Ekonomi Islam sebagai  disiplin ilmu menawarkan pendekatan yang unik dalam memahami dan mengelola sumber daya. Salah satu elemen penting dalam ekonomi Islam adalah ilmu fiqih, yang berfokus pada hukum-hukum syariah. Di sisi lain, pemikiran ekonomi neoklasik, yang berkembang di Barat, menawarkan analisis yang rasional dan matematis terhadap perilaku ekonomi.Â
Integrasi antara kedua pendekatan ini menjadi sangat relevan untuk merumuskan sistem ekonomi yang tidak hanya memenuhi prinsip-prinsip syariah tetapi juga efektif secara ekonomi.
Ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip ajaran Islam. Sistem ini tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi , namun juga mengintegrasikan aspek spiritual, moral, dan etika dalam pengelolaannya. Dalam perkembangannya, ekonomi Islam telah menarik perhatian banyak akademisi dan praktisi, baik di dunia Muslim maupun non-Muslim.
Dalam sistem ekonomi Islam, terdapat dua pendekatan utama yang saling melengkapi, yaitu ilmu fiqih (Islamic jurisprudence) dan neoklasik (neoclassical economics). Dari sumber-sumber ini, para ulama kemudian mengembangkan ilmu fiqih, yang mengatur berbagai aspek kehidupan umat Islam, termasuk bidang ekonomi.
Ilmu fiqih merupakan cabang ilmu dalam Islam yang mempelajari hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan tindakan manusia, baik dalam ibadah maupun muamalah (interaksi sosial-ekonomi). Fiqih mengatur transaksi, etika bisnis, dan kepatuhan terhadap prinsip syariah seperti keadilan, transparansi, dan larangan riba.Â
Dalam konteks ekonomi Islam, ilmu fiqih menjadi landasan normatif dan etis dalam menentukan kebijakan dan praktik ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Ilmu fiqih mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam aktivitas ekonomi, seperti:
*Larangan riba (bunga)
Riba, atau bunga, dilarang dalam Islam. Ini berarti semua transaksi yang melibatkan keuntungan yang tidak adil dari pinjaman uang dianggap haram. Sebagai alternatif, transaksi berbasis bagi hasil seperti mudharabah (kemitraan investasi) dan musyarakah (kemitraan usaha) dianjurkan.
*Larangan gharar (ketidakpastian)
Gharar merujuk pada ketidakpastian atau spekulasi yang berlebihan dalam transaksi. Aktivitas ekonomi harus dilakukan dengan transparansi, dan semua pihak harus memahami risiko yang terlibat.