Mohon tunggu...
anisahshintyaayup14
anisahshintyaayup14 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penerapan Sistem Sanksi Dalam Hukum Islam Beserta Sistem Peradilan Islam Di Indonesia

18 Desember 2024   14:35 Diperbarui: 18 Desember 2024   17:37 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka dari itu, peradilan dapat diidentifikasi sebagai pranata sosial. Dalam kenyataannya, peradilan berhubungan secara timbal balik, bahkan saling tergantung (interdependency) dengan pranata hukum lainnya seperti perangkat hukum (tertulis dan tidak tertulis), sistem hukuman, politik hukum, dan nilai-nilai hukum; bahkan berhubungan dengan penyuluhan hukum dan pendidikan hukum.

Hal itu tercermin dalam Tap MPR Nomor II Tahun 1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara atau GBHN, terutama mengenai Pembangunan Bidang Hukum, yang mencakup secara garis besar pada materi hukum, aparatur hukum, dan sarana serta prasarana hukum. Pembangunan di bidang hukum itu merupakan bagian dari Pembangunan Nasional, yang mencakup bidang kehidupan masyarakat bangsa yang berhubungan secara timbal balik.

Dalam ketentuan pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Jo Undang-undang Nomor 35 tahun 1999 di jelaskan bahwa "hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat". Hukum bergantung pada apa yang terjadi dengan kondisi-kondisi kekuasaan dan kewenangan politik. Keadaan itu sendiri bergantung pada jalan masing-masing kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi.

Dengan menggunakan pandangan tersebut, proses pembentukan undang-undang sebagai penyelesaian konflik di kalangan berbagai kekuatan politik, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dapat dipahami dan dijelaskan. Salah satu yaitu didalam pembentukan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan, perkembangan peradilan, dan hukum pada umumnya bergantung kepada pranata politik yang berbasis pada struktur sosial, pola budaya, dan perkembangan ekonomi.

Demikian halnya proses peradilan merupakan suatu mekanisme yang bersifat aktual dalam mewujudkan penegakan hukum dan keadilan yang mengacu kepada nilai-nilai yang dianut oleh Masyarakat atau dengan kata lain, peradilan sebagai pranata sosial tidak berdiri dan bekerja secara otonom melainkan berada dalam proses pertukaran dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, pertumbuhan dan perkembangan peradilan bergantung pada kemampuan masyarakat untuk melakukan artikulasi politik dalam mengalokasikan dan merumuskan nilai-nilai budaya yang dianutnya ke dalam pranata hukum yang menjadi kebutuhan mereka. Dalam kehidupan masyarakat, mulai dari komunitas kecil yang sederhana sampai dengan pergaulan antar bangsa. Oleh sebab itu, tatanan hukumnya juga bersifat majemuk.

Dalam penataan hubungan di antara anggota masyarakat manusia itu diperlukan patokan tingkah laku yang disepakati bersama, yang bersumber kepada nilai-nilai budaya yang dipatuhi dan mengikat kepada semua pihak. Hukum atau nilai-nilai yang berlaku di masyahrakat berfungsi sebagai pengendali masyarakat untuk mewujudkan ketertiban dan ketenteraman. Karena setiap orang atau kelompok memiliki kepribadian, tradisi, kemampuan, profesinya, kepentingan, dan patokan tingkah laku yang beraneka ragam, maka hal itu dapat menjadi sumber perselishan, pertentangan, persengketaan diantara mereka. Di samping itu, pertentangan antar kelompok baik secara fisik maupun secara politis tidak dapat dihindarkan. Keadaan yang demikian itu tidak dapat dibiarkan terus berlanjut, karena akan mengganggu ketertiban bersama dan menimbulkan ketidaktenteraman masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengendali kehidupan Masyarakat atau Lembaga yang berwenang yang berfungsi untuk menyelesaikan perselisihan, persengketaan, dan bentuk-bentuk pertentangan lainnya sehingga hukum dapat ditegakkan serta keadilan dapat diperoleh Atau ketertiban dapat diwujudkan dalam kehidupan bersama dan memperoleh ketentraman.

 Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat berbagai cara dan proses dalam penyelesaian perselisihan dan persengketaan tersebut. Cara pertama dilakukan oleh kedua belah pihak dengan menggunakan jasa pihak ketiga sebagai perantara atau juru damai. Cara kedua dilakukan secara paksa kepada kedua belah pihak oleh kekuasaan masyarakat atau kekuasaan negara sebagai salah satu pilar penegak hukum. Cara ketiga, selanjutnya menjadi pranata mediasi atau perdamaian, dengan menggunakan jasa pihak ketiga sebagai mediator atau juru damai. Dalam perkara perdata, hakim pun bertindak sebagai juru damai di antara kedua belah pihak yang berselisih atau bersengketa.

Mediasi merupakan salah satu bentuk cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan dari para pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh mediator yang bersertifikasi. Sesuai dengan yang dijelaskan didalam Peraturan Mentri No 1 tahun 2008 bahwa setiap orang yang menjalankan fungsi mediator pada asasnya wajib memiliki sertifikat atau berpengalaman mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga resmi yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Sedangkan masyarakat Islam dapat diberi batasan awal, yaitu mulai dari masa tugas kerasulan Nabi Muhammad Saw pada periode Madinah (622-632 M). Pada masa itu mulai dilakukan penataan kehidupan Masyarakat yang sejalan dengan turunya wahyu yang berisikan pengaturan kehidupan manusia selain peribadatan, shalat, puasa dan haji yaitu pengaturan keluarga, pengaturan mengenai harta, pengaturan tata kelola pemerintahan, pengaturan peradilan, dan pengaturan hubungan antar pemeluk agama dan antar manusia. Pengaturan bagai pranata sosial itu mengacu kepada wahyu yang diterima oleh Rasulullah Saw. Pada masa kekhalifahan Usman bin Affan hal tersebut dibukukan dalam suatu mushaf al-Qur`an yang selanjutnya, pengaturan pranata tersebut dalam kalangan para ahli hukum dan fiqh di Indonesia dikenal sebagai Hukum Islam. Keanggotaan dalam keluarga berkaitan dengan keanggotaan dalam masyarakat, sebagai sebuah sistem sosial yang besar, menurut tatanan persaudaraan seagama.

Oleh karena itu, penataan keluarga mendapat perhatian khusus dan rinci dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasul, seperti perkawinan dan kewarisan bahkan dalam urusan pidana pun terkait otoritas keluarga Kedua kelompok itu berasal komunitas yang berbeda dan memiliki tradisi masing-masing. Ikatan di antara kedua kelompok menjadikan satuan masyarakat yang didasarkan kepada kesamaan iman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun