Mohon tunggu...
Cerpen

Si Cupu Pematah Hati

21 Mei 2015   21:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:44 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku sakit, tapi aku tidak terima jika dia juga sakit.Aku ingin dia bisa menggapai gadis impiannya itu. Citra yang cantik, wajahnya teduh bagai hujan, hidungnya mancung, bibirnya mungil, badannya mungil, kulitnya putih, berhijab, bicaranya halus. Sedang aku? Wajah sangat jawa sekali, hidungku tidak mancung, kulitku coklat kebanyakan orang jawa, rambutku sebahu, bicaraku frontal. Tidak ada yang bisa aku unggulkan untuk menang, aku hanya lebih tinggi dan lebih tua. Poor me.

Sejak itu, aku menjadi pendengar baik untuknya, mendengarkan ceritanya tentang Citra. Aku sakit hati namun aku tidak munafik untuk mengakui kekalahan. Aku mendukungnya untuk merebut hati Citra. Aku berikan saran-saran terbaik yang aku tau, aku belikan dia buku kiat-kiat mendapatkan cinta. Aku mencoba tetap kuat. Aku menginginkannya bahagia walaupun bukan denganku.

Semua berjalan biasa saja, sampai akhirnya perlahan dia menjauhiku. BBM pun di delcon. Ini lebih menyakitkan. Di kantin saat dia melihatku, dia justru berbalik menjauhiku. Aku bertanya pada Edo dan Ira tapi tidak ada yang bisa menjawab. Aku mulai gelisah, bodohnya selama kami berteman aku tidak punya nomor hp dia. Malam hari saat aku sedang benar-benar gelisah, setetes air bening pun membasahi guling di kamarku, Ira menelponku.

"Halo Ra... ada apa?" Suara ku serak.

"Lo nangis?"

"Enggak, cuman gak enak badan. kenapa?"

"Gini ma, gue mau bikin pengakuan. Sebenernya gue bilang ke Irwan kalo lo suka dia. Gue kesel pas dia bilang ke gue kalo dia suka Citra temen sekelasnya, terlebih lagi pas gue tanya lo udah tau belom katanya dia bilang ke lo duluan draipada gue."

"...." Aku menutup mulutku menahan tangis yang menjadi.

"Maaf Risma, gue kebawa emosi waktu itu. Gue gak terima kalo lo sakit hati." Suara Ira mulai bergetar.

"I... iya Ra. Gak apa-apa. Makasih lo udah wakilin gue untuk ungkapin perasaan ini. Makasih banyak. Mu.... mungkin kalo bukan lo yang bilang, dia gak akan tau kalo gue sayang dia." Aku berbicara dengan tangis yang semakin sulit ku tahan.

"Maafin gue Rismaaaa.. maafin gue." Ira menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun