Mohon tunggu...
Anisa Ikmawati
Anisa Ikmawati Mohon Tunggu... Desainer - Mahasiswa

Tak perlu berlari untuk berproses, cukup berjalan dan jangan berhenti. try to be useful through writing

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemuda Bahas "Peran Intelektual Profetik Menumpas Krisis Identitas di Era Digital"

31 Agustus 2021   21:05 Diperbarui: 31 Agustus 2021   21:45 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dimasa yang serba digital saat ini, tidak sedikit pemuda yang krisis identitas, maka penting untuk dibahas mengenai peran intelektual profetik, demi menumpas krisis identitas di era digital seperti saat ini.

PK IMM FISIP UHAMKA mengadakan kegiatan Rencana Tindak Lanjut yang mana para Kader PK IMM FISIP UHAMKA yang menjadi panitia dalam rangkaian kegiatan Rencana Tindak Lanjut (RTL) tersebut. Para kader tersebut membuat acara Webinar Nasional dengan tema "Peran Intelektual Profetik Menumpas Krisis Identitas di Era Digital" Yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2021 dengan pemateri webinar tersebut yakni A Gilang Kumari Putra S.Sos M.Ikom dan kak Zulfikar Ali Husein dengan moderator Tita Fitriana.

Krisis identitas bukan lagi hal yang baru dijumpai pada masa seperti saat ini, terlebih lagi saat ini sudah memasuki era digital, dimana semua orang dapat dengan mudah melakukan sesuatu, mudah dalam melakukan hal untuk kebaikan, mudah pula untuk melakukan hal hal keburukan. Kenapa mudah? Karena saat ini seseorang dapat dengan mudah mengakses internet, menelusuri apa yang ia ingin tau, menyebarkan pesan pesan dakwah, memperluas jangkauan berbisnis, dan mempermudah dalam komunikasi jarak jauh. Namun tidak hanya itu saja, kini orang lain dapat dengan mudah mencuri informasi, menyebarkan hoax, membuat penipuan online, dan hal buruk lainnya,

Dunia digital sudah menjadi makanan wajib yang harus diterima dan dilalui oleh semua orang, bahkan hampir semua orang menjadikan handphone sebagai teman dekat yang tak pernah lepas setiap harinya. Handphone menjadi alat komunikasi yang memenuhi kebutuhan manusia di era digital, dimana dengan handphone seseorang kini tak harus berjumpa untuk bercerita dan mengobrol dengan temannya. Hampir semua orang memiliki media sosial dalam handphonenya, media sosial ini menjadi jembatan dalam melihat dunia luar yang lebih luas, bahkan tak hanya melihat dunia luar saja, namun juga bisa menjadi media untuk menyimpan kenangan, mengekspos diri, membagikan cerita kesehariannya, cerita perjalanan hidupnya, membagikan berbagai hal yang membuat orang lain mengenal dan kagum dengan dirinya, dengan begitu media sosial juga dapat memperluas relasi.

Namun hal tersebut harus menjadi perhatian, karena tidak semua orang dapat menjadi bijak dalam menggunakan media sosial. Tidak sedikit yang menggunakan media sosial dengan menjadikan setiap postingannya adalah topeng belaka agar disukai khalayak ramai, mengikuti tren, dan tak sedikit dari mereka yang kehilangan jati diri sesungguhnya.

Pada acara Webinar Nasional "Peran Intelektual Profetik Menumpas Krisis Identitas di Era Digital" pertama tama dibahas oleh Kak Zulfikar Ali Husen, mengenai "Profetik" mungkin bagi sebagian orang, masih belum tau apa yang dimaksud dengan Profetik, kak Zulfikar menjelaskan bahwa dari segi bahasa, profetik itu dapat dikatakan sifat yang menyerupai nabi. Dan dijelaskan pula bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam memiliki sifat transformatif dan mencerahkan. Dan jika dikaitkan dengan intelektual, maka intelektual profetik adalah intelektual yang akan membawa transformasi pada masyarakat.

Melihat dari pembahasan awal yang sangat menarik, bahwa intelektual profetik akan membawa perubahan baik pada masyarakat dengan tetap sesuai dengan ajaran Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam. Karena jika kita lihat kondisi anak muda jaman sekarang, tidak sedikit yang berubah mengikuti jaman namun meninggalkan ajaran Nabi atau syariat islam. Maka dari itu penting peran para pemuda yang memiliki intelektual profetik ini untuk senantiasa mengingatkan dan membawa perubahan yang baik.

Kak Zulfikar Ali Husein pula menjelaskan tentang Intelektual Sosial Profetik Kontowijoyo. Jika secara epistemologis, Ilmu Sosial Profetik (ISP) berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio, dan wahyu. Dijelaskan pula bahwa ilmu sosial profetik ini tidak hanya berhenti pada usaha menjelaskan dan memahami realitas apa adanya, akan tetapi lebih dari itu, ilmu sosial profetik ini mentransformasikannya menuju cita cita yang diidamkan oleh masyarakat.

Selain membahas mengenai sumber pengetahuan Ilmu Sosial Profetik, kak Zulfikar Ali Husein juga menjelaskan bahwa ISP merumuskan tiga nilai penting sebagai pijakan yang sekaligus menjadi unsur unsur yang akan membentuk karakter paradigmatiknya. Unsur unsur tersebut yaitu : Humanisasi, Liberatif, dan transendensi.

HUMANISASI

Kak Zulfikar Ali Husein menjelaskan tentang Humanisasi yaitu; Memanusiakan manusia, menghilangkan "kebendaan", ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia. Kuntowijoyo mengusulkan humanisme teosentris sebagai ganti humanisme antroposentris untuk mengangkat kembali martabat manusia. Dengan konsep ini, manusia harus memusatkan diri pada Tuhan, tapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia (kemanusiaan) sendiri. Perkembangan peradaban manusia tidak lagi diukur dengan rasionalitas tapi transendensi.

LIBERATIF

Liberatif ini dalam Ilmu Sosial Profetik yakni dipahami dan didudukan dalam konteks ilmu sosial yang memiliki tanggung jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hegemoni kesadaran palsu. Jelas kak Zulfikar Ali Husen, lebih jauh dari itu, jika marxisme dengan semangat liberatifnya justru menolak agama yang dipandangnya konserfatif, Ilmu Sosial profetik justru mencari sandaran semangat liberatifnya pada nilai nilai profetik transendental dari agama yang telah ditransformasikan menjadi ilmu yang objektif -- factual.

TRANSENDENSI

Unsur yang ketiga yakni transendensi, kak Zulfikar Ali Husein menjelaskan bahwa Transendensi hendak menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai bagian penting dari proses membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama pada kedudukan yang sangat sentral dalam Ilmu Sosial Profetik.

KRISIS IDENTITAS DI ERA DIGITAL

Krisis identitas adalah kondisi ketika orang merasa tidak yakin mengenai siapa dan apa dirinya. Hal ini dapat terjadi setelah ia mengalami perubahan besar dalam hidup atau karena faktor usia. Kak Zulfikar Ali Husen juga menjelaskan bahwa krisis identitas sama halnya dengan isolasi sosial.

LALU BAGAIMANA DENGAN KRISIS IDENTITAS DI ERA DIGITAL ?

Dunia digital memang sudah tidak bisa dibendung lagi, semua orang harus menerimanya dan mengikutinya agar tidak tertinggal, namun sayangnya hal tersebut menyebabkan salah satu masalah yang disebut krisis identitas, seperti yang mana Saya sampaikan di awal bahwa krisis identitas yakni dimulai dari seseorang yang ingin terlihat indah, ingin mendapatkan pujian dari orang lain, maka mulai melupakan hakikatnya sebagai hamba, mulai merasa bahwa pengakuan manusia lebih penting, dan hal tersebut lama kelamaan akan membuat seseorang kehilangan identitas sesungguhnya.

Disebutkan bahwa faktor faktor penyebab krisis identitas di era digital yaitu:

  • FOMO (Fear of missing out)
  • Perundungan (Bullying)
  • Tidak mendapatkan like yang banyak/ tanggapannya tidak sesuai dengan keinginan

LALU BAGAIMANA PERAN PARA INTELEKTUAL PROFETIK DALAM MENGATASI KRISIS IDENTITAS DI ERA DIGITAL ?

Jika kita ambil positif dari era digital ini, kita dapat menjadikan dunia digital ini menjadi wadah kreatif yang bermanfaat bagi orang lain, selain itu tidak perlu merendahkan diri jika tidak dapat mengikuti arus digital dengan baik, kita hanya perlu belajar secara perlahan. Jikalau mendapati cacian atau kritik dalam mengikuti arus digital ini, jangan kau jadikan sebagai pukulan berat yang mematikan, namun jadikan itu sebagai acuan evaluasi untuk merubah diri menjadi lebih baik lagi. Dan jika kau menemui hasil karya atau rekam jejak orang lain yang lebih bagus, jangan merendahkan dirimu dengan merasa malu, jadikan itu sebagai motivasi untuk terus berproses lebih baik lagi dalam berkarya.

Para intelektual mengikuti arus digital tidak pernah berlepas dari Al-Qur'an dan As Sunnah, peraturan perundang-undangan, serta tetap memerhatikan kode etik jurnalistik dalam bermedia sosial. Maka tidak akan mengerjakan sesuatu tanpa mengikuti aturan yang ada.

Bijak menggunakan media sosial, banyak hal yang lebih baik dalam menggunakan media sosial, daripada untuk menyebarkan hoax, mengikuti tren yang jauh dari ajaran islam, menonton gossip, dan hal hal yang tak bermanfaat lainnya. Para intelektual menggunakan media sosial sebagai media dalam berdakwah amal ma'ruf nahi munkar, selain itu media sosial juga dijadikan sebagai wadah silaturahmi, bertukar informasi, tabayun informasi, saling mengingatkan kebaikan, menasehati dengan adab yang baik, para intelektual profetik juga mampu mengoreksi dan meminta maaf jika melakukan kesalahan.

Ingat setiap apapun yang kita bagikan di dunia digital ini, semua bukan hanya terekam pada jejak digital, namun terekam juga ke dalam catatan amalmu, yang mana nanti akan dipertanggungjawabkan. Maka bijaklah dalam menggunakan media, jadikan jarimu sebagai penyebar senyum dan kebaikan, jangan jadikan jarimu sebagai penyebar kebencian dan cacian kepada orang lain. Tetap semangat berproses dalam mengontrol diri agar tidak mudah terbawa arus yang dapat menghanyutkanmu ke dalam lubang kelam yang tiada cahaya di dalamnya.

Semangat yaa :) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun