Mohon tunggu...
Anisa Aulia
Anisa Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bermain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Kenaikan Harga Daging terhadap Pola Konsumsi

2 Mei 2023   18:09 Diperbarui: 2 Mei 2023   18:13 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daging sapi merupakan daging dari hewan ternak yang banyak dimakan dan sering digunakan untuk keperluan pangan. Penggunaan daging ini berbeda-beda di setiap daerah, tergantung cara pengolahannya. 

Sebagai contoh has eksternal, iga dan tulang T-Bone adalah bahan steak yang sangat umum di Eropa dan Amerika Serikat, sehingga bagian sapi ini banyak diperdagangkan. Namun, seperti di Indonesia dan banyak negara Asia lainnya, daging ini banyak digunakan dalam masakan pedas dan bersantan seperti sop konro dan rendang.

Dengan kenaikan harga daging, daging sapi terancam hanya dinikmati oleh kalangan atas, seolah stabilisasi harga pasar daging justru akan membuat kebijakan impor lebih menguntungkan orang kaya. Tidak semua orang bisa menikmati kelembutan dan nilai gizi daging sapi, bahkan di saat Idul Fitri sekalipun. Alasan momen ini harus menjadi kesempatan bagi masyarakat kelas bawah untuk mencicipi daging sapi. Masyarakat juga mungkin kecewa dengan jenis daging sapi atau kerbau yang tidak jelas tersedia di pasar tradisional.

Berdasarkan analisis data partisipasi konsumen Statistics Finland, konsumsi daging sapi didominasi oleh kalangan menengah ke atas dan rumah tangga di kota-kota besar. Pangsa konsumsi ini hanya diukur dari jumlah konsumsi masyarakat dibandingkan dengan konsumennya, bukan dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut.

Sebagai contoh, pada tahun 2014 partisipasi masyarakat berpenghasilan tinggi dalam konsumsi daging sapi sebesar 14,9 persen, sementara pangsa masyarakat berpenghasilan rendah hanya 0,7 persen. Temuan ini diungkapkan oleh Tjeppy Daradjatu Sudjana, pensiunan ilmuwan Litbang Kementerian Pertanian. "Bisa dibilang sampai saat ini masyarakat miskin mendukung mereka yang berpenghasilan tinggi," ujarnya.

Seolah-olah dengan menstabilkan harga daging sapi di pasar, kebijakan impor justru lebih menguntungkan secara tidak langsung bagi kalangan menengah ke atas. Langkah pemerintah mengimpor daging sapi hanyalah solusi jangka pendek untuk mengatasi masalah daging sapi dan harga.

Menurut analisis kerja Litbang Kementerian Pertanian, hasil kajian Litbang Kompas menunjukkan bahwa masyarakat yang sering mengonsumsi daging sapi termasuk golongan atas dan menengah. Survei yang dilakukan 8-10 Maret 2023 terhadap 502 responden dari 34 provinsi itu menekankan pada daging sapi segar, bukan daging olahan seperti bakso, nugget, dan sosis.

Hasil lainnya, separuh dari responden mengaku hanya makan daging sapi 10 kali dalam setahun. Trimester kedua menghabiskan hanya sebulan sekali. Jadi, pada umumnya masyarakat umum cenderung jarang mengonsumsi daging sapi segar.
Orang yang tergolong langka dan tidak makan daging sapi ditanya alasannya. Sebagian besar responden berpendapat bahwa harga daging sapi mahal dan tidak terjangkau. Konsumsi rutin daging sapi merupakan faktor ekonomi yang kuat bagi masyarakat.

Tren kenaikan harga tercermin dari pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) selama 5 tahun terakhir. Besaran kenaikan harga daging sapi dari tahun 2021 hingga 2022 (sejak Oktober) sebesar 6,6 persen atau berada pada kisaran harga Rp134.690 per kilogram. Mengingat harga yang terus naik setiap tahunnya, tidak menutup kemungkinan seiring berjalannya waktu daging sapi akan semakin tidak terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah, apalagi kalangan bawah. Tingginya permintaan tak jarang menyebabkan harga daging sapi naik, terutama saat Ramadan hingga Idul Fitri.

Hari Raya

Selain dinikmati, daging sapi kerap menjadi sajian istimewa saat hari raya. Bahkan, beberapa hidangan daging sapi tradisional Indonesia telah dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia Tak Berwujud oleh UNESCO. Keistimewaan daging sapi pada saat hari raya juga diakui oleh setengah dari mereka yang disurvei saat hari raya, khususnya lebaran, makanan olahan daging sapi menjadi suatu keharusan. Untuk memenuhi kebutuhan hari raya, biasanya masyarakat membeli daging sapi sebanyak 1-2 kg.

Menurut penelitian lapangan, harga pasar daging sapi lokal saat ini antara Rp 130.000 dan Rp 140.000 per kilogram. Harga ini kemungkinan masih akan naik saat kita memasuki Ramadan dan beberapa hari menjelang Idul Fitri. Melihat fakta tersebut, masyarakat tetap mengatakan akan membeli daging sapi meski harganya tinggi. Hal ini menegaskan bahwa aspek finansial dikesampingkan untuk merayakan momen-momen tertentu.

Dampak negatif dari tingginya permintaan yaitu terjadinya kecurangan seperti mengoplos daging sapi dengan kerbau.

Oplosan

Meningkatnya permintaan untuk membeli daging sapi, terutama pada hari-hari lebaran, menimbulkan peluang terjadinya aksi penipuan oleh para penjual di pasar. Beberapa pedagang sering mencampurkan daging sapi dengan kerbau dan menjual daging sapi tersebut kepada pembeli dengan harga yang relatif tinggi. Bahkan ada pedagang yang menjual daging sapi yang sebenarnya adalah daging kerbau beku yang didatangkan dari India.


Daging kerbau impor beku diterima pedagang dalam kemasan plastik dengan nama merek dan keterangan lainnya. Namun di pasar lumpur, pembeli sulit membedakan antara daging sapi segar dan daging kerbau karena kemasannya sudah dilepas dan pedagang sering bingung membedakannya. Hal ini tentu berbeda dengan supermarket atau sentra daging yang memberikan informasi yang jelas kepada pembeli tentang jenis daging sapi yang dijual. Tentu saja, publik keberatan dengan penipuan semacam ini dan menderita karenanya.


Nanang Purus Subendro, Ketua Persatuan Peternak Sapi dan Kerbau Seluruh Indonesia (PPSKI), menjelaskan pasar tradisional harus ditata kembali, misalnya jenis daging yang dijual. "Pembeli harus bisa menentukan jenis daging sapi atau kerbau berdasarkan harganya," ujarnya.


Menurut Hukum Islam Bughyatul Mustarsyidin karya Sayyid Ba'lawi Al-Hadlromiy  halaman 297 Maktabah Daar El-Fikr tentang mengoplos barang yang beda kualitas, menurut nya yaitu :


"Boleh mencampur jenis makanan yang kualitasnya rendah dicampur dengan makanan yang kualitasnya lebih bagus dengan catatan barang tersebut jelas yang diketahui oleh pembeli, yang demikian ini tidak termasuk al-ghasy yang diharamkan, ini diperbolehkan walaupun yang lebih baik adalah menjauhinya, karena definisi dari al-ghasy adalah apabila pemilik barang mengetahui sesuatu yang apabila seandainya ada orang yang hendak memanfaatkan tersebut tahu maka ia batal memakainya, maka dalam hal ini pemilik wajib memberitahukannya"


Meski terjadi kecurangan dalam penjualan daging sapi, masyarakat tetap memperhatikan kenaikan harga daging sapi setiap tahunnya. Karena itu, 54,8 persen responden mengaku mengganti daging ayam atau ikan karena kenaikan harga.

Untuk masalah ini substitusi adalah langkah masyarakat untuk menghadapi harga daging sapi yang dirasa akan naik. Program swasembada ternak yang telah lama direncanakan pemerintah harus dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan semua lingkungan. Bisa jadi hanya kalangan atas saja yang bisa makan daging sapi, sedangkan kalangan bawah hanya mengonsumsi daging sapi olahan.

Berdasarkan pemaparan artikel di atas, penulis berpendapat bahwa pemerintah harus segera melaksanakan program swasembada daging sapi untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat, sehingga daging sapi dapat dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah harus mengambil langkah yang tepat. Selain mengandalkan impor untuk menstabilkan harga daging sapi, pemerintah juga harus melakukan upaya yang sangat besar. Misalnya meningkatkan produktivitas sektor pertanian dengan membangun industri peternakan yang modern dan sangat maju. Untuk menjamin kesinambungan pasokan ternak dalam jangka panjang, pemerintah harus membangun industri peternakan secara masif. Dan untuk menghindari terjadinya kecurangan dalam pembelian daging sapi, pemerintah harus berupaya melakukan pengawasan langsung terhadap sektor tersebut melalui mekanisme pencegahan masuknya daging sapi impor ke pasar tradisional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun