berbagai negara termasuk di Indonesia, seperti penggunaan masker setiap saat, handsanitizer, desinfektan, cuci tangan 6 langkah yang teratur serta dilakukannya physical distancing. Pengaruh pandemi COVID-19 memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat tidak hanya fisik saja melainkan mempengaruhi kondisi psikologi, ekonomi, dan sosial (Aeni, 2021).

Dampak pada psikologi yang terjadi ketika pandemi yaitu gelisah frustasi, ketakutan, stress, insomnia, merasa tidak berdaya, dan paling parah yaitu xenophobia (takut terhadap orang dinegara lain) dan bahkan bunuh diri karena takut terinfeksi oleh virus yang sangat mengerikan. Remaja mengalami kematangan tingkat perkembangan dari segi fisik, psikologi, dan sosial. Secara psikologis, remaja adalah usia seseorang yang memasuki proses menuju usia dewasa (Bismar, 2020). Pada usia muda merupakan masa yang kritis dimana banyak hal yang terjadi dalam kehidupan sehingga perlu banyak adaptasi, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal yang dapat menimbulkan stress pada anak-anak atau remaja karena dampak yang diperoleh akan menjadi dampak seumur hidup. (Bismar, 2020)

Dampak COVID-19 pada aspek perkembangan remaja yaitu menjalankan pembelajaran jarak jauh atau kelas online, tidak bisa bertemu teman-temannya sementara, tidak bisa bermain, kurang percaya diri, pesimis, lebih sering bermain gadget, adanya perubahan dalam rutinitas orang tuanya yang bekerja di rumah (WFH atau Work From Home), tidak tenang saat melakukan sesuatu, mudah menangis, mengalami gangguan tidur, mudah terdistraksi dan berpikiran negatif. Menurut penelitian menunjukkan secara fisik siswa kurang aktif , memiliki waktu yang lebih lama di depan layar serta kurangnya penguasaan teknologi dapat menyebabkan stress dan kecemasan yang berkepanjangan  (Kulsum et al., 2022). Pemikiran tersebut dapat menyebabkan remaja tidak dapat berpikiran irasional. Untuk menanggulangi stress tersebut perlu dilakukan suatu kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap suatu masalah.

Adanya situasi yang mengancam dapat menyebabkan kecemasan atau stress sebagai suatu stimulus yang berbahaya. Seseorang akan waspada pada tingkatan tertentu terhadap suatu ancaman, jika ancaman tersebut dinilai tidak berbahaya maka seseorang tersebut tidak akan melakukan pertahanan diri. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kecemasan pada masa pandemi COVID-19 yaitu kurangnya informasi mengenai kondisi tersebut, kurangnya literasi terkait penyebaran dan antisipasi penularan corona virus, pemberitaan yang terlalu heboh di media massa atau media social. Secara global, terdapat empat faktor risiko utama depresi 14 yang muncul akibat pandemi Covid-19 (Thakur & Jain, 2020). Pertama, faktor jarak dan isolasi social. ketakutan akan adanya virus corona dapat menciptakan tekanan emosional, adanya perintah jaga jarak yang mengganggu dan mempengaruhi kehidupan banyak orang seperti depresi dan bunuh diri, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja diantaranya adalah perubahan jasmani, perubahan pola interaksi dengan orangtua, perubahan pola interaksi dengan teman sebaya, adanya perubahan pandangan luar, serta adanya perubahan interaksi dengan sekolah (Bismar, 2020). Pada masalah sosial dan budaya masyarakat ketika pemberlakuan pshycal distancing, para remaja yang biasanya menghabiskan waktu libur dengan bermain bersama temannya namun selama pandemi mereka harus diam di rumah. Ruang gerak yang terbatas dan minimnya interaksi dengan teman sebaya selama masa pandemi dapat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa mereka (Bismar, 2020).

Dalam meningkatkan resiliensi pada remaja perlu adanya kesadaran tenaga kesehatan yang berperan dalam promosi kesehatan tentang resiliensi dan memahami kekuatan suatu individu (Bismar, 2020). Berikut merupakan upaya dalam menangani stress pada remaja di masa pandemi COVID-19.

1. SELF TALK

Self Talk termasuk dalam terapi kognitif. Self talk merupakan Berdialog dengan dirinya sendiri dalam menafsirkan perasaan dan persepsinya, self talk juga dapat mengatur dan mengubah keyakinan dan juga dapat memberi penguatan bagi dirinya, teknik ini bisa berupa ungkapan positif ataupun negatif. Self talk positif yaitu perkataan seseorang yang dapat membantunya untuk tenang dan meningkatkan kepercayaan dirinya dalam menghadapi suatu keadaan. Perkataan positif salah satu contohnya yaitu “Aku bisa!”, “Aku berani!”, “Aku bisa melakukannya jika bekerja keras”. (Fatimah, 2019). Sedangkan self talk negatif akan mempengaruhi remaja menjadi pesimis, tidak percaya diri dan lainnya. Perkataan negatif contohnya yaitu “Aku Bodoh!”, “Aku tidak bisa melakukannya!”, “Aku takut!”. Self Talk merupakan salah satu cara untuk mengurangi stress pada remaja. Penerapan self talk juga dapat merubah pikiran negatif menjadi positif serta memberi kesadaran terhadap stress yang dirasakan (Putri et al., 2022). Teknik ini tidak memaksakan untuk merubah suatu perilaku atau pikiran yang ada, namun membuat dirinya menjadi lebih tenang dan dapat berfikir lebih positif dalam mengatasi masalah tersebut. (Dwi Ananda & Apsari, 2020)

Ada 3 tahapan dalam melakukan teknik ini :

  • Tahapan pertama

Remaja diposisikan senyaman mungkin dan rileks, serta remaja akan dibantu dalam memahami pemikirannya (Putri et al., 2022). Para remaja yang stress tentu sulit untuk berfikir secara rasional sehingga pentingnya peran dari orang terdekatnya untul membantu. Dalam tahap ini remaja akan memahami dan mengubah pemikiran irasional (negatif) dan bagaimana dia bisa berfikiran irasional (negatif) (Dwi Ananda & Apsari, 2020).

  • Tahapan kedua

Pada tahapan ini remaja akan dibantu untuk yakin bahwa semua bentuk pikiran mereka yang negative dapat dirubah menjadi pemikiran yang lebih positif. Remaja akan diajarkan untuk membedakan pemikiran negatifnya dengan menggunakan perkataan positif. Contohnya jika Remaja berfikiran negative seperti “Aku tidak sanggup hidup seperti ini” maka orang tua harus berperan memberi pengarahan dan ajakan untuk menggunakan perkataan yang positif seperti “Aku yakin bisa melewati ini semua”. (Dwi Ananda & Apsari, 2020)

  •  Tahapan ketiga

Remaja akan dibanu untuk terus mengembangkan pemikirannya dengan kalimat yang positif sehingga mereka tidak lagi terjebak dengan pemikiran negative mereka. Pada tahap ini juga remaja pun bisa mulai merubah stress dan sikap negative yang dapat mengganggunya menjadi lebih positif (Dwi Ananda & Apsari, 2020).

2. ART THERAPY   

ART dapat digunakan sebagai media komunikasi, dampak di masa pandemic tentu banyak remaja yang tidak aktif, malu, takut saat pembelajaran jarak jauh. Menurut penelitian menyatakan bahwa art therapy dapat mengurangi tingkat kecemasan dan stress pada remaja baik dalam akademik maupun non akademik (Bona, Jufri, Subhan Hayun, 2021). Berbagai macam jenis art therapy yang dapat digunakan yaitu menggambar, mewarnai, memahat, musik, menulis, suara, dan improvisasi dalam kondisi mendukung untuk mengalami dan mengekspresikan perasaan (Kulsum et al., 2022). Dengan art therapy tidak dinilai berdasarkan hasil yang diciptakan oleh para remaja, namun art therapy dapat mengungkapkan stress yang dialaminya seperti marah, takut ditolak, rendah diri, melalui suatu media (Bona, Jufri, Subhan Hayun, 2021). Art therapy juga dapat menggunakan bahan-bahan alami seperti daun, biji, bunga, pasir, kerang, bulu, arang anggur, batu, kulit kayu, dll sebagai media. Pada masa pembatasan social art therapy dapat digunakan dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada dirumah yang mudah didapat seperti buah, sayur, bumbu rempah.

3. CBT Online Group

Pendekatan CBT (Cognitive Behaviour Therapy) merupakan salah satu intervensi manajemen stress yang dapat dilakukan pada remaja. Pendekatan ini akan membantu remaja untuk memodifikasi pemikiran yang negative yang dapat menimbulkan stress. Tindakan pada pendekatan ini dapat meningkatkan kesadaran terkait stres, mengajarkan teknik relaksasi, restrukturisasi kognitif, penyelesaian masalah, dan manajemen waktu. Oleh karena itu, tindakan ini dapat mengatasi stress yang dihadapi oleh remaja di masa pandemic. Penerapan CBT Online Group termasuk kedalam kelompok remaja yang lebih banyak untuk dapat bertukar pikiran tentang pengetahuan, pengalaman, serta hal baru untuk mengatasi stress dimasa pandemic. Sehingga para partisipan pun dapat mengambil sisi positif dari teman sekelompoknya. Menurut penelitian (Kartika & Tjakrawiralaksana, 2021) menyatakan bahwa setelah dilakukan intervensi, tingkat keyakinan partisipan dalam kemampuannya untuk mengatasi stress semakin meningkat. Teknik relaksasi pun dapat menurunkan ketegangan fisik. Individu mencoba untuk menggali dan mengenali sumber permasalahannya yang menyebabkan stress yang biasanya dihindari sekaligus mengenali aspek positif dari kondisi stres. Adanya interaksi social dalam intervensi ini akan memperkuat perubahan perilaku yang positif dan penyesuaian diri yang adaptif (Kartika & Tjakrawiralaksana, 2021).

4. MINDFULL BREATHING

Mindfull breathing merupakan pernafasan secara sadar, mendalam dan tenang, saat seseorang sedang mengalami stress maka biasanya akan bernafas dangkal dan tegang, namun hal ini justru membuat individu tersebut semakin stress. Tindakan ini dapat mengurangi kecemasan dan stress yang dialami oleh remaja. Tahapan mindfull breathing yaitu:

  • Klien akan diposisikan serileks mungkin dan nyaman, baik dalam keadaan berbaring, duduk ataupun berdiri. Mata boleh dalam keadaan terpejam ataupun tidak. Punggung tegak namun tidak kaku. Tangan istirahat dengan santai.
  • Rilekskan tubuh senyaman mungkin sehingga klien dapat merasakan sensasi yang ada pada tubuhnya
  • Klien diminta untuk bernafas dan menyadari ritme pernafasannya, tidak dengan pernafasan panjang ataupun pendek, tetapi bernafaslah secara alami.
  • Ketika pikiran klien sudah mulai berkelana, ajak klien untuk menyadari pemikirannya lalu kembali fokus ke pernafasannya.
  • Jika klien sudah mulai kosong setelah beberapa lama bernafas, ajak kembali untuk mefokuskan pernafasan.
  • Ajak kembali klien untuk merasakan sensasi tubuhnya, ajak klien untuk rileks lalu berikan apresiasi untuk pencapaiannya.

Menurut penelitian (Distina, 2021) menyatakan bahwa mindfull breathing dapat membuat nyaman dan rileks, serta dapat mengenali dan mengontrol emosi dan pikiran-pikiran neatif yang muncul. Bernafas dapat mengidentifikasi emosi seseorang, ketika seseorang dengan perasaan senang, maka pernafasannya akan teratur, dalam dan tenang. Namun sebaliknya jika seseorang dengan perasaan marah , maka pernafasannya menjadi tidak teratur, pendek, dan cepat. (Distina, 2021).


5. Relaksasi Genggam Jari

Relaksasi genggam jari merupakan salah satu intervensi untuk mengatasi stress remaja. Yaitu dengan menggunakan jari tangan serta aliran energi dalam tubuh. apabila individu mempersepsikan tentang sentuhan tersebut sebagai stimulus untuk rileks, maka akan muncul sebagai respon relaksasi. Teknik ini dapat membuat remaja menjadi lebih tenang dan fokus saat ingi  mengambil sutau tindakan atau respon yang tepat. Teknik ini juga dapat diiringi dengan music atau lakukan tiap sebelum tidur.teknik ini dapat membantu tubuh,pikiran dan jiwa agar berelaksasi. Disetiap jari tangan kita terdapat titik meridian atau saluran energi yang terhubung dengan organ dan emosi individu. Ibu jari berhubungan dengan perasaan khawatir, jari telunjuk berhubungan dengan ketakutan, jari tengah berhubungan dengan kemarahan, jari manis berhubungan dengan kesedihan, dan jari kelingking berhubungan dengan rendah diri dan kecil hati (Andhi Putri & Nur Wulanningsrum, 2021). Adapun tahapan dalam melakukan intervensi tersebut yaitu :

  • Klien akan menggenggam jari sambil menarik nafas dalam, saat menggenggam jari akan memberikan efek rangsangan spontan dan akan mengalir ke otak lalu ke organ yang bermasalah sehingga aliran pun menjadi lancar.

6. Terapi Musik

Terapi musik dapat memberikan relaksasi, kesenangan, meningkatkan memori dan interaksi social serta menurunkan stress. Music dapat dijadikan pengalihan untuk mengajak seseorang bernyanyi, menari agar suasana menjadi lebih rileks. Rangsangan melodi,irama dan ritme yang dihasilkan terapi musik dapat  bermanfaat dalam kesehatan fisik dan mental seseorang serta meningkatkan pikiran seseorang. Kelebihan dari terapi musik yaitu merasa nyaman, menenangkan, mengurangi kecemasan, menimbulkan perasaan positif, membuat rileks, berstruktur, dan universal. Irama tubuh dan irama musik akan menyesuaikan ritme sehingga timbul kesan yang menyenangkan dan membahagiakan (HASINA & Millah, 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun