Masyarakat umum sudah merasa jenuh dengan perang yang terus berlanjut tanpa tanda-tanda akhir, dan mereka mendambakan perdamaian.
Respon terhadap seruan dalam wahyu yang menekankan pentingnya berdamai, sebagaimana dijelaskan dalam Surah An-Nisa ayat 59 dalam Al-Quran.
Peristiwa Tahkim memiliki dampak politik yang merugikan Ali dan menguntungkan Mu'awiyah. Pada awalnya, Ali menjabat sebagai khalifah, sementara Mu'awiyah adalah seorang gubernur daerah yang tidak tunduk kepada Ali sebagai khalifah. Melalui arbitrase, kedudukan Mu'awiyah dinaikkan menjadi khalifah, yang ditentang oleh Ali yang tidak ingin melepaskan jabatannya sebagai khalifah.
Tindakan Ali dalam mengadakan Tahkim juga tidak didukung oleh sebagian besar pasukannya, yang sangat kecewa dan merasa bahwa tindakan itu tidak sesuai dengan ajaran Al-Quran. Akibatnya, sebagian besar dari mereka keluar dari mendukung Ali. Setelah peristiwa Tahkim, situasi politik berubah secara signifikan dan Mu'awiyah akhirnya menjadi khalifah dengan penolakan Ali terhadap tindakan tersebut.
Akhir pemerintahan Ali Bin Abhi Thalib
Banyak pemberontakan dan pemisahan sebagian pengikut Ali yang terjadi mengakibatkan banyak  pengikut  Ali  gugur  dan  berkurang  . Selain itu, hilangnya sumber pendapatan dan pasokan ekonomi dari Mesir yang dikuasai oleh Muawiyah berdampak negatif pada kekuatan Ali, sementara Muawiyah semakin memperkuat posisinya. Akibatnya, Ali terpaksa menyetujui perdamaian dengan Muawiyah untuk mengakhiri konflik. Â
Perdamaian ini sangat menggugah amarah kelompok Khawarij, yang semakin kuat dalam keinginan untuk menghukum mereka yang mereka tidak sukai. Ini mendorong mereka untuk sepakat untuk membunuh Ali, Mu'awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa al-Asy'ari. Namun, yang berhasil mereka bunuh hanya Ali, yang meninggal pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H (661 M), dibunuh oleh Abdurrahman ibn Muljam yang ditugaskan untuk melaksanakan pembunuhan tersebut. Mu'awiyah dan Amr bin Ash, beruntungnya, selamat dari upaya pembunuhan ini.Â
Setelah Ali meninggal, posisi khalifah digantikan oleh anaknya, Hasan, selama lima bulan. Namun, karena tentaranya lemah dan kekuatan Mu'awiyah semakin kuat, Hasan memutuskan untuk membuat perjanjian damai. Perjanjian ini membawa kesatuan umat Islam di bawah kepemimpinan politik tunggal, yang dipegang oleh Mu'awiyah ibn Abi Sufyan. Namun, ini juga berarti bahwa Mu'awiyah menjadi penguasa mutlak dalam dunia Islam. Ini ditandai dengan tahun 4 H (661 M) yang dikenal sebagai tahun jama'ah, yang menandai akhir masa Khulafa'ur Rasyidin dan dimulainya era kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H