ketika malam menenggelamkan lamunankuÂ
raga ini  tidak sedikitpun beranjak dari mimpi itu
terlarut aku dalam buaian nada yang merduÂ
terbawa cinta dari sorot matanya yang membelengguÂ
kulihat sosok pria manis dalam bingkai jendelaÂ
berdiri tegap dengan wajah penuh sendunyaÂ
menyapa diri ini dengan mengulurkan jemarinya
tersentak aku ketika dia menyebut namanyaÂ
aku tersadar lalu bangun sejenakÂ
dan menyadari bahwa itu adalah mimpi semataÂ
yang mengingatkanku untuk selalu merasa enyahÂ
dari ilusi cinta dalam sebuah kejadian nyataÂ
mencintainya jiwa yang sudah terpendam dalam laraÂ
susah untuk mebangkitkan semangat dalam sebuah pembaruanÂ
jiwa ini ingin tetap selalu bersamaÂ
walau nyatanya itu hanyalah sebuah cermin impianÂ
gambaran nyata untuk kehidupan yang mengundang asaÂ
terkatup dalam duka berselimutkan keceriaaanÂ
tidak akan ada yang mampu menyerap rasaÂ
walaupun cinta sudah menawarkan pilihan hatinyaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H