Mohon tunggu...
Anisah Dwi
Anisah Dwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa universitas islam negeri sunan Ampel Surabaya

membaca atau menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hadist Dhoif Menjadi Sandaran di Kalangan Masyarakat

8 Desember 2023   07:00 Diperbarui: 10 Desember 2023   11:05 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada zaman sekarang, zaman yang dimana teknologi semakin maju ternyata banyak sekali membawa dampak positif dan negatif di masyarakat. Apalagi media sosial yang membuat informasi-informasi yang belum tentu benar atau tidaknya. Informasi tersebut menyebar sangat cepat bahkan bisa ke mancanegara. Hadist yang merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur'an memberikan sebuah pedoman untuk masyarakat. 

Namun besar kemungkinan ada oknum yang salah menggunakannya untuk menyebarkan hadits yang palsu. Namun, sejak dulu memang masyarakat banyak yang tidak mengetahui betapa pentingnya mengkaji hadits. Masyarakat hanya menerima lalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui apakah hadits itu shahih, hadits dhaif ataupun hadits maudhu'. Jika dalam hadits itu membawa sebuah keberuntungan maka hal itu membuat masyarakat yakin bahwa hadits itu shahih, padahal belum tahu ternyata hadits itu sanadnya tidak sampai kepada Nabi Muhammad saw. 

Hal itu yang merugikan masyarakat yang awam tidak tahu apakah hadits itu shahih atau maudhu'. Disini saya akan bercerita mengenai pengalaman saya pada saat bulan Ramadhan. Pada saat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, dimana pada saat itu saya sedang bersekolah. Sebelumnya saya memang orang awam yang tidak mengetahui tentang hadist-hadist atau mengkaji hadits. Saat itu, teman saya berkata kepada saya "Anisah, kamu tahu ga kalau tidur saat berpuasa itu pahalanya seperti orang beribadah, dan diamnya orang berpuasa itu seperti dzikir. Berarti kalau kita tidur terus gapapa dong selama puasa mulai pagi sampai sore hahaha." Aku yang mendengarnya merasa bahwa apa yang dia katakan memang benar adanya. Lalu aku menjawabnya dengan antusias "Wah benarkah? berarti gapapa ya kalau kita tidur seharian saat bulan puasa, nanti dinilai sama Allah ibadah." Aku orang yang awam langsung menerima padahal itu sebenarnya tidak boleh kita harus mengkaji apakah memang ada hadist yang mengatakan hal tersebut. 

Namun, lambat laun hal itu memang sudah diketahui oleh kalangan masyarakat. Masyarakat awam seperti saya yang tidak mengetahui atau mengkaji hadist tersebut maka masyarakat itu langsung menerima pernyataan tersebut tanpa mengetahui apakah itu benar atau salah. Hadist yang menjadi sandaran masyarakat pada kehidupan sehari-hari, terutama pada saat bulan Ramadhan. 

Disaat saya sudah lulus dari SMA lalu melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi Sunan Ampel Surabaya, disitu saya mulai mengetahui bahwa ada tingkatan hadits yang dianggap shahih,dhaif, maupun maudhu". Saat saya mempelajari mata kuliah Studi Hadis disitu saya mengetahui beberapa pengertian dan sejarah-sejarah pengumpulan hadits. Hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulullah saw. adalah hadits shahih dan hadits tersebut sesuai dengan perkataan,ucapan,perbuatan, dan taqrir Nabi saw. 

Disini saya langsung mencari apakah hadits yang saya dapatkan dari teman saya waktu saat sekolah tersebut apakah shahih dan boleh menjadi sandaran dalam kehidupan sehari-hari. Saya juga mempelajari beberapa langkah-langkah dalam mengkaji hadis yaitu : 

•Mengharuskan adanya sanad dalam setiap periwayatan hadits.

•Harus meneliti dan selektif dalam memilih dan memilah setiap hadist yang beredar.

•Menyuruh masyarakat umum untuk menghindari orang-orang yang melakukan pemalsuan hadits.

•Menetapkan kaidah untuk mengetahui mana hadist palsu dan mana yang hadits shahih.

Setelah saya mencari dan mengkaji hadist tersebut ternyata hadist tersebut hadits dhoif yaitu hadis lemah. Lalu saya mencari apakah boleh hadits lemah menjadi sandaran untuk kehidupan sehari-hari. Hukum mengamalkan hadits dhaif (lemah) secara teori, imam Syamsuddin bin Abdurrahman al-Sakhowi murid dari al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani sebagaimana dikutip dari jurnal Al-Tsiqah: Islamic Economy and Dakwa Journal menyebutkan, ada 3 mazhab dalam mengamalkan hadits dhaif, antara lain:

1. Boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlak, baik dalam fadhail a'mal, maupun dalam hukum syariat (halal, haram, wajib dan lain-lain) dengan syarat dhaifnya tidak dhaif syadid (lemah sekali), dan juga tidak ada dalil lain selain hadits tersebut, atau dalil lain yang bertentangan dengan hadits tersebut. 

Imam Ibnu Mandah juga berkata: imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dengan sanad yang dhaif jika tidak ada dalil lain selain hadits tersebut, karena menurut Abu Dawud hadits dhaif lebih kuat dari pada (ra'yu)

2. Boleh dan sunnah mengamalkan hadits dhaif dalam hal fadhail a'mal, zuhud, nasehat, kisah-kisah, selain hukum syariat dan akidah, selama hadits tersebut bukan hadits maudhu' (palsu). 

Ini adalah mazhab jumhur ulama dari muhadditsin, fuqaha dan ulama yang lain. Diantara ulama yang berpendapat madzhab ini adalah Imam Ibnu alMubarak, Imam Abdurahman bin al-Mahdi, Imam Ibnu al-Shalah, Imam al-Nawawi, Imam al-Sakhawi, dan para ulama hadits yang lain, bahkan Imam al-Nawawi menyatakan kesepakatan ulama hadits, ulama fuqoha dan ulama-ulama yang lain dalam mengamalkan hadits dhaif dalam hal fadhail a'mal, zuhud, kisah-kisah dan hal hal yang lain selain perkara yang berhubungan dengan hukum syariat dan akidah.

3. Tidak boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlak, baik dalam hal fadhail a'mal maupun dalam hukum syariat. Ini adalah madzhab Imam Abu Bakar Ibnu alArabi, al-Syihab al-Khafaji, dan al-Jalal al-Dawwani.

Meski demikian, ulama sepakat boleh mengamalkan hadits dhaif untuk fadhailul A'mal.

Berikut hadist mengenai tidur dalam bulan puasa:

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيحُ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفُ

"Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do'anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya."

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu'abul Iman (3/1437).

Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha'ifah (4696).

Terdapat juga riwayat yang lain:

الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه

"Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya."

Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).

Jadi, hadist tersebut boleh menjadi sandaran namun tidak untuk disalahgunakan, tidur saat berpuasa merupakan ibadah. Namun membaca Al-Qur'an pahalanya lebih besar daripada tidur mulai dari pagi sampai sore dan hal itu juga dilarang oleh Nabi saw. tidur di waktu-waktu yang tidak diperbolehkan untuk tidur seperti habis sholat subuh dan sesudah shalat ashar. Sebaik-baik umat islam adalah mempergunakan ibadah puasa dengan hal-hal yang positif yang bisa menebarkan kebaikan dan jauh dari kemaslahatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun