Mohon tunggu...
Putu Anisa Gayatri
Putu Anisa Gayatri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha

Saya merupakan mahasiswa S2 Akuntansi yang gemar menulis baikl fiksi maupun non fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Integrasi Budaya Tri Hita Karana, Solusi untuk Pencegahan Fraud pada LPD di Bali

2 Desember 2024   13:09 Diperbarui: 2 Desember 2024   13:49 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tindak pidana kasus fraud (sumber: pexels.com)

Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali memegang peranan strategis dalam mendukung kesejahteraan ekonomi masyarakat desa adat. Selain berfungsi sebagai lembaga keuangan mikro yang membantu masyarakat mengelola keuangan, LPD juga menjadi bagian penting dalam menjaga tradisi dan budaya lokal. 

Menurut, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa, 20% keuntungan bersih LPD dimanfaatkan untuk dana pembangunan desa yang menunjukkan LPD memiliki peranan penting dalam mendukung kehidupan sosial, budaya, dan pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui pemberian kredit maupun simpanan dalam bentuk Tabungan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, fenomena fraud atau kecurangan dalam pengelolaan LPD mulai mencuat dan mengancam keberlanjutan lembaga ini. 

LPD yang bermasalah masih banyak ditemukan di tengah pesatnya perkembangan LPD. Berdasarkan data dari kejaksaan tinggi Bali, dalam kurun waktu satu tahun 2020-2021 terdapat 16 penyidikan terkait kasus pidana korupsi di LPD. Fenomena ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat tetapi juga melemahkan keberadaan LPD sebagai pilar ekonomi desa.

Kasus fraud yang melibatkan LPD di Kabupaten Buleleng pada tahun 2021 menjadi contoh nyata. Dikutip dari detik.com, pimpinan LPD Desa Anturan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp151,5 miliar demi keuntungan pribadi. Akibatnya, LPD kehilangan kepercayaan masyarakat, bahkan beberapa nasabah menarik dana mereka secara massal. 

Situasi ini menggambarkan bahwa transparansi dan akuntabilitas belum sepenuhnya menjadi prioritas dalam pengelolaan LPD. Kesempatan untuk melakukan kecurangan dapat saja dimanfaatkan apabila tidak ada tindakan pencegahan dari pihak internal maupun eksternal LPD. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang tidak hanya mengandalkan aspek teknis tetapi juga berbasis pada nilai budaya lokal, salah satunya adalah konsep Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana sebagai filosofi hidup masyarakat Bali menawarkan pendekatan holistik untuk membangun harmoni antara Tuhan, manusia, dan lingkungan. Konsep ini terbagi dalam tiga aspek utama yaitu Parahyangan (hubungan harmonis manusia dengan Sang Pencipta), Pawongan (hubungan harmonis antar sesame manusia), serta Palemahan (hubungan harmonis manusia dengan lingkungan). Penerapan nilai-nilai ini dalam tata kelola LPD dapat menjadi solusi efektif dalam mencegah fraud dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

Parahyangan mengajarkan pentingnya hubungan spiritual dengan Tuhan selaku Sang Pencipta sebagai landasan etika dan moral dalam setiap tindakan. Dalam pengelolaan LPD, prinsip ini dapat diwujudkan melalui pelibatan nilai-nilai spiritual dan adat dalam proses pengambilan keputusan. 

Adanya tempat persembahyangan seperti pelinggih dihalamn LPD dan pelangkiran di beberapa ruangan dapat menjadi pengingat pentingnya integritas dan tanggung jawab. Selain itu, penerapan kode etik berbasis adat yang menekankan prinsip moralitas juga dapat menjadi pedoman bagi pengelola dalam menjalankan tugasnya. Pengawasan oleh tokoh adat juga menjadi faktor penting untuk memastikan kepatuhan pengelola terhadap nilai-nilai budaya dan spiritual.

Aspek Pawongan menekankan pentingnya hubungan yang harmonis antara pengelola LPD, nasabah, dan masyarakat desa. Dalam konteks pencegahan fraud, hal ini dapat diwujudkan melalui peningkatan transparansi dalam pengelolaan dana masyarakat. Pengelola LPD perlu secara rutin mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada masyarakat desa melalui forum rapat adat. 

Langkah ini tidak hanya memperkuat kepercayaan tetapi juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi kinerja LPD. Selain itu, pendidikan dan pelatihan bagi pengelola tentang pentingnya integritas dan akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas tata kelola lembaga. Penguatan komunikasi antara pengelola dan masyarakat desa juga menjadi kunci untuk membangun hubungan yang terbuka dan saling percaya.

Elemen Palemahan menggarisbawahi pentingnya hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan. Dalam konteks LPD, hal ini dapat diimplementasikan melalui pengelolaan keuangan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. 

Sebagai contoh, LPD dapat mengalokasikan sebagian dana mereka untuk mendukung program pelestarian lingkungan, seperti penghijauan atau pengelolaan sampah berbasis komunitas. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai lingkungan dalam operasional, LPD juga memperkuat komitmennya terhadap keberlanjutan desa.

Namun, penerapan Tri Hita Karana dalam tata kelola LPD tidak lepas dari tantangan. Perbedaan interpretasi nilai adat di setiap desa seringkali menjadi hambatan dalam implementasi. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia dan finansial juga menjadi kendala bagi beberapa LPD untuk melaksanakan program berbasis Tri Hita Karana. 

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah daerah dan Badan Pengelola LPD Bali perlu memberikan panduan yang jelas dan pelatihan bagi pengelola. Kolaborasi dengan lembaga pendidikan tinggi untuk melakukan penelitian dan pendampingan juga dapat membantu menciptakan strategi implementasi yang lebih efektif.

Penerapan Tri Hita Karana dalam tata kelola LPD menawarkan solusi yang relevan untuk menghadapi tantangan fraud. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pawongan, Palemahan, dan Parahyangan, LPD tidak hanya dapat membangun sistem yang transparan dan akuntabel tetapi juga memperkuat hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. 

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan masyarakat tetapi juga menjaga nilai-nilai luhur budaya Bali. Dengan dukungan pemerintah, tokoh adat, dan masyarakat, Tri Hita Karana dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk menciptakan LPD yang berkelanjutan dan bebas dari fraud.

Oleh:

Putu Anisa Gayatri, Mahasiswa S2 Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun