Mohon tunggu...
Siti Anisa Azzahra
Siti Anisa Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - bersabarlah, sampai masalah pun lelah dengan kesabaramu

jangan pernah malu untuk belajar dengan siapapun

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perkara Hukum Waris dalam Hukum Acara Perdata

4 November 2021   23:06 Diperbarui: 4 November 2021   23:14 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum sesuai Pancasila serta UUD 1945, yang mempunyai tujuan mewujudkan tata kehidupan Negara serta bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tentram, serta tertib, dan menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat.
berdasarkan Imannuel Kant dan F.J. Stahl, kriteria untuk dapat dianggap Negara hukum, harus memenuhi unsurunsur sebagai berikut: 1. jaminan terhadap perlindungan hakhak asasi manusia;

2. Terselenggaranya pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk terselenggaranya hak-hak tersebut di atas;

3. Tiap tindakan pemerintah harus dilandasi undang-undang; serta

4. Adanya peradilan administrasi.

Soepomo memberikan rumusan hukum waris, yaitu bahwa: "hukum waris memuat perturanperaturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) berasal suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Proses ini telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi "akut" oleh sebab orang tua meninggal dunia.

Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan  pengoperan harta benda dan  harta bukan benda tersebut". pada dalam menyampaikan hukum waris, maka terdapat 3 (3) hal yang perlu mendapat perhatian, di mana ketiga hal ini adalah unsur-unsur pewarisan, yaitu: 

1. Orang yang meninggal dunia/ pewaris/erflater. Pewaris adalah orang yang tewas global dengan meninggalkan hak dan kewajiban kepada orang lain yang berhak menerimanya. dari Pasal 830 buku Undang-Undang hukum Perdata (BW), pewarisan hanya berlangsung karena kematian. lalu, berdasarkan ketentuan Pasal 874 kitab   Undang-Undang hukum Perdata (BW), segala harta peninggalan seseorang yg mangkat  global merupakan kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang sekedar terhadap itu menggunakan surat wasiat tidak sudah diambil sesudah ketetapan yang legal. dengan demikian, menurut buku Undang-Undang hukum Perdata (BW) ada 2 macam waris, yaitu waris ab intestate (tanpa wasiat) dan waris wasiat atau testamentair erfrecht. 2. ahli waris yang berhak mendapatkan harta kekayaan itu/erfgenaam. 

Ahli waris yaitu orang yang masih hidup yang sang hukum diberi hak untuk menerima hak serta kewajiban yang ditinggal oleh pewaris. lalu bagaimana. dengan bayi yang ada pada kandungan?, menurut Pasal 2 kitab  Undang-Undang hukum Perdata (BW), anak yang terdapat pada kandungan dianggap menjadi sudah dilahirkan bilamana keperluan si anak menghendaki. Jadi, dengan demikian seorang anak yang ada pada kandungan, walaupun belum lahir bisa mewarisi karena pada pasal tersebut hukum membentuk fiksi, seakan-akan anak telah dilahirkan. ahli waris terdiri dari: a. ahli waris menurut undang-undang (abintestato). ahli waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris atau para keluarga sedarah. ahli waris ini terdiri dari 4 (empat) golongan, yaitu:

1) Golongan I, terdiri dari anak-anak, suami (duda) dan istri (janda) si pewaris;

2) Golongan II, terdiri dari bapak, ibu (orang tua), saudara-saudara si pewaris;

3) Golongan III, terdiri dari keluarga sedarah bapak atau ibu lurus ke atas (seperti: kakek, nenek, baik garis atau pancer bapak atau ibu) si pewaris;

4) Golongan IV, terdiri dari sanak keluarga berasal pancer samping (seperti: paman, bibi). b. ahli waris berdasarkan wasiat (testamentair erfrecht). ahli waris ini didasarkan atas wasiat yaitu pada Pasal 874 kitab  UndangUndang hukum Perdata (BW), dimana setiap orang yang diberi wasiat secara sah oleh pewaris wasiat, terdiri atas:

1) Testamentair erfgenaam. yaitu ahli waris yang mendapat wasiat yang berisi suatu erfstelling (petunjukkan satu atau beberapa ahli waris untuk mendapat semua atau sebagian harta peninggalan)

2) Legataris/mendapat wasiat. yaitu ahli waris karena mendapat wasiat yang isinya menunjuk seorang untuk mendapat beberapa hak atas satu atau beberapa macam harta waris, hak atas semua berasal satu macam benda eksklusif, hak untuk memungut hasil dari semua atau sebagian dari harta waris. Jadi, dengan demikian ada tiga dasar untuk menjadi ahli waris, yaitu, ahli waris atas dasar hubungan darah, ahli waris atas dasar perkawinan dengan si pewaris, dan ahli waris atas dasar wasiat.

tiga. Harta Waris. berdasarkan Pasal 499 KUH Perdata, disebutkan bahwa: "Benda merupakan tiaptiap barang dan  tiap-tiap hak, yg bisa dikuasai oleh hak milik". Selain itu, secara yuridis pengertian benda merupakan segala sesuatu yg bisa menjadi objek eigendom (hak milik). Barang-barang berkecimpung, dan  barang-barang tidak beranjak. 

Benda bergerak artinya benda yg berdasarkan sifatnya bisa dipindahkan sesuai Pasal 509 buku Undang-Undang hukum Perdata (BW). Benda beranjak sebab ketentuan undang undang adalah hak-hak yg melekat pada benda bergerak sesuai Pasal 511 buku UndangUndang hukum Perdata (BW), contohnya hak memungut yang akan terjadi atas benda.

di antara macam-macam benda-benda sebagaimana disebutkan di atas, tanah menjadi benda tidak berkecimpung, merupakan keliru satu objek pewarisan. Merujuk Pasal 20 ayat (1) UndangUndang No. lima Tahun 1960 perihal Peraturan Dasar utama-utama Agraria disebutkan bahwa Hak Milik ialah: "hak turun-temurun, terkuat serta terpenuh yang bisa dipunyai orang atas tanah, menggunakan mengingat ketentuan Pasal 6". kemudian, sinkron Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 ihwal Peraturan Dasar pokok-utama Agraria disebutkan bahwa hak milik dapat beralih dan  dialihkan kepada pihak lain.

Cara penyelesaian yang dapat dilakukan para ahli waris ialah: 1. Penyelesaian sengketa di Pengadilan. Berkaitan menggunakan penyelesaian konkurensi di pengadilan, maka di pada sistem hukum Indonesia perlu terlebih dahulu disinggung tentang peran Mahkamah Agung (MA) sebagai institusi hukum menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi (MK). 

MA membawahi badan peradilan dalam lingkungan pengadilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. Peradilan umum pada tingkat pertama dilakukan oleh pengadilan negeri, pada tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh mahkamah agung. Peradilan agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung. 

Peradilan militer pada tinggat pertama dilakukan oleh Pengadilan Militer, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Militer dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung. 

Kewenangan yang absolute adalah, badan peradilan manakah yang berwenang untuk mengadili suatu sengketa perdata. Apakah sengketa yang terjadi merupakan kewenangan pengadilan negeri atau pengadilan agama atau pengadilan tata usaha negara, contohnya: masalah perceraian bagi orang Islam merupakan kewenangan pengadilan agama untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskannya. Sedangkan kalau menyangkut keputusan badan/pejabat tata usaha negara merupakan kewenangan pengadilan tata usaha negara.

2. Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini aspirasi untuk mengembangkan Alternative dispute resolution (ADR) semakin banyak. Alternative dispute resolution (ADR) memungkinkan penyelesaian sengketa secara informal, sukarela, dengan kerjasama langsung antara kedua belah pihak yang menuju pada pemecahan sengketa yang saling menguntungkan. 

Dukungan dari masyarakat bisnis dapat dilihat dari klausul perjanjian dalam berbagai kontrak belakangan ini. Saat ini kaum bisnis Indonesia sudah biasa mencantumkan klausul Alternative dispute resolution (ADR) pada hampir setiap kontrak yang dibuatnya. Contoh klausul Alternative dispute resolution (ADR) yang tercantum dalam kontrak adalah: "Semua sengketa yang mungkin timbul antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian ini, akan diselesaikan dengan musyawarah oleh para pihak dan hasilnya akan dibuat secara tertulis. 

Jika sengketa tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah, maka dari para pihak sepakat untuk membawa perkaranya ke pengadilan". Keterlibatan pihak ketiga dalam Alternative dispute resolution (ADR) adalah dalam rangka mengusahakan agar para pihak mencapai sepakat untuk menyelesaiakan sengketa yang timbul. Memang ada perbedaan antara mediasi, konsolidasi dan Alternative dispute resolution (ADR). Perbedaannya terletak pada aktif tidaknya pihak ketiga dalam mengusahakan para pihak untuk menyelesaikan sengketa. maka Alternative dispute resolution (ADR) tidak akan dapat terlaksana. 

Kesukarelaan disini meliputi kesukarelaan terhadap mekanisme penyelesaiannya dan kesukarelaan isi kesepakatan.28 Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata arab "syawara" yang bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain, termasuk bermakna pendapat. 

Cara penyelesaian melalui arbitrase dapat dilakukan melalui arbitrase nasional yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), arbitrase ad hoc, maupun arbitrase asing. Dari cara penyelesaian sengketa di pengadilan dan penyelesaian di luar pengadilan, maka cara penyelesaian di luar pengadilanlah yang mempunyai atau berlatar belakang Indonesian Legal Culture (musyawarah, komunal dan atau consensus kolektif) atau yang lebih mengedepankan asas musyawarah untuk mufakat mencapai tujuan kedamaian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun