Mohon tunggu...
anisah tanti
anisah tanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang, silahkan membaca tulisan dari manusia seadanya ini....

Manusia 21 Mahasiswa 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku karya Neng Dara Affiah "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

6 November 2021   14:35 Diperbarui: 6 November 2021   14:53 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Neng Dara Affiah seorang wanita yang berkecimpung di dunia akademik, sebagai pengajar, peneliti, aktivis, dan penulis yang memiliki banyak karya. Salah satu bukunya yang banyak dibaca dan menarik minat adalah buku yang berjudul Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas yang diterbitkan pada tahun 2017 oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Buku ini berisi beragam tulisan beliau dalam rentang waktu 1998-2016 sebelumnya pernah dimuat pada berbagai media tulis, mulai dari buku, jurnal hingga surat kabar.

Pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi tiga bab yang mana setiap bab berisi pembahasan berbeda terkait perempuan. Bab pertama membahas Islam dan Kepemimpinan Perempuan. Dalam agama islam manusia memiliki derajat yang sama baik perempuan maupun laki-laki, hal yang membedakannya hanyalah kualitas ketakwaannya, kebaikannya selama hidup di dunia, dan warisan amal baik yang ditinggalkannya setelah ia meninggal (Qs. Al-Hujurat 49:13). Berdasarkan dalil tersebut menjelaskan bahwa dalam islam ada kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Maka baik perempuan ataupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama, termasuk kesempatan dalam kepemimpinan.

Konsep kepimpinan dalam islam digambarkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30, yang mana dijelaskan Allah menciptakan manusia, laki-laki, dan perempuan untuk menjadi pemimpin. Makna pemimpin ini memiliki cakupan yang sangat luas. Mulai dari pemimpin keluarga, masyarkat, pemerintahan, hingga diri sendiri dengan penuh Amanah dah bertanggung jawab pada apa yang dipimpinnya. Hal ini sebagaimana dalam hadis Nabi: "Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinya" (Hadis Riwayat Ibn Abbas). 

Maka dapat disimpulkan bahwa sejatinya perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai pemimpin. Akan tetapi ada penafsiran yang kurang tepat atau misoginis dalam ayat Al-Qur'an yang digunakan untuk menolak kepemimpinan seorang perempuan. Salah satu ayat yang digunakan sebagai pendukung penolakan ini adalah ayat: "Laki-laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan."(Qs. An-nisa: 34). 

Di Indonesia penolakan terhadap kepemimpinan perempuan pernah terjadi kepada Megawati Seokarno Putri sebagai calon presiden Indonesia. Dimana penolakan dilakukan oleh kelompok islam (Kongres Umat Islam Indonesia (KUII,1998) dan K.H. Ibrahim Hosein, Ketua Komisi Fatwa MUI yang mengatakan bahwa Islam mengharamkan seorang perempuan menjadi Khalifah atau pemimpin dengan argumennya bahwa perempuan tidak bisa menjalankan tugas sebagai imam masjid) dengan membawa ayat dan hadis yang seolah tidak mengizinkan adanya perempuan sebagai pemimpin.

Megawati akhirnya terpilih menjadi presiden pertama perempuan di Indonesia, dengan begitu menjadi hal baru bagi masyarakat untuk mempercayai kepemimpinan seorang perempuan. Jika dilihat ke belakang dunia politik Indonesia sangat ke-bapakan hingga sampai pada kekacauan 1998, masyarakat merindukan sosok pemimpin yang seperti seorang ibu sejati. Kebijakan otonomi daerah yang muncul pun memberikan peluang kepada perempuan dipelbagai daerah untuk menggali potensi dan kreativitas mereka. Perempuan mampu menjadi pemimpin, berkontribusi pada pembangunan pendidikan bangsa, dan berdiri diruang public.

Bab dua dalam buku ini membahas tentang Islam dan Seksualitas Perempuan. Mencakup perkawinan dalam perspektif agama (Yahudi, Kristen, dan Islam), poligami dalam pandangan Islam dan Indonesia, jilbab dan aurat perempuan, serta bagaimana perkawinan mengatur seksualitas perempuan. Fungsi dari pernikahan diantaranya adalah menyatukan dua manusia (laki-laki dan perempuan) dalam hubungan yang tenteram dan damai, melahirkan keturunan, dan menghindari terjadinya zina. 

Dalam perspektif agama Yahudi, Kristen, dan Islam keberadaan perempuan sebagai istri seringkali hanya dianggap sebagai 'pelengkap' suami, hanya sebatas sebagai ibu dan istri saja. Sehingga hal ini menimbulkan ketimpangan gender yang mana perempuan bekerja diranah domestik seperti mengurus rumah tangga (suami dan anak)  tanpa diberikan kebebasan dan kemerdekaan untuk mengeksplor dunia luarnya (umum atau publik) dan mengambil pilihan untuk dirinya sendiri.

Praktik perkawinan poligami banyak dilakukan oleh laki-laki muslim termasuk laki-laki di Indonesia. Jika dilihat latar belakang sosial terjadinya poligami ini dikarenakan pada masa Arab pra-Islam terdapat praktik poliandri hal ini membuat anggapan bahwa Islam adalah agama yang membawa praktik perkawinan poligami. Akan tetapi pada masa awal Islam saat terjadi banyak peperangan dan Islam mengalami kekalahan dalam perang Ubud. Banyak perempuan yang menjadi janda karna suaminya meninggal dalam perang dan anak-anak yatim. 

Maka permasalahan sosial dan ekonomi yang timbul diatasi dengan ayat yang mengizinkan laki-laki menikahi maksimal empat perempuan (poligami) dengan poin penting ia harus dapat berlaku adil. Kemudian poligami dengan konsep harem (rumah atau istana bagi perempuan) menjadi salah satu pemicu terpuruknya umat Islam. Dikarenakan dengan adanya harem ini perempuan dianggap seperti barang dan tak punya hak atas dirinya sendiri. Sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam yang membawa konsep kesetaraan gender.

Poligami di Indonesia diperbolehkan meski ada aturan yang ketat, yaitu dapat memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Dampak adanya poligami terhadap perempuan diantaranya adalah; mempengaruhi psikis perempuan seperti merasa rendah diri, depresi, paranoid, menjadi tidak berharga, dan sebagainya; munculnya stigma yang menyalahkan perempuan akan terjadinya poligami seperti istri pertama yang tidak dapat memuaskan suami dan istri kedua dianggap sebagai wanita penggoda; anak-anak akan terkena dampak karena stigma anak dari istri tertua lebih dianggap daripada anak dari istri muda. Sebenarnya poligami ini dapat mencemari ajaran Islam karena pria pro-poligami yang menjadikan ayat sebagai tameng mereka untuk memenuhi nafsu belaka, karena sebenarnya manusia tak ada yang mampu berlaku adil.

Dalam agama Islam baik laki-laki dan perempuan diwajibkan menutup aurat (bagian tertentu dari tubuh yang harus ditutup. Jilbab merupakan busana longgar yang digunakan perempuan untuk menutupi bagian kepala, leher, hingga dada. Penggunaan jilbab sejatinya sudah ada sejak sebelum Islam datang. Jilbab atau kerudung dalam Islam dimaksudkan bagi perempuan untuk menjaga kecantikannya dari pandangan orang lain terutama laki-laki yang bisa menimbulkan hasrat dan tidak menjadi kewajiban agama yang dibebankan melainkan pilihan dalam berbusana. Akan tetapi pandangan ini seolah menyalahkan perempuan jika ia tak menutup aurat lalu mendapat pelecehan seksual. Padahal sebenarnya pelecehan tersebut datang dari pikiran dan rusaknya moral seseorang bukan karena perempuan yang tidak menutup auratnya. 

Di Indonesia penggunaan jilbab oleh perempuan dianggap sebagai identitas seorang muslim. Sampai kedepannya jilbab dijadikan politisasi guna menarik suara masyarakat dalam pemilu. Namun, dibalik penggunaan jilbab yang marak terutama sekolah yang mewajibkan jilbab bagi siswi muslim membuat adanya pembedaan, pembatasan, dan pengucilan terhadap perempuan yang tidak beragama Islam. Peraturan pemerintah dalam seksualitas perempuan di Indonesia diantaranya adalah: mewajibkan pemakaian jilbab sebagai penutup aurat; pembatasan akses pada pekerjaan dan ekonomi; serta pengesahan undang-undang pornografi yang mengkriminalkan tubuh perempuan. Dari peraturan tersebut negara mengontrol seksualitas perempuan.

Pada bab tiga buku ini membahas perempuan, Islam, dan negara. Fokus pembahasan topik ini adalah kepada feminisme. Feminis merupakan gerakan yang memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Feminis Islam merupakan feminis yang bergerak dengan dasar sumber-sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur-an, hadis dan hukum-hukum Islam. 

Perwujudan dari feminis Islam ini adalah gerakan pemikiran dan gerakan sosial yang menciptakan organisasi seperti Jaringan Islam Liberal (JIL), Perhimpunan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Lembaga Kajian Islam Sosial (LKIS), dan lainnya. Pemikiran-pemikiran mengenai penyetaraan gender yang awalnya menjadi wacana berhasil direalisasikan hingga menjadi kebijakan yang disahkan oleh pemerintah. 

Marginalisasi dan kekerasan yang dialami oleh perempuan mengakibatkan perempuan mengalami kekerasan seksual, pengucilan, penurunan kesehatan dan gangguan jiwa, dan kehilangan akses ekonomi. Topik lain yang cukup menarik adalah tentang virginitas atau keperawanan perempuan. Di mana dalam Islam diperbincangkan dengan tiga perspektif, yaitu berhubungan dengan status perempuan (kawin atau janda), usaha untuk menghindari hubungan seksual di luar nikah atau zina, dan konstruksi 'harga' seorang perempuan dalam masyarakat patriarkis.

Perspektif pertama mengenai status perempuan digunakan untuk menentukan mas kawin pernikahan, karena perawan dianggap lebih memiliki 'nilai jual' tinggi dari janda. Perspektif kedua dimaksudkan agar menghindari terjadinya zina, yang merupakan dosa besar dalam Islam. Karena zina dapat berdampak terhadap lahirnya anak di luar nikah dan hal lainnya. 

Perspektif ketiga yang memandang keperawanan sebagai konstruksi "harga" dan lambang "kesucian" bagi seorang perempuan, yang mana menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi kaum perempuan.  Perempuan yang sudah tidak perawan kemudian menikah akan berkemungkinan mengalami penderitaan psikis dan fisik dari suaminya karena dalam masalah keperawanan perempuan yang selalu dipersalahkan.

Dalam masyarakat patriarkis perempuan yang perawan lebih dipilih daripada yang berkepribadian baik. Maka akan nada kemungkinan perempuan yang sudah tidak perawan kemudian menikah akan mengalami penderitaan dan perceraian. Sebenarnya masalah keperawanan tak cukup diartikan sebagai ada tidaknya selaput dara pada perempuan.

Hal ini dikarenakan selaput dari bisa pecah atau hilang bukan hanya karena aktivitas hubungan seksual tetapi bisa dikarenakan olahraga berat, kecelakaan, hingga kekerasan atau pelecehan seksual yang pernah dialami. Maka menjadikan keperawanan sebagai simbol "kesucian" adalah hal yang tidak manusiawi, karena memposisikan perempuan sebagai makhluk yang tidak memiliki kebebasan.

Gerakan Islam dan feminisme ini menjadi titik balik perjuangan perempuan Islam untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan menafsirkan Kembali ajaran agama yang sejatinya menyetarakan antara laki-laki dan perempuan. Dengan begitu perempuan akan dapat memiliki kebebasan dan menikmati hak-hak mereka sebagai manusia. Buku ini sangat menarik karena memasukkan variabel perempuan dalam setiap kejadian yang ramai pada tahun-tahun tersebut (1998-2016). Sebagai pembaca kita diajak untuk mengetahui bagaimana sejarah tentang hak perempuan yang terus ditindas, dan dengan begitu kita akan tertarik untuk terus memperjuangan kesetaraan anatara laki-laki dan perempuan, karena setiap manusia seharusnya memiliki kesempatan yang sama dalam segala hal di dunia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun