Nama : Anisa Mekarsari
NIM : 212111234
Kelas : HES 5GÂ
Mata Kuliah : Sosiologi HukumÂ
Dosen Pengampu : Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.
Identitas buku
Judul        : Agama, Agenda, Demokrasi, dan Perubahan Sosial
Penulis       : Muhammad Julijanto,  S.Ag., M.Ag.
Tahun Terbit   : 2015
Penerbit      : Deepublish
Kota Terbit    : Yogyakarta
Halaman      : 265 halaman
Ukuran             : 14x20 cm
BAGIAN I: AGAMA DAN PERUBAHAN SOSIALÂ
SUB BAB: FASTABIQUL KHAIRAT (Halaman 38-41)
Â
PENDEKATAN YURIDIS EMPIRIS
Fastabiqul Khairat atau yang sering dikenal sebagai berlomba-lomba mencari kebaikan dan kebenaran. Bukan malah sebaliknya yaitu berlomba-lomba dalam kejahatan atau kejelekan. Dalam maraknya pesta dekmokrasi yang sekarang ini para partai politik dan anggota partai politik tersebut berlomba-lomba mencari nilai kebaikan para masyarakat dalam memperoleh dukungan pada tanggal dan hari pemungtan suara nantinya. Akan tetapi faktanya yang terjadi sekarang ini partai politik berlomba-lomba mencari nilai baik dari masyarakat namun menjelek-jelekkan lawan politiknya.Â
Contohnya yaitu menerobos segala bentuk apapn dalam mencari dukungan dengan prinsip yang penting menang tanpa memikirkan hal tersebut benar atau tidak. Persepsi tersebut dalam dunia politik sudah menjadi hal lumrah atau hal yang biasa dalam masyarakat, namun apabila ditinjau dari sudut etika dan budaya masyarakat sangat tidak sesuai dan menyimpang.
PENDEKATAN YURIDIS NORMATIF
Dalam iyasah syariah-politik Islam, diajarkan bahwasanya persaingan yang positif atau dalam bahasa syariah disebut dengan fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan, yang dimana konsep dalam hal tersebut didasarkan pada persaingan sehat dan berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah: 148.
Dapat kita ketahui bahwa sifat politik yang cenderung kepada kekuasaan saja maka niatan-niatan yang tulus dalam berpolitik ditujukan untuk memperbaiki keadaan sosial yang menyimpang dari nilai-nilai luhur kemanusiaan yang beradab. Apabila jika niatan berpolitik tersebut hanya berhenti pada pencapaian kekuasaan saja maka akan berbahaya bagi hakikat amanat kekuasaan-amanat penderitaan rakyat.
Pada dasarnya kekuasaan digunakan untuk memperjuangkan mana yang benar agar tetap ditegakkan, menegakkan yang didzhalimi menjadi adil, meluruskan yang menyimpang menjadi lurus, yang tidak sejahtera menjadi sejahtera. Kekuasaan memang indah dan menggiurkan, karena dengan adanya ekuasaan semua keinginan, kehendak, dan aspirasi dapat diwujudkan. Apabila niat politik tersebut hanya memikirkan kekuasaan saja, maka sifat korupsi akan selalu melekat didalamnya. Namun, apabila pengabdian dan amanat yang akan dicapainya, amaka konsistensi dalam jalur kebenaran dan keadilan akan menjadi penggeraknya.