Mohon tunggu...
Anisah Zahra Labibah
Anisah Zahra Labibah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa sosiologi

mahasiswa sosiologi yang memiliki minat dalam bidang budaya dan menyukai Kpop

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Budaya Populer Masa Pandemi: Musik Populer dalam Kajian Sosiologi Budaya

5 Juli 2021   15:22 Diperbarui: 5 Juli 2021   16:07 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam budaya populer sendiri sempat terjadi penghentian kegiatan sementara pada awal pandemi, namun seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit kegiatan beralih pada platform digital. Meski memang sejak awal sebagian besar kegiatan budaya populer telah berjalan dalam platform digital seperti aplikasi streaming atau media sosial, pandemi setidaknya sedikit mengubah pola industri budaya populer khususnya dalam ranah musik dan film. 

Jika menilik perspektif  Richard Peterson mengenai produksi budaya seridaknya terdapat 6 variabel yang menentukan produksi kebudayaan, yaitu (1) law and regulation, (2) teknologi, (3) struktur industri itu sendiri, (4) struktur organisasi, (5) market dan (6) occupational career. Pandemi setidaknya berpengaruh pada 2 variabel produksi, yaitu pada law regulation dan teknologi dimana seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat aturan social distancing yang pada akhirnya menghentikan kegiatan seperti event musik dan menutup ruang publik seperti bioskop. 

Selain itu produksi musik populer pun berubah, misal dalam pembuatan konten yang memperhatikan aturan social distancing kemudian sistem live vote berubah menjadi digital vote dan produksi konten dikhususkan untuk media digital tertentu, seperti media sosial, aplikasi streaming atau aplikasi fandom. 

Sementara itu teknologi berkembang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam adaptasi terhadap perubahan akibat pandemi, dalam budaya populer hal ini berpengaruh pada adaptasi teknologi dalam memenuhi kebutuhan industri budaya populer dimana produk budaya populer akhirnya didistribusikan dan dikonsumsi melalui platform digital. 

Dalam ranah musik sendiri aplikasi streaming musik digital sebagai media utama distribusi musik terlihat mengalami kenaikan jumlah pengguna selama masa pandemi, hal ini menguntungkan bagi aplikasi streaming musik baru yang kemudian mengalami kenaikan pesat jumlah pengguna. 

Selain aplikasi streaming musik, aplikasi streaming video dan TV digital serta aplikasi meeting online juga mendapatkan keuntungan dari industri musik populer dimana event musik yang sempat ditunda dan dihentikan sementara pada awal masa pandemi kemudian beralih pada platform digital dan disiarkan secara online melalui aplikasi streaming digital misalnya konser “BTS Map of the Soul ON:E” yang disiarkan melalui Youtube dan aplikasi Weverse serta “One World: Together at Home” yang disiarkan melalui berbagai aplikasi streaming TV digital. 

Sementara itu beberapa konser menggunakan aplikasi meeting digital bagi fans untuk menciptakan interaksi yang sama seperti konser biasanya, adapula fenomena dimana beberapa fans membeli satu tiket konser online kemudian menonton konser bersama-sama melalui aplikasi meeting online.

Musik nampaknya menjadi salah satu bentuk hiburan yang banyak dinikmati dalam isolasi selama masa pandemi, event musik nampaknya banyak menggunakan tema “terhubung” dan “solidaritas” sebagai bentuk hiburan dan dukungan sosial dalam menghadapi hilangnya kehangatan kontak fisik dan sosial dalam masa pandemi. 

Jika menilik perspektif Theodore Adorno, musik dilihat sebagai perekat sosial dimana terdapat fungsi psikososial dan akhirnya tercipta kebiasaan umum darinya, hal ini relevan dimana event musik pada masa pandemi menawarkan persatuan dalam menghadapi pandemi, misalnya dalam event konser Kpop yang rutin digelar setiap tahun kini menggunakan kata “contact” untuk menonjolkan individu dunia yang ‘saling terhubung melalui Kpop’. Adorno juga melihat musik populer sebagai pelarian diri dimana menurutnya individu dalam masyarakat kapitalis menjalani kehidupan yang yang menjemukkan dan tidak bahagia sehingga mendorong pada pelepasan diri namun karena menjemukkan itu pulalah tidak tersisa energi yang cukup untuk melakukan pelepasan diri yang sesungguhnya maka pelepasan dicari dalam bentuk musik populer yang mudah dikonsumsi. 

Disini ia menekankan bahwa musik populer menawarkan khayalan dan kebahagiaan, rekonsiliasi dan resolusi dari kenyataan namun pada saat yang sama tidak memberi  kepuasan yang mendalam, dapat dikonsumsi tanpa terlalu memberi perhatian dan dapat dinikmati sembari mengerjakan sesuatu yang lain sehingga mendorong konsumsi pasif. 

Namun konsumsi pasif ini nyatanya tidak terlalu relevan karena kosumen tidak serta merta mengkonsumsi musik populer secara pasif dan tetap membentuk makna dalam menikmati musik populer sehingga pasar tidak dapat mengontrol selera musik konsumen dan bagaimana musik tersebut digunakan. Misal lagu The Beatles yang bertemakan perpisahan menandai berakhirnya The Beatles digunakan dalam karya individual di media sosial menandai adanya social distancing sekaligus perayaan 50 tahun perpisahan band tersebut.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun