Sebagai respons, UNICEF mendukung program seperti Aksi Bergizi, yang melibatkan masyarakat dalam kampanye kesadaran gizi. Selain itu, makanan terapi lokal (RUTF) diperkenalkan sebagai solusi untuk anak-anak dengan wasting parah. Sebuah studi di Bogor menunjukkan bahwa 70% anak-anak yang mengonsumsi RUTF berbahan lokal berhasil pulih dalam waktu delapan minggu. Program ini menyoroti pentingnya inovasi berbasis lokal untuk mengatasi krisis gizi.
- Kekerasan terhadap Anak dan Ketidakamanan Daring
Kekerasan, baik di dunia nyata maupun daring, menjadi ancaman serius bagi perkembangan anak di Indonesia. Laporan UNICEF menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak yang mengalami kekerasan daring tidak melaporkannya. Sementara itu, meskipun angka perkawinan anak turun dari 10,35% pada tahun 2021 menjadi 9,23% pada tahun 2022, masalah ini masih menjadi tantangan besar, terutama di wilayah pedesaan.
Dalam teori psikososial Erik Erikson, anak usia dini berada dalam tahap "inisiatif versus rasa bersalah," di mana mereka membangun rasa percaya diri dan rasa aman. Kekerasan, baik fisik maupun emosional, dapat menghambat perkembangan ini, menciptakan rasa takut yang mendalam dan kehilangan rasa percaya terhadap orang-orang di sekitar mereka.
Untuk melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan daring, UNICEF meluncurkan aplikasi Jogo Konco, yang memberikan informasi tentang keamanan di dunia maya. Aplikasi ini juga membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko yang dihadapi anak-anak di internet. Selain itu, kampanye edukasi seperti ROOTS, yang mendorong anak-anak menjadi agen perubahan di sekolah mereka, telah menjangkau lebih dari 150.000 siswa di seluruh Indonesia. Program ini tidak hanya membangun lingkungan yang aman tetapi juga mendorong anak-anak untuk aktif dalam perlindungan diri mereka sendiri.
- Ketimpangan Akses Layanan Kesehatan
Pandemi COVID-19 juga menyebabkan penurunan signifikan dalam layanan kesehatan penting, termasuk imunisasi. Pada tahun 2021, lebih dari 1,1 juta anak tidak menerima vaksin dasar. Hal ini meningkatkan risiko mereka terhadap penyakit yang sebenarnya dapat dicegah, seperti campak dan polio. Pada tahun 2022, kampanye imunisasi kejar berhasil memberikan vaksin kepada 26,5 juta anak, dengan cakupan mencapai 94,6% untuk imunisasi dasar.
Menurut Bronfenbrenner, layanan kesehatan mencerminkan interaksi antara sistem mikro (keluarga) dan ekosistem makro (kebijakan kesehatan). Program imunisasi yang berhasil menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat dalam menyediakan akses kesehatan bagi anak-anak, terutama di daerah terpencil seperti Maluku dan Papua.
Namun, ketimpangan tetap ada. Laporan UNICEF mencatat bahwa daerah terpencil menghadapi tantangan logistik dan infrastruktur, seperti keterbatasan fasilitas penyimpanan vaksin. Untuk mengatasi masalah ini, tenaga kesehatan dibekali dengan pelatihan dan dukungan logistik tambahan untuk memastikan vaksin tetap aman hingga mencapai anak-anak di wilayah yang sulit dijangkau.
- Pendidikan Usia Dini yang Holistik
Pendidikan usia dini tidak hanya tentang belajar membaca dan menulis. Program PAUD-HI yang didukung oleh UNICEF mengintegrasikan pendidikan dengan layanan kesehatan dan perlindungan anak. Di NTT, program ini telah melatih 160 guru PAUD dan melibatkan lebih dari 3.200 orang tua dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka.
Menurut Piaget, pendidikan usia dini harus berbasis pada pengalaman konkret yang memfasilitasi perkembangan kognitif, sosial, dan emosional. Guru yang dilatih dalam program PAUD-HI tidak hanya mengajarkan literasi dan numerasi tetapi juga memantau kesehatan anak, termasuk mendeteksi tanda-tanda malnutrisi. Dengan pendekatan holistik ini, anak-anak tidak hanya mendapatkan pendidikan tetapi juga perhatian kesehatan dan perlindungan yang mereka butuhkan.
- Rekomendasi Kebijakan
Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi anak usia dini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
- Peningkatan Gizi Anak: Memperluas distribusi makanan terapi lokal dan kampanye kesadaran gizi ke wilayah terpencil.
- Perlindungan Anak: Memperkuat kebijakan anti-kekerasan, baik di dunia nyata maupun daring, dengan meningkatkan akses ke layanan perlindungan anak.
- Pendidikan Inklusif: Memastikan semua anak, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil, memiliki akses ke pendidikan usia dini yang berkualitas.
- Investasi pada Kesehatan: Memperluas cakupan imunisasi rutin dan meningkatkan infrastruktur kesehatan di wilayah terpencil.
- Kolaborasi Multisektor: Meningkatkan sinergi antara pemerintah, lembaga internasional, sektor swasta, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak.
Kesimpulan